RENUNGAN TARBIYYAH XII
DAKWAH DAN STRATEGI
Mukaddimah
Segala puji bagi Allah ,Tuhan semesta alam
yang telah menjadikan jalan dakwah merupakan satu satunya jalan unuk membawa
hambaNya pada pengenalan diri dan sang Pencipta.Shalawat dan salam senantiasa
tercurah atas paduka alam yang datang membawa kebenaran paripurna dan atas
keluarganya yang suci dan sahabatnya yang mulia, selanjunya:
Wassalam
Cianju,Jum’at 6 Sya’ban 1437
13 Mei 2016
Tanpa kita sadari “As-Shira’
bainal haq wal bathil”, pertarungan antara al-Hak dan batil terus
berlangsung di tengah-tengah kehidupan kita. Persoalannya yang penting bagi
kita adalah, sejauh mana kita berada dalam barisan yang hak dan memenangkan
pertarungan melawan yang batil tersebut. Untuk memenangkan pertarungan,kita
perlu menata dan memenej dengan baik “al-haq” yang kita perjuangkan, sebab
tanpa itu semua kita akan mudah digilas dan dikalahkan dengan manuver-manuver
kebatilan yang ditata dan dimenej dengan baik, sebagaimana kata Imam Ali RA : “Al-Haqqu
bilaa nizhaamin yaghlibuhul Bathil binizhaamin”.
Al-Haq dalam pengertian
yang luas bila terus diperkuat dan dikembangkan, akan mampu menggeser kebatilan
di segala bidang. Untuk memperkuat dan mengembangkan al-Haq agar semakin eksis
dan aplikatif dalam kehidupan ini tentunya memerlukan sarana. Sarana itu adalah
“dakwah” itu sendiri. Oleh karena itu dakwah harus selalu dipahami dalam
konteknya sebagai refresentasi Al-Haq yang bertarung melawan kebatilan.
Sehingga berdakwah dalam arti luas sesungguhnya dapat juga diartikan dengan
berperang. Berperang merebut pengaruh dan dukungan, berperang untuk menguasai
sektor-sektor kebijakan publik yang nantinya diharapkan mengkapitalisasi
potensi dan kekuatan dakwah di segala bidang, serta memperbanyak program-program
kebaikan (Amar Ma’ruf) di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan meminimalisasi
program-program kemunkaran (Nahi Munkar) yang berpotensi merusak tatanan nilai
kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, orientasi
dakwah tidak cukup hanya memasyarakat (Mihwar Sya’by), tetapi orientasi dakwah
juga harus menegara (Mihwar daulah). Untuk itu diperlukan “strategic of war”,
strategi perang untuk memenangkan dakwah ini. Bila kita renungkan, Rasulullah
SAW sebelum terjun melewati peperangan yang sesungguhnya telah mengawali
aksi dakwahnya dengan pendekatan strategi perang. Perang untuk menguasai
individu-individu yang penting dan potensial bagi kapitalisasi dakwah ke depan.
Misalnya Pola rekrutmen yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam dakwahnya
adalah pola pendekatan yang segmentatif, dari kalangan segmen wanita Rasulullah
berhasil merekrut isterinya Khadijah RA, dari kalangan pria dewasa khususnya
saudagar beliau berhasil merekrut Abu Bakar RA, dari kalangan kaum dhuafa dan
hamba sahaya berhasil direkrut Zaid bin HAritsah dan dari kalangan anak-anak
dan remaja Ali bin Abi Thalib RA. Masing-masing segmen kemudian menjadi
bertambah panjang rangkaian gerbong dan penumpangnya, karena proses dakwah dan
rekrutmen terus berjalan pada masing-masing segmen tersebut.
Dalam kontek jihad siyasi
menuju mihwar daulah sekarang ini, juga amat penting bagi kita untuk
merekonstruksi strategi perang yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
artinya harus ada dari kita, yang memfokuskan dakwahnya untuk segmen dan
kalangan tertentu, harus ada di antara kita yang berdakwah di kalangan
pengusaha, birokrat, pelajar, dosen, mahasiswa, buruh, petani, pedagang dan
sya’biyah ‘aammah. Semakin banyak segmen yang dapat direkrut dan
dikelola, maka akan semakin banyak simpul massa yang bisa di raih untuk
meningkatkan potensi dan dukungan bagi dakwah ini.
Dalam strategi perang yang
terpenting adalah menguasai sumber-sumber kekuatan, yang dapat menambah
kekuatan kita dan mengurangi kekuatan lawan. Oleh karena itu Habab bin Mundzir
RA penasehat militer Rasulullah SAW mengusulkan agar pasukan kaum muslimin
dalam perang Badar segera mendekat ke sumber air sebelum pasukan Quraisy
mengambil posisi tersebut. Dalam konteks jihad siyasi kita sekarang ini juga di
perlukan penguasaan sumber, di antara sumber yang penting untuk dikuasai adalah
media dan sarana informasi lainnya, juga sumber-sumber yang dapat
mendatangkan pengaruh, seperti public figure, simpul massa dan vote getter.
Semakin banyak hal itu dikuasai, semakin banyak sumber-sumber kekuatan yang
dapat membantu kelancaran dakwah, dan semakin membuat dakwah memiliki kekuatan
untuk memuluskan jalan al-Haq dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Fiqhul ghazawat, tidak
hanya terkait dengan kecamuk nya perang, tetapi juga terkait dengan kepiawaian
diplomasi dan memperlihatkan Performa di mata lawan, oleh sebab itu Rasulullah
SAW membawa serta 80 kaum Musyrikin Bani Khuza’ah lengkap dengan hewan-hewan
kurban yang akan disembelih, ketika beliau dan kaum Muslimin menuju Mekah untuk
melakukan umrah. Peristiwa inilah yang mengantarkan kaum Muslimin kepada
perjanjian Hudaibiyah yang kemudian membuat dakwah semakin leluasa dan bebas
bergerak. Diplomasi dan Performa damai yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW
menegaskan kepada elit pimpinan Quraisy bahwa Islam datang dengan misi social
charity untuk kemanusiaan. Sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak
kedatangan Nabi dan kaum Muslimin. Nah, misi itu pulalah yang juga harus
ditonjolkan oleh dakwah ini, bagaimana meyakinkan para pemimpin baik di tingkat
nasional maupun internasional untuk tidak mencurigai dakwah ini dan tidak ada
alasan bagi mereka untuk menentang dan menolaknya. Untuk itu , kita harus
banyak melakukan pendekatan, kalau perlu mengundang mereka untuk hadir pada even-even
besar yang diselenggarakan. Mengundang tokoh nasional khususnya kalangan tokoh
partai Nasionalis-Sekuler, bahkan tokoh internasional baik kalangan Muslim dan
non muslimnya akan sangat membantu menumbuhkan kesan pergaulan nasional dan
internasional yang baik dan imej inklusifitas dakwah ini,
Di situlah kesempatan besar
untuk memperkenalkan kepada mereka, sebatas yang diperlukan, apa dakwah ini,
apa misi besarnya, dan bagaimana pandangan dakwah dalam membangun solusi dari
problematika yang dihadapi dunia dewasa ini. Bila mereka mengenali dakwah
dengan baik maka insya Allah mereka tidak akan mudah begitu saja memusuhi
dakwah. “Al- Insaanu ‘aduwwun bimaa jahula”, manusia cenderung memusuhi
sesuatu yang tidak diketahuinya”. Demikian kata al- imam al Ghazali
rahimahullah.
Strategi menampakkan
kekuatan di mata lawan juga sangat penting kaitannya dengan strategi perang,
oleh sebab itu pasca perjanjian Hudaibiyah Rasulullah SAW mengirim ekspedisi ke
Mu’tah wilayah koloni Romawi, di satu sisi memanfaatkan gencatan senjata dan
perdamaian untuk memperluas pengaruh dakwah, di sisi lain untuk show of force
kepada kabilah-kabilah Arab, bahwa kekuatan kaum Muslimin tidak dapat
diremehkan begitu saja, tidak pernah sejarahnya bangsa Arab berperang dengan
Romawi, tetapi Rasulullah SAW bersama kaum Muslimin telah memulainya, beliau
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh bangsa Arab sebelumnya, hal
ini semakin menunjukkan imej kekuatan umat Islam di kalangan bangsa Arab,
khususnya kaum kafir Quraisy.
Nu’man bin Muqarrin RA,
panglima perang kaum Muslimin ketika berperang melawan Persia di Nahawand,
dengan jumlah pasukan yang jauh tidak seimbang, di mana pasukan kaum Muslimin
jauh lebih sedikit ketimbang jumlah pasukan Persia. Num’an bin Muqarrin dengan
kecerdasan intelegensianya segera memberikan komando serentak kepada pasukan,
pada saat musuh telah tampak dari kajauhan, strategi agar kaum Muslimin
kelihatan banyak dan bermilitansi tinggi, maka dibuatlah komando serentak
melalui aba-aba takbir serentak secara berbarengan. Takbir pertama, seluruh
pasukan kaum Muslimin bersiap-siap di samping kendaraan tunggangannya, takbir
kedua mereka serempak menurunkan peralatan dan perlengkapan tenda nya, takbir
ketiga mereka serentak mendirikan kemahnya dalam waktu yang sangat cepat. Hal
ini menimbulkan ketakutan di kalangan pasukan Persia, setiap mereka
mendengarkan gemuruh takbir membahana di tengah pasukan kaum Muslimin.
Demikianlah,pentingnya
membangun image sebagai sebuah strategi memenangkan pertarungan, strategi
membangun image ini tidak hanya dibutuhkan pada konteks jihad askary, tetapi
juga jihad siyasi. Intinya adalah bagaimana kita dapat bermain cantik, smooth
dan efektif dalam memenangkan pertarungan antara al-haq dan al-bathil,
sebagaimana pesan salah seorang ashabul Kahfi :
“Dan hendaklah ia berlaku
lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (QS. Al-Kahfi ; 19)
Juga dapat kita fahami dari
firman Allah di atas,bahwa tidak boleh untuk memperlihakan keadaan dan selalu
tersamar dalam dakwah sehingga saat yang tepat untuk memproklamirkan diri di
tengah masyarakat.Namun bukan berarti melakukan perbuatan yang tidak baik,tapi
perlu kita memaklumi bahwa dalam setiap gerakan dan komunias tentu memiliki
rahasia pribadi yang tabu untuk diperlihatkan kepada luar dari komunitas
tersebut,demi untuk menjaga keutuhan dan kelangsungan gerakan dan manhaj yang
dicita citakan itu.
Sekian