BERITA AL MAHDI I










1.  BERITA AL MAHDY
Alaihi salam








Berikut ini adalah kependekan-kependekan yang lazim digunakan di dalam buku ini.

1. Khusus Untuk Allah, Tuhan Yang Maha Esa:
SWT-  Subhanahuwata'ala.

2. Untuk Nabi-nabi:
SAW
 Sallallahu 'Alaihi Wasallam (untuk Nabi Muhammad al-Mustafa saja).
AS
  1. 'Alaihis Salam (seorang rasul / nabi, selain Nabi Muhammad Al-Amin).
  2. 'Alaihumas Salam (dua orang rasul / nabi, mana-mana dua dari mereka).
  3. 'Alaihimus Salam (tiga orang  rasul / nabi atau lebih, sebagian dari mereka).
3. Untuk Para Sahabat:
KMW
Karramallahu Wajhah (khusus untuk Sayidina Ali bin Abi Talib saja).
RA
  1. Radhiyallahu 'Anhu (seorang sahabat, mana-mana seorang di antara mereka).
  2. Radhiyallahu 'Anha (seorang sahabiah yaitu sahabat wanita).
  3. Radhiyallahu 'Anhuma (dua orang sahabat serentak, lazimnya orangtua dan anaknya).
  4. Radhiyallahu 'Anhum (banyak sahabat, sekumpulan dari mereka
4. Untuk Para Tabiin, Tabiit Tabiin dan Ulama Muktabar:
RH
  1. Rahimahullahu Ta'ala 'Anhu (seorang tabiin, tabiit tabiin atau ulama muktabar).
  2. Rahimahullahu Ta'ala 'Anhuma (dua orang dari mereka)
  3. Rahimahullahu Ta'ala 'Anhum (sejumlah dari mereka).
Persoalan Yang Dipertanyakan Orang
Bukankah Baginda Rasulullah pernah menyebutkan orang yang enggan berselawat kepada baginda sebagai orang yang kikir? Para ulama juga sudah dengan sangat jelas menyatakan bahwa tidak boleh memendekkan perkataan selawat ke atas baginda itu. Bolehkah dipendekkan juga?
Hukum memendek atau meringkaskan perkataan selawat ke atas baginda Nabi Muhammad dan rasul-rasul yang lain memang makruh, dan dianggap sebagai umat baginda yang bakhil. Itu sudah jelas dan terang nyata hukumnya, laksana terangnya matahari yang memancar. Tetapi ini benar dan berlaku hanya pada kitab-kitab yang ditulis dengan huruf-huruf jawi atau huruf-huruf Arab. Hukum makruh ini tidak dapat dikaitkan dengan tulisan huruf latin karena jika kalimat selawat itu ditulis juga sepenuhnya dengan huruf latin, bunyinya tetap tidak akan sama dengan bunyi asalnya (yang ditulis) dalam huruf Arab.

Oleh karena itu, memendek atau meringkaskan bacaan selawat ke atas Nabi Muhammad al-Mustafa dengan ringkasan seperti SAW, S.A.W., (SAW) atau S. A. W. itu tidak mendatangkan makruh. Ringkasan yang ditulis itu adalah lambang bagi sebutan yang sebenarnya di dalam bahasa Arab. Malah para penulis yang menulis dengan penuh bacaan selawat itu dalam tulisan latin, tidak akan mendatangkan pahala, malah menunjukkan kekeliruan dan ketidakfahamannya terhadap pokok persoalan yang sebenarnya, dan sekaligus merupakan perbuatan yang sia-sia
0004 A. Muqaddimah
Imam Mahdi adalah satu nama yang cukup gah di kalangan umat Islam seluruh dunia, sejak dahulu hinggalah hari kiamat. Imam Mahdi atau sebutan Melayunya, Imam Mahadi, sudah mendarah daging di kalangan umat Islam. Semua umat Islam yang mencintai kebenaran, sudah pasti ternanti-nanti bilakah akan munculnya Imam yang sebenar itu, tangan yang cukup kuat untuk melakukan tangkisan ghaib untuk semua umat Islam terhadap segala perkara, dari yang sekecil-kecilnya hinggalah kepada yang sebesar-besarnya, sehingga hidup mereka menjadi sangat aman, makmur, bahagia, penuh berkat dan mencapai kemuncak keemasan bagi segala zaman keemasan.
Sebenarnya, kitab-kitab karangan para ulama sejak dari zaman dahulu hinggalah ke saat yang terkini, yang ditulis baik secara khusus atau secara umum, yang menyentuh mengenai Imam Mahdi adalah terlalu banyak, jauh lebih banyak daripada hadis-hadis yang ada, yang menyebut tentang diri Imam Mahdi itu sendiri
Begitu juga buku-buku ilmiah, kertas-kertas kerja, tesis-tesis dan sebagainya yang ada kaitannya dengan Imam Mahdi itu, baik yang ditulis oleh orang yang memang ahli ilmu atau oleh orang biasa, sudah terlalu banyak hingga tidak dapat lagi disenaraikan, karena sudah terlalu banyaknya. Di samping itu, kebanyakannya sudah diterbitkan, manakala sebagian besar lagi masih dalam bentuk mentah - belum diterbitkan oleh pihak manapun.
Tujuan mereka menulis kitab, buku, kertas kerja, tesis, analisis, dan sebagainya itu juga ada bermacam-macam. Ada yang tujuannya semata-mata untuk memberi ilmu kepada semua umat Islam sepanjang zaman, ada yang tujuannya untuk mendapatkan uang - mencari untung semata-mata, ada yang menulis karena ingin mendapatkan segulung ijazah, ada yang bertujuan mencari nama, ada yang menulis untuk menambahkan jumlah kitab-kitab karangannya, ada yang menulis karena minat terhadap bidang penulisan, ada yang menulis karena mau mempertahankan kesahihan hadis-hadis Imam Mahdi dari dituduh secara sembrono sebagai amat dhaif malah mauduk, walaupun sebenarnya tidak demikian, ada yang menulis karena mau mempertahankan kebenaran munculnya Imam Mahdi dan bermacam-macam niat lagi.
Ada yang menulis mengenai Imam Mahdi itu dari satu aspek saja, ada yang menulis dari dua tiga aspek, dan banyak yang menulis dalam banyak aspek. Banyak karangan tersebut yang berbentuk cerita, untuk memberi lebih kefahaman kepada orang ramai terutamanya kanak-kanak dan orang yang baru belajar mengenali Imam Mahdi itu. Bentuk ini dapat membebaskan mereka dari ikatan hadis-hadis yang banyak itu dan memberikan lebih ruang kepada mereka untuk menyalurkan pendapat dan pandangan sendiri. Ada karangan yang berbentuk uraian hadis, ada yang berbentuk penilaian hadis-hadis baik boleh dipercaya atau tidak, ada yang berbentuk kritikan baik terhadap rawi maupun terhadap isi kandungan hadis itu sendiri, ada yang berbentuk penjelasan terhadap permasalahan semasa Imam Mahdi yang selalu ditimbulkan, ada yang berbentuk ringkasan cerita dan banyak pula yang berbentuk ringkasan yaitu hadis-hadis dimasukkan tanpa ulasan atau komentar apapun.
Ada yang begitu rajin memberikan sumber rujukannya secara lengkap, berserta ulasan sama ada hadis itu sahih, hasan atau dhaif. Kebanyakan hadis yang diberi disertakan lengkap sanad-sanadnya untuk lebih meyakinkan dirinya dan para pembaca. Yang mengkaji Imam Mahdi dari mazhab lain juga amat banyak, terutama di daerah Timur Tengah dan Utara Afrika sana. Selain ditulis, banyak pula yang dibincangkan secara hangat di pentas pelbagai jenis forum, seminar, simposium, kolokium, ceramah, penerangan dan bermacam-macam nama lagi. Namun hasilnya, umat Islam di seluruh dunia masih tetap berpecah seperti sebelumnya juga, tidak berkurang.
Yang menulisnya itu, ada yang imam mujtahid, ada yang imam mujaddid, ada yang ulama besar yang fakih, ada ulama besar yang fiqh, ada yang ulama kecil, ada yang ahli tasawuf, ada yang ahli sejarah, ada yang ahli hadis terkemuka, ada yang merupakan sarjana, ada yang merupakan ahli akademik, ada yang ahli kemasyarakatan, ada yang merupakan peramal masa hadapan, ada yang orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani dan ada yang orang biasa, ada yang dari kalangan orientalis Barat, malah ada yang menulis semata-mata karena cukup berminat dengan pribadi Imam Mahdi yang dijanjikan itu.
Penulis sendiri, pada tahap awalnya tidak berhasrat untuk menulis mengenai Imam Mahdi ini dengan dua alasan utama. Pertama, karena sudah terlalu banyak buku dan kitab di pasaran yang menceritakan secara lengkap mengenai Imam Mahdi. Terdapat bermacam-macam bentuk penulisan dan gaya mereka untuk menarik minat orang ramai agar membeli buku keluaran mereka. Tajuk-tajuk yang diberikan juga amat menarik dan penuh psikologi. Membaca buku-buku dan kitab karangan mereka sudah cukup memuaskan hati dan menambahkan ilmu.
Kedua, karena penulis sendiri bukanlah orang yang terlalu ahli dalam bidang ini. Penulis sendiri ketika itu masih belajar dan mencari hadis-hadis yang berkaitan dengan Imam Mahdi itu. Karena itu, penulis tidak bercadang untuk menulis dan menambahkan lagi kemeriahan buku-buku mengenai Imam Mahdi ini. Cukuplah dengan apa yang sudahpun ada di kalangan umat Islam.
Tetapi rupanya kehendak Allah itu tidak dapat dihalang oleh sesiapa pun dan dengan apa cara pun. Dia Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak. Dia juga Maha Tahu setiap apa yang dibuat-Nya. Setelah mengkaji dengan lebih dalam dan lama, rupa-rupanya ada banyak perkara yang selama ini tidak tersingkap di sebalik hadis-hadis yang jika dilihat sekali lalu, sangatlah bertentangan antara satu sama lain dan juga isinya kelihatan berterabur di sana-sini.
Juga karena banyak daripada hadis berkenaan yang selama ini didakwa sebagai dhaif, malah banyak yang dikatakan mauduk, tetapi yang sebenarnya tidaklah demikian. Banyak pula hadis-hadis berkenaan yang jika dilihat  secara kasar, amat berlawanan matannya antara satu sama lain. Hadis-hadis  yang begini sifatnya sepatutnyalah dikaji semula dengan lebih mendalam, dinilai balik menurut ukuran zaman sekarang, karena Imam Mahdi itu zahir pada zaman kita - bukan pada zaman delapan ratus tahun yang lalu, atau empat ratus tahun yang lalu - kemudian diuraikan kembali menurut tafsiran yang lebih sahih dan sesuai dengan zaman kita ini.
Sebab itulah juga rupanya yang mendorong penulis untuk mengemukakan kembali hadis-hadis mengenai diri Imam Mahdi itu, dengan harapan supaya hadis-hadis itu tidak disalah anggapkan sebagai dhaif dan berlawanan. Maka motif utama penulisan buku ini adalah untuk mengembalikan hadis-hadis yang selama ini dipandang serong dan dhaif oleh sebagian besar umat Islam - termasuk para cendekiawannya - ke tempatnya semula, tempat yang selayaknya untuk hadis-hadis Nabi SAW yang mulia itu.
Salah satu sebab utama buku ini ditulis pun adalah karena di dalam tulisan mereka, penulis-penulis lain tidak berani memasukkan hadis-hadis yang dilihat berlawanan karena pada pendapat mereka, tindakan ini hanya mengundang lebih banyak masalah daripada baiknya dan kemungkinan pula mereka sendiri turut terpengaruh (secara sadar atau tidak) dengan pendapat yang menerima sebagian hadis saja dan meninggalkan sama sekali (dengan hati yang berat) sebagian lagi yang dilihatnya amat bertentangan itu. Antara tujuannya adalah untuk mengelakkan kekeliruan di hati mereka dan di hati pembaca. Isi-isi hadis berkenaan yang amat tersirat itu juga dilihat seperti berserakan di sana-sini, sehingga terpaksa disusun semula dengan teliti untuk mendapatkan rahasia sebenar di dalamnya
Penulis-penulis yang seperti ini kebanyakannya adalah dari kalangan sarjana modern yang mengambil jurusan Usuluddin atau Mustalah Hadis sedangkan mereka masih kurang kajiannya. Mereka hanya membaca buku-buku para penafi kemunculan Imam Mahdi dan sebuah dua kitab lama yang dijadikan kajian kasus, kemudian langsung membuat ulasan berdasarkan apa yang dibacanya tadi. Malah banyak pula yang mengambil bulat-bulat pendapat dari orientalis Barat. Lazimnya para orientalis mengkaji kitab-kitab berkenaan hanya untuk mengkritik saja, bukan untuk diyakini dan bukan pula untuk mendapatkan hidayah Allah daripadanya.
Asalkan dapat ijazah, sudah. Betul atau tidak, itu cerita lain. Walaupun jumlah mereka yang sebegini tidak terlalu banyak, keadaan ini tetap berlanjut dari masa ke semasa. Ada saja muncul di sana sini para penyambung lidah cendekiawan atau sarjana terdahulu, yang menyebutkan hal ini, membawa hujah dan dalil baru pula. Semuanya kelihatan begitu hebat dengan ilmunya dan yakin pula dengan pendapat akalnya itu, yaitu berdasarkan perahan akal fikirannya yang didasarkan kepada rumusan beberapa pendapat sebelumnya. Maka banyaklah pendapat para sarjana dan cendekiawan Islam hari ini yang menjurus kepada tidak mempercayai kemunculan Imam Mahdi, berdasarkan akal logika mereka, dan juga berdasarkan ilmu yang sampai pada akal fikiran mereka.
Semestinya mereka mengkaji lebih banyak lagi buku-buku dan ulasan yang diberikan oleh para Huffaz yang kenamaan, serta ulama bertaraf mujtahid sejak zaman dahulu. Tidak patutlah mereka ini bersikap berat sebelah sepanjang membuat kajian berkenaan. Kalaulah mereka membaca kitab-kitab tersebut dengan teliti dan seksama di samping memohon petunjuk daripada Allah, pasti mereka akan malu untuk mendakwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu sebagai terlalu dhaif atau mauduk.
Bukanlah pula di sini bermakna penulis seorang yang terlalu berani meletakkan sesebuah hadis secara sembrono saja tanpa memperhatikan sahih tidaknya hadis-hadis terkait, tetapi berdasarkan kesesuaian masa dengan maksud hadis-hadis berkenaan dan kepercayaan kepada rawi-rawi dalam riwayat hadis berkenaan, di samping meneliti kesesuaian matan hadis-hadis daif berkenaan dengan suasana terkini pada hari ini. Selain itu, penelitian para Huffaz yang kenamaan mengenai hal ini turut banyak mempengaruhi penulis.
Juga, karena tidak ditemui lagi buku yang menceritakan fasa-fasa pemerintahan Imam Mahdi itu secara menyeluruh, menyebabkan hadis-hadis itu tidak diletakkan ke tempat sebenarnya. Hanya setelah meletakkan sesebuah hadis ke tempat sebenarnya, barulah dapat kita lihat betapa hadis-hadis itu tidak bertentangan sebenarnya. Situasi ini gagal diketahui, ditangkap dan digarap oleh kebanyakan orang pada hari ini, termasuk yang menggelarkan dirinya sebagai ulama, cendekiawan, sarjana, profesional, ahli akademik dan golongan terpelajar.
Hal ini seperti sengaja dilakukan oleh para ulama besar zaman dahulu, untuk memberi peluang kepada ulama zaman mutakhir ini untuk menulis dengan lebih terperinci lagi mengenai Imam Mahdi, yang akan lahir pada zaman mereka pula, dan menyerahkan tugas menulis kembali periwayatan hadis-hadis berkenaan kepada mereka. Allahlah yang memberikan kita semua taufik dan hidayah-Nya secara yang amat meliputi.
Bagi kebanyakan hadis yang disertakan itu, penulis sertakan juga uraian ringkas di bawahnya, dengan tujuan menambahkan lagi kefahaman dan keyakinan terhadap isi kandungan hadis berkenaan, yang dirasakan sesuai dengan suasana pada hari ini - suasana akhir zaman. Pada bagian-bagian akhirnya pula, hadis-hadis itu dibiarkan begitu saja tanpa ulasan, karena penulis serahkan sepenuh kefahamannya kepada setiap individu. Tasawur awal telah diberi, maka yang selebihnya atas keupayaan pemahaman masing-masing.
Demikianlah harapan besar dari penulis dan orang-orang yang mencintai kebenaran sejati, semoga dengan terbitnya buku kecil ini, dapatlah dibetulkan kembali pandangan yang silap dari umat Islam terhadap pribadi Imam Mahdi itu dan terhadap hadis-hadis yang selama ini dipandang berlawanan antara satu sama lain. Semoga hadis-hadis itu dapat dikembalikan semula ke tempat yang selayak untuknya. Ini zaman Imam Mahdi, patutlah kita sama-sama mengkaji kepribadian beliau yang selama ini masih terselimut kukuh dengan pelbagai teka-teki dan misteri. Ini juga zaman Pemuda Bani Tamim, Syuaib bin Saleh, maka perlu sangatlah kita meneliti dan mendalami hadis-hadis yang banyak menyebutkan tentang kepribadiannya, perjuangannya dan kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya seperti yang tertera dalam hadis-hadis tersebut.
Harapan yang paling besar dari penulis, semoga tulisan ini akan menjadi pembuka pikiran kita semua dalam meneruskan perjuangan ini - perjuangan akhir zaman, perjuangan yang paling getir dan dan paling bermakna. Semoga hasil di dunianya akan kita lihat dan rasakan sepenuh hati dan perasaan. Yaitu sebelum hasil sesunggunya perjuangan kita itu kita dapatkan di akhirat sana nanti.
Hasil perjuangan itu adalah yang paling bernilai bagi seluruh umat Islam sepanjang zaman, yaitu zahirnya Imam Mahdi yang sangat ditunggu dan dirindu. Setiap hati yang jernih pastilah amat merindui zaman yang dijanjikan itu, suatu zaman yang gilang-gemilang dan tiada taranya, penuh keberkatan dan kemakmuran, penuh iman dan amal soleh, tiada pertumpahan darah, pertengkaran, malah tidak perasaan buruk walau antara dua orang pun di dunia ini.
Sesiapa yang tidak merindukan ketibaan Imam Mahdi bolehlah dikatakan tidak sempurna keimanan dan kecintaannya kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW. Juga kepada Ahlulbait. Kata-kata ini bukanlah tidak berasas sama sekali atau mengada-ngada. Jika kita lihat dengan teliti ungkapan para sahabat Radhiyallahu 'Anhum setelah kewafatan Nabi SAW, kita akan dapati bahwa mereka sendiri turut mengharapkan agar Imam Mahdi itu lahir dan muncul pada masa mereka masih hidup, walaupun mereka amat tahu dan arif bahwa hal ini tidak akan berlaku sama sekali pada zaman mereka.
Begitu pula sunnah para tabi'in dan tabi'it tabi'in, mereka memang sangat mengharapkan Imam Mahdi itu keluar pada masa mereka, walaupun mereka sangat arif bahwa Imam Mahdi itu tidak akan keluar pada zaman mereka. Hal ini dapat dilihat dalam riwayat yang sampai kepada kita mengenai keyakinan mereka bahwa Imam Mahdi itu akan muncul dalam tahun sekian-sekian.
Ini menjelaskan lagi bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu memang benar dan sahih. Jika tidak, masakan mereka yang mulia itu sanggup menghabiskan masa menyebutkan hal yang (jika tidak benar dan tidak ada dalam agama) tidak ada dasarnya dalam agama, dan mengkaji hadis-hadis mengenainya. Mereka juga saling berbincang antara satu sama lain dengan tujuan yang sama pula.
Ini juga menjadi salah satu faktor pendorong untuk penulis mengkaji lebih mendalam lagi tajuk ini, sekaligus membantu menguatkan lagi hujah bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu memang benar lagi sahih. Sifat hadis-hadis itu adalah mutawatir, seperti yang telah diakui oleh para Huffaz di seluruh dunia, sejak zaman-berzaman. Apa lagi yang boleh kita katakan, setelah para Huffaz dengan suara bulat mengakui kebenaran hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu, dan menyatakannya sebagai mutawatir.
Mereka juga sangat-sangat mengharapkan agar Imam Mahdi itu muncul pada zaman mereka. Mereka, para tabiin dan tabiit tabiin tadi, memang telah diketahui, terutama oleh ahli-ahli tasawuf, sebagai golongan yang tidak banyak berbicara, tidak suka berbicara melainkan pada perkara yang hak, tidak suka omong kosong dan tidak mau menghabiskan masa pada perkara yang tidak berfaedah pada agama dan dunia. Masakan mereka mau membicarakan perihal Imam Mahdi jika perkara itu merupakan bidaah dan hadis-hadisnya dikatakan sebagai hadis palsu.
Mereka tiada sebarang kepentingan dalam memperkatakan masalah ini, sama ada kepentingan yang bersifat pribadi, apalah lagi kekeluargaan dan perkauman masing-masing. Jauh lagilah daripada mau mengangkat mana-mana pemerintah ke kedudukan yang lebih baik. Mereka tidak semudah itu memperdagangkan ilmu dan keyakinan mereka untuk mereka tukarkan dengan mata benda yang amat kecil nilainya pada sisi Allah itu.
Lagipun, menurut kaedah syarak seperti yang telah ditetapkan oleh para ulama tahqiq, apabila ramai ulama yang mujtahid menentukan sesuatu perkara, adalah mustahil bahwa perkara yang ditetapkan itu salah atau batil. Lagi pun, golongan ulama yang menolak konsep Imam Mahdi ini adalah datangnya daripada ulama mutaakhirin, sedangkan para ulama awwalin tidak ada seorang pun yang kita ketahui menolaknya. Sehabis-habis tidak pun, mereka mendiamkan diri saja daripada menyebutkan persoalan Imam Mahdi ini.
Selain itu, penulis sendiri amatlah berharap agar di dalam buku ini dapatlah disatukan sebagian besar - jika tidak pun keseluruhan - tanggapan, pendapat, uraian dan pandangan yang berbeda-beda terhadap pribadi Imam Mahdi itu sendiri. Memang sebelum ini penulis masih lagi belum menjumpai buku yang benar-benar berusaha memberikan uraian yang dapat menyatukan kesemua pandangan dan uraian yang berbeda-beda tentang Imam Mahdi itu, walaupun masing-masing menggunakan hadis dan sumber yang sama dalam memberikan hujah masing-masing. Maka, penulis amat berharap agar dapat disatukan semua pandangan asas mereka, biar pun secara amat ringkas.
Pandangan dan uraian yang dimaksudkan adalah uraian para ulama ahli kalam yang menceritakan mengenai Imam Mahdi menurut pandangan mereka sebagai ahli ilmu kalam, juga pandangan para ulama hadis yang sudah mencapai taraf Huffaz dalam ilmu mereka, juga pandangan para ulama yang khusus mengkaji tentang Imam Mahdi dan membukukan pandangan masing-masing, juga pandangan para sarjana modern yang pro dan kontra terhadap Imam Mahdi, pandangan para ulama sufi yang melihat Imam Mahdi dari sudut pandangan mereka sendiri, dan pandangan ulama akhir zaman yang terlibat secara langsung mengenai Imam Mahdi ini.
Maka dengan menggabungkan keenam-enam pandangan, tanggapan, uraian, tafsiran dan pendapat ini, penulis amat berharap agar semua pandangan ini dapat disatukan dan difahami secara yang lebih komprehensif dan kolektif, tidak lagi secara yang samar-samar dan tercerai-cerai. Penulis amat yakin bahwa satu titik pertemuan dapat dicari untuk keenam-enamnya karena semua mereka menggunakan sumber yang sama dalam menjelaskan perkara itu. Hanya karena masing-masing kurang memerhatikan pendapat golongan lain, maka titik pertemuan yang sebenarnya satu saja itu jadi terpecah-pecah dan seolah-olah tidak dapat disatukan lagi.
Selain itu, penulis juga memasukkan uraian-uraian yang dirasakan relevan dengan kehendak-kehendak semasa dan situasi zaman modern. Setiap hadis, asar sahabat dan ungkapan tabiin itu perlu dilihat dari sudut kita yang hidup pada zaman ini, bukannya menurut pandangan pada zaman tabiin dahulu. Sebabnya, para sahabat dan tabiin melihat zaman kita ini menurut kasyaf yang terbuka kepada mereka, dan mereka memahaminya menurut apa yang ada pada zaman kita, namun terpaksa disesuaikan ungkapannya dengan suasana zaman mereka hidup, untuk mengelakkan fitnah dan sangkaan-sangkaan buruk kebanyakan umat pada zaman itu.
Maka tugas kita lah pula untuk menerjemahkannya kembali, sesuai menurut keadaan pada zaman kita ini, karena para sahabat dan tabi'in itu menceritakan sesuatu yang terjadi pada zaman kita, bukannya sesuatu yang berlaku pada zaman mereka. Maka satu titik pertemuan antara dua zaman yang amat jauh berbeda itu perlu dicari dengan menggunakan kaedah dan alat yang sesuai, dan diselesaikan menurut apa yang ada pada zaman kita ini, agar asar dan ungkapan tabiin itu tidak terus menerus dipandang keliru atau ditolak ke tepi.
Dengan menggabungkan keenam unsur penting itu di samping uraian yang dirasakan sesuai dan perlu dengan keadaan zaman ini, diharapkan semua bentuk kefahaman dan penjelasan dapat disatukan sepenuhnya. Apa perlunya kita berbeda-beda pendapat sedangkan perkara yang diperselisihkan adalah satu dan orang yang akan muncul kelak itu pun hanya satu itulah. Maka pada pribadi Imam Mahdi itulah juga segala perkara akan dikembalikan. Beliau jugalah yang akan menyatukan akidah kita semuanya menajdi satu saja, yang akan menyatukan fiqih kita kepada satu, yang akan menyatukan tasawuf kita kepada satu saja, menyatukan tenaga, iman dan agama kita, negara kita dan lain-lainnya kepada satu saja, tidak ada duanya atau tiganya.
Hanya inilah saja caranya kita dapat menyelesaikan sesuatu masalah agama yang timbul di kalangan umat Islam. Kita tidak ada cara lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan agama kita sendiri. Kembalilah kepada Al-Quran dan Hadis Nabi SAW. Itulah yang terbaik dan itulah juga yang dikehendaki oleh agama kita yang suci dan mulia ini. Sama-samalah kita memanjatkan doa kepada Allah agar kita diberikan-Nya hidayah untuk memahami ajaran sesungguhnya agama Islam ini dan seterusnya mengamalkannya sungguh-sungguh dalam kehidupan kita sehari-harian.
Selamat membaca!
Sekianlah adanya, Allahu Waliyut Taufiq Wal Hidayah.


* * * * *





0005 Uraian Bagi Istilah MAHDI
Di dalam buku ini, penulis pada awalnya, sebenarnya tidaklah begitu ingin untuk menguraikan secara lengkap akan maksud dan pengertian bagi istilah al-Mahdi itu. Para sarjana dan cendekiawan Islam di seluruh dunia telahpun menguraikan secara panjang lebar akan maksud kalimah Mahdi. Malah ada yang menulis risalah yang hanya memperkatakan tentang asal-usul dan maksud perkataan Mahdi itu saja. Begitulah mendalam dan halusnya penelitian mereka terhadap soal istilah ini. Berdasarkan hal itu, penulis berasa tidak perlulah menjelaskan maksud kata Mahdi tersebut.
Namun, terasa pula kekurangan yang nyata pada buku ini, karena para cendekiawan hari ini pasti tidak akan berpuas hati sekiranya maksud istilah Mahdi itu tidak dijelaskan, biar pun berupa uraian pendek. Sebenarnya bagi penulis, uraian istilah tidaklah penting sekali karena asal-usul penggunaan sesuatu istilah itu tidak membawa apa-apa akibat, melainkan jika istilah itu membawa makna sesuatu yang buruk. Selagi sesuatu istilah itu diluluskan syarak, boleh saja kita menggunakannya. Tidak perlulah mengkajinya secara mendalam dan disusur secara halus.
Perkataan Mahdi yang digunakan oleh orang-orang Melayu pada hari ini, berasal dari bahasa Arab asli, dipinjam oleh orang-orang Melayu dengan sedikit perubahan bunyi, yaitu Mahadi. Secara khusus di dalam bahasa Melayu, Mahadi atau Mahdi adalah merujuk kepada suatu jawatan yang sangat mulia, yang akan muncul pada akhir zaman, membangunkan Islam dan meninggikannya di atas agama-agama lain. Biasanya orang-orang Melayu menyebutnya sebagai Imam Mahadi, sebagai suatu penghormatan kepada beliau. Malah ada orang Melayu menyebutkannya sebagai baginda, merujuk kepada ketinggian keturunannya. Ada juga ulama yang menggunakan isim muannas, yaitu dengan menyebutnya Mahdiah, atau pengikut Mahdiah.
Sehubungan itu, untuk mengambil berkat daripada gelaran al-Mahdi itu, banyaklah orang Melayu di Nusantara ini sejak dahulu lagi, menamakan anak mereka dengan nama Mahadi, baik secara tunggal atau ditambah nama lain di hadapan atau belakangnya. Contohnya Mahadi bin Abdullah. Yang ditambah namanya seperti Puteh Mahadi bin Puteh Ramli dan sebagainya. Yang dua di atas adalah sekadar contoh saja, bukan sebenarnya.
Namun, orang-orang Melayu pada hari ini sudah kurang menghormati Imam Mahdi, karena para sarjana dan cendekiawan Islam-Melayu hanya menyebutkan beliau sebagai Mahdi atau al-Mahdi saja, tidak seperti yang lazim dilakukan oleh orang-orang Melayu zaman dahulu, yang memanggilnya Imam Mahadi sebagai tanda penghormatan kepadanya. Dan dalam buku ini, penulis sendiri pun ikut banyak menggunakan istilah Mahdi atau al-Mahdi saja, untuk menghemat ruang, bukan karena terpengaruh dengan sebutan para cendekiawan tadi.
Menurut bahasa Arab pula, istilah al-Mahdi atau Mahdi berarti 'orang yang mendapat petunjuk'. Dari segi istilahnya pula, petunjuk yang dimaksudkan adalah petunjuk dari Allah, yaitu sama dengan petunjuk yang pernah diterima oleh keempat-empat orang Khalifah Rasulullah SAW dahulu. Petunjuk yang dimaksudkan adalah petunjuk untuk membawa seluruh manusia kepada Allah, petunjuk dalam kepemimpinan mereka dan petunjuk khusus untuk diri mereka, yang tidak didapat oleh sembarang orang, pada sembarang masa dan pada sembarang tempat saja.
Mereka menjadi jalan untuk orang banyak mendapatkan Tuhan mereka, sehingga mereka menjadikan Allah SWT itu penuh di segenap ruang hati mereka, senantiasa basah di hujung lidah mereka, senantiasa bergerak pada setiap suku anggota tubuh badan mereka, senantiasa turun dan naik bersama-sama turun dan naiknya nafas mereka, senantiasa hidup bersama-sama roh mereka dan senantiasa mencahayai akal fikiran mereka. Tuhan itulah cinta kasih mereka, cinta agung mereka, malah segala-galanya Tuhanlah yang dihadapkan, seterusnya menjadikan mereka bangsa yang tinggi imannya, tinggi takwanya, tinggi amalannya, tinggi agamanya dan tinggi sebutannya. Perkara-perkara inilah yang perlu diperjuangkan kembali oleh kita, agar kita mendapatkannya kembali, suatu permata paling berharga yang telah sekian lama hilang dari dalam diri kita. Tenggelam ditelan oleh lubuk lumpur jahiliyah kali kedua yang lebih dikenali oleh kita sebagai jahiliyah modern.
Juga dimaksudkan bahwa sesiapa yang mengikut sungguh-sungguh Imam Mahdi itu setelah munculnya kelak, akan diberikan petunjuk oleh Allah SWT kepadanya dalam urusan agamanya, akhiratnya dan dunianya. Dan orang yang tidak mau mengikuti Imam Mahdi itu, nyata dilihat oleh mata kasar, tidak akan mendapat petunjuk daripada Allah.
Maksud-maksud yang halus dan mendalam inilah yang masih terselimut kukuh dari pengetahuan para sarjana dan cendekiawan Islam, dan jika mereka tahu pun, tidak dapat diselesaikan atau diketemukan lagi. Demikianlah serba sedikit uraian mengenai istilah Mahdi itu sendiri, dari persepsi dua bahasa dan dua bangsa, yang menguasai dunia dan memperjuangkan Islam pada dua zaman. Itulah bahasa Melayu dan bahasa Arab, bangsa Melayu dan bangsa Arab, yang menguasai dunia pada awal kurun Hijrah dan pada akhir kurun Hijrah, mereka jugalah yang gigih memperjuangkan Islam pada awal kurun Hijrah dan akhir kurun Hijrah.
Dan seperti dimaklumi, al-Mahdi itu adalah gelarannya, bukan namanya. Namanya yang sesungguhnya adalah Muhammad bin Abdullah. Namanya di langit ialah Ahmad. Sebab-sebab beliau digelar sebagai al-Mahdi itu adalah karena Rasulullah SAW sendiri yang menyebut beliau dengan panggilan al-Mahdi. Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW hendaklah menghormatinya dengan memanggilnya Imam Mahdi. Rasulullah SAW bolehlah memanggilnya Mahdi saja karena Imam Mahdi itu adalah anak cucunya, sedangkan kita adalah pengikut dan umatnya saja. Selain itu, baginda SAW adalah seorang yang bertaraf rasul, sedangkan Imam Mahdi itu hanyalah seorang yang bertaraf wali saja. Layaklah baginda SAW memanggilnya Mahdi saja. Baginda SAW juga adalah rasul kita semua, dan Imam Mahdi itu adalah salah seorang umat baginda SAW sendiri.
Oleh karena itu pula, layaklah pula kita memanggilnya Imam, sebagai tanda kita amat mengasihi dan menghormatinya. Hal ini sebenarnya telah disetujui oleh sekalian ulama, karena menurut mereka, gelaran al-Mahdi itu adalah suatu gelaran yang bersifat syar'i. Ulama hadis telah menapis semua riwayat mengenainya hingga nyatalah kebenarannya. Demikian diuraikan akan kata-kata Al-Allamah al-Muhaddis as-Sayid Ahmad al-Ghumari.
Selain itu, ada dua buah asar sahabat RA yang menjelaskan sebab-sebab beliau dinamakan sebagai al-Mahdi. Asar pertama datang daripada riwayat Imam Amrud Dani al-Hafiz, dalam Sunannya. Beliau mengambil riwayat daripada Abdullah bin Syauzab, yang katanya, sebab beliau dinamakan dengan al-Mahdi adalah karena dinisbahkan kepada sebuah gunung di Syam, tempat lembaran-lembaran Kitab Taurat yang asli akan dikeluarkan kembali yang akan membuktikan kesesatan kaum Yahudi hingga mereka mengakuinya dan memeluk agama Islam. Maknanya, Imam Mahdi itu dapat membawa petunjuk kepada ramai kaum Yahudi yang amat kukuh dibelenggu oleh kesesatan itu.
Riwayat kedua adalah asar yang datang daripada Kaab bin Alqamah yang berkata, sebab beliau dipanggil al-Mahdi karena beliau memberi petunjuk dalam hal-hal yang tidak jelas atau tidak nyata. Beliau juga akan mengeluarkan peti yang berisi lembaran-lembaran Kitab Taurat dan lain-lain. Riwayat ini telah dikeluarkan oleh Imam Nuaim bin Hamad dalam kitabnya, Al-Fitan. Ringkasnya, Imam Mahdi adalah orang yang dapat memberi petunjuk dalam hal-hal yang selama ini tidak jelas atau tidak nyata, hingga nyatalah hukumnya dan rahasia-rahasianya kepada sekalian umat Islam dan juga orang-orang bukan Islam, termasuk orang-orang Yahudi.
Selain itu, istilah al-mahdi di dalam bahasa Arab juga bermaksud buaian. Ini adalah istilah yang umum digunakan oleh orang Arab, malah ada beberapa buah hadis yang menggunakan istilah al-mahdi dengan arti buaian. Contohnya sebuah hadis dhaif yang selalu kita dengar yang menyatakan kewajiban menuntut ilmu sejak dari dalam buaian hingga ke liang lahad.
Para pengikut Imam Mahdi digelar sebagai Mahdiyyin atau Mahdiyyun, yang artinya golongan Mahdi atau pengikut Imam Mahdi. Istilah ini masih belum digunakan secara umum lagi pada hari ini karena para pengikut Imam Mahdi masih belum dapat ditentukan batang tubuhnya oleh orang ramai. Juga karena Imam Mahdinya sendiri pun masih belum keluar ke dunia ini, maka pengikutnya pun masih belum ditentukan lagi. Yang pasti, pengikut Imam Mahdi ini bukanlah orang yang biasa, malah merupakan orang-orang yang sangat istimewa pada zamannya dan amat terpilih di antara yang amat terpilih.
Istilah Mahdiyyin atau Mahdiyyun juga digunakan untuk kumpulan atau golongan yang mempercayai konsep Imam Mahdi, atau menerima hadis-hadis mengenai Imam Mahdi dengan penuh yakin di dalam hati. Golongan ini adalah mayoritas masyarakat Islam sejak dahulu hingga ke hari ini, didahului oleh para ulama muktabar yang bertaraf mujaddid dan mujtahid, mendapat derajat wali-wali besar dan utama di kalangan umat ini
0005a Jenis-jenis al-Mahdi
Jenis-jenis al-Mahdi

Berdasarkan huraian dan keterangan ulama terdahulu, terdapat beberapa jenis al-Mahdi. Jika digabungkan semua pendapat dan hujah para ulama sejak zaman-berzaman, maka didapatlah beberapa jenis Mahdi. Berikut ini adalah beberapa jenis Mahdi dan huraiannya secara serba ringkas.
  1. Mahdi dalam hal kebaikan, yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Maka tidaklah salah jika kita meletakkan seseorang sebagai Imam Mahdi karena Khalifah Umar bin Abdul Aziz sendiri digelar orang sebagai Imam Mahdi, selagi yang dimaksudkan itu bukan Imam Mahdi yang sebenar. Tidak bolehlah kita menghukum sesat kepada seseorang yang mendakwa orang lain sebagai Imam Mahdi, selagi yang didakwa itu bukan bermaksud Imam Mahdi sebenar. Jika gelaran Mahdi itu salah jika diberikan kepada seseorang, tentulah para tabiin menjadi orang pertama yang menentangnya dengan sekeras-kerasmya. Mereka jugalah yang pertama yang akan menghukum si pendakwa itu sebagai sesat, syirik dan membahayakan akidah.
  2. Mahdi dalam hal peperangan yaitu orang yang sentiasa bergelimang dalam peperangan fi sabilillah. Dalam kes ini, Mahdi yang dimaksudkan adalah sekumpulan orang, yaitu orang-orang yang istiqamah dalam urusan perjuangan mereka itu, demi menegak dan meninggikan kalimah Allah di atas muka bumi ini.
  3. Mahdi dalam hal agama yaitu Nabi Isa bin Maryam AS. Beliau adalah orang yang sempurna Mahdinya yaitu tidak pernah melakukan dosa dan maksiat, yang bersifat dengan maksum, karena beliau adalah seorang nabi dan rasul, malah rasul yang Ulul ‘Azmi. Maka karena itulah beliau dianggap sebagai Imam Mahdi yang sempurna agamanya. Pemerintahannya ke atas seluruh dunia selepas kemangkatan Imam Mahdi adalah suatu yang pasti karena sudah disebutkan oleh Rasulullah SAW sendiri.
  4. Mahdi dalam hal pemerintahan yaitu Khulafa ur-Rasyidin yang berempat. Mereka dikatakan khalifah ‘yang mendapat petunjuk’ dalam pemerintahan mereka. Dan penggunaan istilah ‘yang mendapat petunjuk’ itu bermaksud bahwa mereka juga adalah al-Mahdi bagi umat ini, dan jumlah al-Mahdi ini adalah empat orang seperti yang lazim diketahui umum.
  5. Imam al-Mahdi yang Muntazar, hanya seorang sahaja yaitu Muhammad bin Abdullah, Ahlulbait AS. Inilah al-Mahdi yang sebenar, yang telah menimbulkan terlalu banyak kontroversi, suatu jawatan yang cukup diminati oleh sekian banyak orang, yang dibuktikan dengan terlalu banyaknya dakwaan sebagai Imam Mahdi. Namun satu perkara yang pasti adalah, al-Mahdi yang sebenar tetaplah Imam Mahdi, manakala yang palsu tetap akan lenyap. Ini sesuai dengan firman Allah SWT, “Apabila datang yang hak, yang batil pasti akan sirna…”
  6. Mahdi palsu yang sentiasa muncul di sana-sini dari semasa ke semasa. Inilah al-Mahdi palsu, yaitu golongan yang coba mengambil kesempatan di atas kejahilan dan kelemahan umat Islam untuk tujuan pribadi. Namun yang batil tetaplah batil, akhirnya pasti akan lenyap ditelan zaman, lenyap bersama-sama dengan lenyapnya si pendakwa dirinya Imam Mahdi itu.
  7. Mahdi di kalangan para aulia Allah. Mereka ini adalah wali-wali besar pada zaman mereka dan menjadi pemerintah bagi sekalian wali pada zaman masing-masing. Mereka ini adalah para Wali Qutub dan Wali Ghaus, yang mempunyai peranan yang cukup besar dalam Wilayah Auliya. Peranan mereka tidak begitu dikesan oleh orang awam, tetapi cukup dirasakan oleh kalangan wali-wali dan para solihin.
  8. Mahdi yang diambil berkat yaitu orang yang menggunakan gelaran al-Mahdi pada hujung namanya, bukan sebagai tokoh yang khas. Oleh karena Mahdi itu bermaksud orang yang mendapat petunjuk, maka beberapa orang pemerintah turut menggunakan gelaran al-Mahdi, dengan tujuan mengambil berkat daripada pribadi sebenar yang digelar al-Mahdi itu. Orang Melayu menamakan anak mereka dengan Mahadi, sebagai mengambil berkat tersebut.
0006 Persoalan Imam Mahdi Adalah Persoalan Sejagat
Masalah Imam Mahdi adalah masalah yang sangat rumit dan sukar pula untuk dihuraikan dengan tepat, jika dilihat dari segi ilmu sosiologi modern, ilmu hadis, ilmu sejarah dan ilmu tauhid. Ada pelbagai tanggapan dan tafsiran yang dapat dirumuskan daripada setiap pengakuan yang dibuat oleh para ulama dan sarjana.
Masalah ini adalah masalah yang paling kontroversi di kalangan umat Islam sejak dahulu hingga kini. Masalah Imam Mahdi ini boleh juga dikatakan sebagai masalah universal, yang melibatkan semua agama di dunia, sama ada agama samawi atau wasni. Sebabnya, Imam Mahdi itu adalah pemimpin sejagat, pemimpin bagi seluruh manusia, bukan sekadar pemimpin umat Islam atau sekelompok manusia sahaja.

Sejak dari zaman tabiin dan tabiit tabiin lagi, masalah Imam Mahdi sudah muncul dan ini menyebabkan banyak pihak coba mengambil peluang ini untuk menonjolkan diri dan keluarganya, malah tanah airnya kepada masyarakat umum dengan pengakuan sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu itu. Ini adalah berdasarkan beberapa riwayat yang dapat dikutip daripada para tabiin lagi. Salah satunya adalah seperti berikut.

Khalid bin Samir RH berkata,
Musa bin Talhah bin Ubaidillah lari daripada (kejaran tentera) Al-Mukhtar ke Kota Basrah karena penduduknya percaya bahwa dia adalah Imam Mahdi.”
Riwayat di atas menunjukkan dengan jelas memang masalah Imam Mahdi sudahpun diperkatakan sejak dari zaman tabiin lagi, dan tidak heranlah jika ia terus diperkatakan sehingga kini.

Sementelahan pula, orang ramai memang diakui sepanjang zaman sebagai tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi mengenai Imam Mahdi, walaupun diakui pula bahwa mereka cukup berminat dengan nama besar itu. Hal ini dikarenakan periwayatan mengenai Imam Mahdi jarang atau tidak dibuat secara terbuka dan terus terang karena ditakuti ada side effect dari pihak pemerintah pada zaman masing-masing terhadap diri mereka.
Jika didasarkan masalah ini secara umum, terdapat dua kelompok utama di kalangan umat Islam. Golongan pertama adalah golongan yang amat yakin akan kemunculan Imam Mahdi sehingga sebagiannya jadi berlebih-lebihan pula keyakinan mereka itu, pada hal itu tidaklah dituntut, melainkan jika ada bukti yang sahih, kabar yang yakin dan sumber yang hak. Akibatnya mereka jadi tersalah dan sesat. Kedua, ialah golongan yang langsung tidak mau percaya akan kemunculan Imam Mahdi sehingga memandang ringan masalah ini seringan-ringannya. Akibatnya, mereka kerugian satu ilmu yang amat berguna pada masa ini, masa umat Islam sedang begitu lemah akibat ditekan-tekan oleh pihak musuh dari semua arah. Huraian lanjut mengenainya ada disertakan pada bagian-bagian berikut nanti.

Memang diakui bahwa Imam Mahdi adalah harapan terakhir, sempadan terakhir dan benteng terakhir umat Islam. Bagindalah sebenarnya sumber agama dan penaik semangat umat Islam untuk meneruskan hidup dalam tekanan yang maha hebat oleh pihak musuh pada zaman ini. Nama Imam Mahdi itu sendiri pun sudah menjadi ‘bara yang terpendam’ di dalam lubuk hati setiap umat Islam yang sedang gigih berjuang menegakkan kalimah Allah di atas muka bumi ini.

Jika kita melihat berdasarkan sejarah umum di kalangan umat Islam, sudah terdapat lebih tiga ribu pribadi di seluruh dunia yang telah mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi sejak pertengahan tahun 200 Hijrah lagi sehinggalah ke hari ini. Sebagiannya pula didakwa oleh orang lain sebagai Imam Mahdi, sedangkan dia tidak pernah mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi. Ini sebenarnya melibatkan semua mazhab dalam Ilmu Tauhid seperti Ahlus Sunnah wal Jamaah, Syiah, Khawarij dan lain-lain lagi.

Pada setiap tahun, ada sahaja kedengaran berita bahwa si anu mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi dan berpusat di sekian sekian tempat. Pengikutnya pula memakai tanda-tanda atau pakaian tertentu, dengan slogan-slogan tertentu dan dengan matlamat yang tertentu pula. Ada yang radikal, ada yang sederhana radikal dan ada yang terus-menerus bergerak secara sembunyi-sembunyi, tanpa menampakkan sebarang tanda.

Pergerakan kumpulan mereka amat rahasia, tidak diketahui oleh orang luar. Mereka mempunyai buku-buku rujukan sendiri yang isinya amat pelik dan tidak ada kena-mengena dengan syariat, yang tidak boleh dibacakan kepada orang ramai secara terbuka. Amalan-amalan yang mereka lakukan juga jauh menyalahi amalan yang lazim terdapat di dalam syariat kita. Fatwa-fatwa mereka amat pelik dan tidak sesuai dituruti oleh orang ramai secara bebas, dibuat oleh ketua mereka dan hanya sesuai untuk kegunaan dalaman sahaja.

Kita seharusnya mengakui bahwa yang benar tetap benar, manakala yang salah itu tetaplah salahnya. Tidak boleh yang benar itu disalah-salahkan dan yang salah itu sedaya upaya coba juga dibenarkan, walaupun tidak boleh dan tidak mungkin dapat dibenarkan. Maka ikhtilaf atau kontroversi di sekitar persoalan Imam Mahdi ini amatlah memerlukan penjelasan yang tidak berat sebelah, tidak dipengaruhi oleh sebarang sentimen dan sikap taksub, supaya kekeliruan yang menyelubunginya selama ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak lagi berlarutan.

Demikianlah kesejagatannya isu Imam Mahdi ini. Isu ini adalah isu yang cukup tersembunyi, sangat misteri dan amat luas diperkatakan. Isu ini sememangnya cukup tersembunyi tetapi cukup membara, panas sepanjang masa, sejak dari dahulu lagi hinggalah ke hari ini. Isu Imam Mahdi ini cukup menarik sehingga setiap bangsa, setiap agama, setiap masa dan setiap tempat di atas muka bumi ada mempunyai Imam Mahdinya sendiri.
Bagi yang rajin meneliti masalah ini lagi, akan didapati pula bahwa Imam Mahdi adalah suatu perkara yang tidak terhad kepada sesuatu sempadan negara sahaja karena hampir setiap negara di dunia ini mempunyai Imam Mahdi mereka sendiri. Tidak terhad kepada sesuatu sempadan masa sahaja karena pada setiap zaman itu ada Imam Mahdinya sendiri sama ada benar atau palsu. Tidak terhad juga kepada sesuatu bangsa sahaja karena semua bangsa mempunyai Imam Mahdi mereka sendiri sama ada benar atau palsu. Tidak juga terhad kepada sesuatu sempadan agama sahaja karena hampir setiap agama ada mempunyai Imam Mahdi mereka sendiri. Hanya nama, sifat dan gelarnya sahaja yang berbeda-beda. Dan yang paling menarik ialah, setiap hati yang beriman pasti mau tidak mau amat mengharapkan kedatangan seorang juruselamat yang bakal menyelamatkan mereka daripada terus karam dan tenggelam dalam pelbagai cobaan dan dugaan semasa, yang ternyata amat melemaskan hati beriman mereka
0007 Agama-agama Lain pun Ada `Imam Mahdi'
Kalau kita beranggapan bahwa hanya di dalam agama Islam sahaja yang ada Imam Mahdi, maka eloklah kita berfikir sekali lagi. Andaian tersebut tidak tepat sama sekali, dan lebih bersifat andaian melulu. Seharusnya kita mengkaji semula persoalan ini dengan lebih teliti dan saksama. Yang berbeda adalah dari segi nama, sikap, cara hidup, tujuan turunnya, masa turun dan tempat turunnya.
Jika dilihat dalam agama lain pula, terdapat juga konsep Imam Mahdi ini. Kebanyakan agama di dunia ini sangat menantikan kedatangan seorang sang penyelamat yang akan membebaskan mereka daripada kezaliman, kesengsaraan dan penindasan. Selain daripada Islam, agama-agama lain seperti Yahudi, Kristian, Majusi dan Hindu juga sangat menantikan kedatangan seseorang yang bakal muncul membawa keamanan dan keadilan kepada dunia.

Orang-orang Yahudi mazhab ortodoks percaya bahwa akan lahir Imam Mahdi dari kalangan mereka. Mereka percaya Imam Mahdi ini akan lahir dengan segala macam keramat dan kelebihan, akan mengembalikan mereka ke tanah tumpah asal mereka, Baitulmaqdis, Bukit Tursina dan Palestin. Mereka ini dipanggil golongan Messianic yaitu golongan yang percaya akan tibanya sang juruselamat. Perkataan Messianic itu sendiri datang dari kata Messiah, yaitu orang yang digelar ‘Imam Mahdi’ (menurut ajaran agama mereka).

Pernyataan mengenai Imam Mahdi ada disebutkan dengan jelas sekali di dalam Kitab Taurat yang asli dan karena itulah hal ini sangat diyakini oleh orang-orang Yahudi, sebelum akhirnya kelompok Zionis melarang umatnya mempercayai hal-hal keramat sedemikian. Hal yang demikian turut juga dicatatkan di dalam sejarah orang-orang Yahudi zaman pertengahan dahulu.

Kepercayaan akan tibanya Messiah yang dinanti-nanti, yang membawa mereka kembali semula ke Palestin, memenangkan bangsa Yahudi atas semua bangsa di dunia, menghapuskan semua agama lain, penuh dengan kekeramatan yang sangat luar biasa dan sangat dikultuskan oleh mereka, akhirnya berhasil dihapuskan setelah ajaran sekular Zionis dipaksakan ke atas semua umat Yahudi mulai tahun 1890 Masihi.

Sejak itu, semua anggapan terhadap kehebatan Messiah yang dinanti-nantikan itu lenyap dan orang-orang Yahudi kembali semula ke ‘alam nyata’ dan berusaha sendiri membina bangsa dan negara mereka tanpa perlu menunggu-nunggu dan mengharapkan kedatangan Messiah itu lagi. Orang-orang Yahudi selepas itu mulai meninggalkan khayalan keramat Imam Mahdi mereka dan hidup dalam dunia nyata mereka sehinggalah ke hari ini.

Dalam Kitab Perjanjian Lama, Kitab Kejadian (Genesis) 18:20
Dan bagi Ismail, Aku mendengar doanya; Sungguh, Aku akan memberkatinya dan menjadikannya mewah dan Aku akan kembang biakkan keturunannya, Dua Belas Raja akan dilahirkannya dan Aku akan jadikannya bangsa yang besar”
Manakala di dalam Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud AS, ada dituliskan satu ayat yang bunyinya (terjemahannya) kira-kira begini:
“ …dan Allah akan memunculkan para wali yang akan menjadi pemilik dunia ini dan menyelesaikannya selama-lamanya” (Mazmur 37, 10-37).
Selain daripada kepercayaan yang demikian, bagi orang-orang Yahudi, disebabkan mereka telah kehilangan tanah suci dan tanah asal mereka, lalu dijadikan hamba abdi oleh bangsa Kaldea dan Suryani pada zaman dahulu, mereka menjadikan salah seorang nabi mereka sebagai Mahdi yang akan muncul, yang bakal menyusun kembali bangsa Yahudi dan akan mengembalikan mereka ke tanah suci yang dijanjikan itu, pada masa depan.

Menurut kepercayaan itu, orang-orang Yahudi menganggap bahwa Nabi Elijah (Nabi Ilyas AS) telah diangkat ke langit oleh Tuhan, belum mati, dan akan diturunkan semula ke dunia ini pada akhir zaman untuk menyelamatkan anak-anak Israel daripada kesusahan dan kezaliman. Itulah Mahdi mereka. Menurut Islam, memang pun Nabi Ilyas AS belum mati, dan akan muncul kembali pada zaman Imam Mahdi tetapi bukan beliau yang menjadi Imam Mahdi. Beliau hanyalah salah seorang pengikut Imam Mahdi, sebagai pembantu kanan Imam Mahdi.

Orang Kristian juga sangat yakin dengan konsep Imam Mahdi ini, yang kononnya akan lahir dari kalangan penganut agama mereka pula. Dan konsep kepercayaan ini lebih bersifat literal (dari mulut ke mulut) dan bukan merupakan satu kepercayaan yang diwajibkan mempercayainya. Apa yang jelas, Imam Mahdi yang dimaksudkan itu sebenarnya adalah Nabi Isa As sendiri. Hasilnya, sebagian besar sahaja yang percaya, manakala sebagian yang lain tidak menyatakan kepercayaan mereka atau sama sekali tidak percaya.
Mereka juga, sebagian besarnya, percaya bahwa Nabi Isa AS pun akan turun ke dunia ini sekali lagi untuk mengamankan seluruh bumi ini. Maka tidak heranlah (sebagai hasilnya) jika di negeri China, terdapat orang Cina beragama Kristian yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi dan sekaligus jelmaan suci Nabi Isa AS. Beliau ialah Hung Hsiu-chuan, pemimpin Gerakan Taiping pada tahun 1890 yang amat terkenal itu.
Nietzsche, seorang tokoh sastera terkenal di Jerman, juga mengaku dirinya Jesus, sekaligus sebagai sang penyelamat. Dia menghantar surat kepada raja-raja dan pembesar-pembesar yang mengandungi dakwaan bahwa dirinya sebagai Jesus. Keadaan yang sama turut dilaporkan berlaku di Eropah Timur dan Amerika Utara. Malah di Amerika Latin juga, ada dilaporkan orang-orang yang mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi, sekaligus sebagai Jesus Christ. Benua Afrika sendiri tidak terkecuali karena baru-baru ini seorang paderi bernama Maitreya turut mendakwa dirinya sebagai jelmaan kembali Jesus, dan sekaligus menjadi Imam Mahdi bagi umat Kristian.

Agama Hindu juga sangat yakin dengan kedatangan seorang Mahdi yang akan mengembangkan ajaran agama Hindunya ke seluruh dunia, pada akhir zaman kelak. Disebutkan gelarannya Mansur atau Maha Shiva atau nama sebenarnya Mahmat atau Ahmad. Selain itu ada beberapa nama lagi yang diberikan kepadanya, sebagai menunjukkan ketinggian kemuliaannya dan besar kedudukannya.

Dalam kitab “Veda” yaitu salah sebuah kitab suci dalam agama Hindu, tertulis suatu ayat yang terjemahannya kira-kira begini:
“Pada penghujung (umur) dunia, setelah berlaku penyelewengan di muka bumi, (muncul) seorang pemimpin yang dipanggil Mansur. Dia akan menguasai seluruh dunia, dia amat dikenali oleh setiap orang sama ada yang beriman atau yang kafir, dan apa sahaja yang dipintanya, Tuhan akan tunaikan dia”.
Selain itu, para penganut Hindu juga percaya, berdasarkan keterangan kitab mereka bahwa Dewa Krisyna adalah seorang dewa jejaka yang bujang, tidak pernah berkahwin. Beliau digambarkan sebagai seorang pemuda yang sedang disalib dengan ditebuk kedua-dua belah tangan dan kedua-dua belah kakinya. Pada tengah dadanya tergambar ulu hati manusia, manakala kepalanya pula memakai mahkota. Menurut kepercayaan mereka lagi, Dewa Krisyna itu akan turun semula ke dunia ini pada akhir zaman untuk menyelamatkan manusia dan dunia ini daripada segala mala petaka. Maknanya, selain Imam Mahdi, Dewa Krisyna juga akan turun membantu mengamankan dunia ini.

Penganut agama Buddha juga yakin dengan kedatangan Mahdi yang akan membersihkan dunia ini dari kekejaman, dan Mahdi itu dibekalkan dengan segala macam kuasa hebat dan ilmu sakti (keramat menurut Islam). Mahdi yang dimaksudkan itu disebut sebagai Shammaraja (Raja yang Sangat Adil). Nama sebenar dan tempat lahir Mahdi itu tidak dinyatakan dengan jelas. Tetapi mereka percaya, atas perkabaran para sami mereka, zaman sekarang ini adalah zaman untuk Shammaraja itu memunculkan dirinya dan menyelamatkan dunia ini.
Mereka juga percaya bahwa Siddharta Gautama, pengasas agama Buddha itu, yang dikatakan datang dari kalangan bangsawan Sakra di negeri Kapilawastu (di Nepal sekarang) adalah dari kelahiran tunggal, dan akan turun semula ke dunia ini pada akhir zaman kelak untuk membersihkan dunia daripada kesengsaraan dan kekejaman. Tapi, konsep ini sebenarnya sama dengan kepercayaan penurunan semula Nabi Isa AS ke dunia ini seperti yang terdapat di dalam agama Kristian dan agama Islam.
Orang-orang Majusi aliran Mazda, yang menganut ajaran ciptaan Zarathustra (Zoroaster) yaitu golongan penyembah api suci, yang jumlahnya hari ini kira-kira setengah juta orang di Iran dan beberapa ribu lagi di India, juga yakin dengan konsep Imam Mahdi. Ajaran mereka menyatakan bahwa tiga orang penyelamat besar akan muncul, dimulai oleh Aushedar dan diikuti pula oleh Aushedar-mah. Yang terakhir keluar ialah seorang lelaki perkasa bernama Saoshyant / Shayoshant, yang berasal dari anak cucu Zoroaster, yang akan muncul dan memusnahkan Ahriman, kuasa jahat, sekali gus membersihkan dunia ini daripada kegelapan dan kesengsaraan. Dia memerintah dunia dengan adil dan saksama selama seribu tahun, mendirikan kerajaan Ahura Mazda yang sepenuhnya. Mereka tidak menyebutnya dengan sebutan Mahdi tetapi maksudnya sama dengan Mahdi bagi umat Islam. Dan daripada ajaran Mazda inilah orang-orang Syiah menyerapkan konsep Imam Mahdi mereka, karena meyakini Imam Mahdi Syiah itu akan memerintah dunia ini selama seribu tahun.

Bagi mendapatkan penjelasan lanjut, kitab ‘Yanaseb / Yasna’ yang ditulis oleh salah seorang murid kanan Zoroaster yang mengasaskan agama Majusi itu membuat penyataan yang terjemahannya berbunyi kira-kira:
“Dari jazirah tanah Arab , dari anak cucu Hasyim, seorang lelaki yang kepalanya besar, badannya besar dan berkaki besar akan muncul, lalu meneruskan agama datuknya dengan pasukan tentera yang besar, datang ke Iran lalu memerintah dunia dan memenuhkan bumi ini dengan keadilan”.
Demikianlah sekelumit pandangan dan penyataan mengenai turunnya sang penyelamat bagi beberapa buah agama besar dunia, seperti yang kita dapati daripada kitab-kitab suci agama masing-masing. Semoga ilmu dan kefahaman kita akan bertambah setelah membaca keterangan ini. Cuma kita tidaklah harus mempedulikan sangat tentang kepribadian sang penyelamat mereka itu, karena yang demikian tidaklah perlu diambil perhatian. Tidak perlu diulas benar atau tidaknya kepercayaan mereka ini, sebab kalau pangkalnya yakni akidahnya sahaja pun sudah sesat, maka hujung-hujungnya pastilah sesat juga. Mustahil pangkal yang sesat dapat menghasilkan hujung yang betul. Maka apa-apa jua keterangan daripada mereka tidaklah dapat menambahkan apa-apa kepada kita dan tidak pula mampu mendatangkan apa-apa kesan buruk kepada kita.

Yang perlu ditekankan di sini adalah, begitulah terkenalnya sekali tokoh istimewa ini, hingga setiap bangsa, dari setiap agama, pada setiap tempat dan pada setiap zaman, ada sahaja dilaporkan orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi, atau orang lain mendakwakan bahwa si anu itu adalah Imam Mahdi. Malah, orang yang telah benar-benar mati pun tidak terlepas daripada didakwa sebagai bakal Imam Mahdi! Yang peliknya, ramai pula yang terus percaya bulat-bulat, walaupun tiada sebarang persamaan antara individu yang didakwa itu dengan sifat-sifat Imam Mahdi seperti yang telah digariskan oleh hadis-hadis.
0008 Ramalan Peramal-Peramal Terkemuka
Selain keterangan daripada setiap agama besar di dunia ini, terdapat pula sekumpulan peramal yang terkenal di dunia yang turut meramalkan kedatangan Imam Mahdi atau seorang pemimpin yang bertaraf dunia, yang akan turun untuk menjalankan pemerintahan yang sangat adil, pada zaman ini, pada abad ini, kurun ini dan alaf ini. Memang meramal sesuatu ramalan adalah suatu perbuatan yang buruk, boleh mendatangkan impak besar kepada akidah kita. Namun ramalan yang bertepatan maksudnya dengan perkabaran hadis-hadis, berita-berita daripada asar para sahabat RA, kasyaf para wali dan firasat para mukmin tidak salah jika disebutkan, karena keterangan mereka ini sebenarnya membantu menjelaskan lagi maksud hadis-hadis, asar-asar, kasyaf-kasyaf dan firasat-firasat itu. Hal ini sebenarnya tidak menjejaskan iman kita jika betul cara dan tempatnya.

Sebagian mereka ini adalah peramal semata-mata, manakala sebagian lagi adalah orang-orang besar bagi agama masing-masing, yang telah mencapai taraf kasyaf pula, yaitu menurut pandangan agama mereka.

Antara peramal bertaraf antara bangsa yang amat terkenal pada hari ini adalah Michel de Nostredame atau Nostradamus, suatu nama yang hampir sudah tidak perlu diperkenalkan lagi, karena sudah begitu terkenalnya. Ramalan-ramalannya sudah umum tersebar dan bukan sedikit pula yang sudah menjadi kenyataan. Antara ramalannya yang amat menggoncangkan dunia Barat ialah bahwa seorang pemimpin baru bertaraf dunia akan muncul, Islam akan kembali menguasai dunia pada alaf baru ini, dan seterusnya memerangi Kristian-Eropah.
Ramalannya bahwa seorang pemimpin baru beragama Islam akan muncul dan seterusnya menguasai seluruh dunia adalah berdasarkan ramalan beliau seperti berikut:
In the year 1999 and seven months
from the sky will come the great King of Terror.
He will bring back to life the King of the Mongols;
Before and after, war reigns.

Tempat muncul pemimpin tersebut adalah di sebuah negara di sebelah Timur, bukan di negara Arab atau di sebelah Barat, berdasarkan ramalan berikut:
From the three water signs (seas) will be born a man
who will celebrate Thursday as his feast day.
His renown, praise, reign, and power will grow
on land and sea, bringing trouble to the East.

Pemimpin berkenaan akan memimpin pasukan tenteranya yang besar jumlahnya untuk menyerang dan menakluki Eropah, dan dibantu oleh seluruh umat Islam.
One who the infernal gods of Hannibal
will cause to be reborn, terror of all mankind
Never more horror nor the newspapers tell of worse in the past,then will come to the Romans through Babel (Iraq).

Pemimpin berkenaan memerangi, mengalahkan dan memasuki Eropah dengan memakai serban biru, membawa undang-undang Islam untuk diamalkan oleh seluruh penduduk Eropah, dan peristiwa besar inilah yang amat menakutkan setiap hati pemimpin Kristian dan Yahudi.
This king will enter Europe wearing a blue turban,
he is one that shall cause the infernal gods of Hannibal to live again.He will be the terror of mankind.
Never more horror.
Selain itu, Sami-sami Hindu di India turut meramalkan melalui ramalannya beberapa tahun lepas bahwa bakal Perdana Menteri Malaysia selepas ini bukan lagi dari kalangan orang politik. Diberitakan bahwa Perdana Menteri Malaysia pernah mengemukakan beberapa nama untuk ditenung sebagai bakal Perdana Menteri supaya dapat dilantik sebagai Timbalan Perdana Menteri. Semua nama yang dikemukakan itu ditolak karena diberitahu nama-nama mereka itu tidak ada dalam senarai sebagai pengganti Perdana Menteri. Sahih atau tidak berita ini, tidak dapat dipastikan.

Jelaslah bahwa orang yang bakal menjadi Perdana Menteri Malaysia selepas ini tidak lagi dari kalangan orang-orang politik. Tambahan pula, seorang ulama besar di Malaysia telah baru-baru ini membuat perisytiharan bahwa tokoh agama akan menjadi pemimpin Malaysia pada alaf baru ini. Kebetulan pula, Malaysia ini dikatakan sebagai pusat kebangkitan Islam kali kedua, pada akhir zaman, yaitu zaman kita ini. Jika dikaitkan kedua-dua penyataan ini, bagaikan ada kaitan yang rapat antara kedua-duanya.
Anak murid Wali Songo yang amat terkenal di Pulau Jawa, Sabdopalon, turut menyebutkan bahwa Imam Mahdi akan dibaiat oleh sembilan tokoh Wali Ghausul Alam yang diketuai oleh seseorang dari Malaysia yang disebutkan sebagai Syeikh Malaya. Beliau menyebutkan bahwa,

Imam Mahdi datang dengan pakaian serba putih dibantu oleh Rijalu’llah Ghaib atau juga disebut Wali Ghosul’alam sembilan yang di antaranya adalah Seh Malaya yang turun di Tanah Arab.”
Salah seorang Wali Songo yaitu Sunan Gunung Jati, turut membuat ramalan berdasarkan kasyaf dari Allah bahwa kebangkitan Islam kali kedua ini akan dipimpin oleh seorang tokoh yang memakai serban. Dia dikatakan amat berpegang teguh pada sorban kanjeng (ekor serban) Nabi Muhammad SAW. Yang dimaksudkan dengan sorban kanjeng itu adalah pemimpin umat yang terakhir, sesuai dengan kedudukan ekor serban yang terletak di hujung sekali. Sorban kanjeng juga bermaksud mengikut benar-benar setiap sunnah yang diamalkan oleh baginda Rasulullah SAW semasa hayatnya dahulu.

Peramal dari Jawa yang disebut sebagai Pangeran Wijil, yang mengarang Kitab Rangka Jayabaya, turut membuat ramalan bahwa pemimpin yang dimaksudkan itu, lahir di Makkah, memakai serban yang berlambang bunga tujuh cabang, orangnya selalu kesandung kesampar. Dia tidak pernah diduga akan menjadi pemimpin umat manusia pada suatu hari nanti. Dikatakan lebih lanjut lagi bahwa sebelum raja baru ini muncul, akan berlaku huru-hara dan kerusuhan. Dan raja itulah yang akan menjadi orang tengah atau pengaman di antara pihak yang sedang bergaduh itu. Tanpa diduga-duga, orang ramai pun bersetuju melantiknya sebagai pemimpin mereka karena jasanya yang amat besar itu dan keupayaannya yang menakjubkan itu.

Demikianlah sedikit lagi keistimewaan yang ada pada pribadi yang bergelar Imam Mahdi ini. Memang Imam Mahdi itu sungguh-sungguh adalah Orang Allah, orang yang dibesarkan karena sememangnya orang besar Tuhan, besar namanya, besar kedudukannya, patut dibesarkan dan perlu disebut secara besar-besaran pula. Sambutan kepada kemunculannya kelak, juga akan dibuat secara penuh besar-besaran, amat meriah, penuh gembira, sepenuh-penuh kesyukuran, sesuai dengan kedudukannya sebagai orang besar Allah itu. Tidak ada sambutan yang lebih besar dan meriah selain daripada sambutan terhadap kedatangannya ke dunia ini.

Dan, ekoran daripada kepercayaan kepada munculnya Imam Mahdi yang sangat istimewa inilah, muncul dari semasa ke semasa orang-orang yang mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu itu. Mereka ini langsung tidak berasa malu dengan dakwaan kosong mereka itu. Setelah beberapa lama masa berlalu, ternyata pula dakwaan mereka itu adalah palsu dan tujuan mereka di sebalik dakwaan itu terbongkar. Selalunya, mereka langsung tidak berjaya mendirikan kerajaan Mahdiyahnya, malah gagal pula mengubah keadaan masyarakat setempatnya kepada yang lebih baik, sedangkan yang demikian itu wajib berlaku karena telah disebutkan oleh hadis-hdis
0009 Pengakuan Orang-orang Barat Terhadap Imam Mahdi
Agenda Yahudi yang Kesembilan (untuk memusnahkan umat Islam):
Menjauhkan umat Islam dari memegang tampuk pemerintahan di negara-negara Islam dan jangan beri kesempatan bergerak.

1. Sehubungan itu, seorang orientalis Inggeris, Montgomery Watt, menulis dalam ‘London Time’ pada tahun 1968:

Kalau sudah ditemui seorang pemimpin Islam yang (benar-benar) berkelayakan dan bercakap dengan suara Islam yang tepat pula, kemungkinan besar agama itu akan (bangkit kembali dan) merupakan sebuah kekuatan politik yang besar di dunia ini sekali lagi.”

Yang dimaksudkan oleh Montgomery itu adalah pemimpin yang bertaraf khalifah, karena hanya seorang pemimpin yang bertaraf khalifah sahaja yang akan mampu menyatukan kembali seluruh umat Islam yang sedang kronik berpecah-belah pada hari ini. Pemimpin yang bertaraf Presiden atau Perdana Menteri tidak termasuk dalam senarai pemimpin yang dimaksudkan oleh beliau.
Taraf Presiden atau Perdana Menteri yang demikian itu hanya layak untuk memimpin di dalam wilayah yang terhad atau dihadkan, tidak layak untuk memimpin dunia yang tanpa sempadan, atau sekurang-kurangnya di seluruh dunia Islam. Hanya seorang pemimpin yang bertaraf Khalifah sahaja yang akan diberi kemampuan dan berkelayakan penuh untuk berbuat demikian.

2. Bekas Perdana Menteri Israel, Ben Gurion pernah dilaporkan berkata,

Sesungguhnya yang paling menakutkan kami ialah, kalau dalam dunia Islam, sudah lahir seorang Muhammad Baru.”

Muhammad Baru
yang dimaksudkan oleh Ben Gurion itu tidak lain dan tidak bukan adalah Imam Mahdi, karena nama Imam Mahdi itu adalah Muhammad, sama dengan nama datuknya, Nabi Muhammad SAW. Jelaslah bahwa pihak Barat amat takutkan pribadi yang bernama Muhammad ini, yang digelar sebagai Imam Mahdi, dan ketakutan mereka itu tidak dapat disembunyikan lagi.

Jelaslah bahwa orang-orang Kristian adalah jauh lebih peka daripada kita, umat Islam sendiri dalam hal mempercayai dan meyakini kedatangan Imam Mahdi ke dunia ini. Mereka sentiasa berjaga-jaga menanti tibanya seorang pemimpin Islam bernama Muhammad, tahu pula tempat keluarnya dan bila keluarnya. Pada masa yang sama kita umat Islam masih lagi sibuk bercakaran mengenai sahih atau dhaifnya hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu.

Yang percaya kepada kedatangan Imam Mahdi sibuk mengutuk golongan yang tidak percaya, manakala yang tidak percaya, sibuk pula mengutuk golongan yang percaya kepada kedatangan Imam Mahdi. Titik pertemuan tidak juga diperoleh. Siapa lagi yang harus dipersalahkan dalam soal ini?

3. A. J. Quinnell, seorang novelis Barat telah menulis sebuah novel bertajuk The Mahdi.

Di dalam novel itu disebutkan andaian beliau bahwa isu Imam Mahdi ini akan dieksploitasi oleh kuasa-kuasa besar Barat. Kuasa-kuasa besar ini akan bergabung tenaga, fikiran dan matlamat untuk menonjolkan seorang yang mereka pilih sebagai Mahdi untuk diikuti oleh seluruh umat Islam. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan jahat mereka terhadap umat dan negara-negara Islam. Mahdi boneka ini dirancang oleh perisik-perisik CIA, MI5 dan KGB untuk muncul di Tanah Suci Makkah. Setelah itu, beliau akan mengarahkan seluruh umat Islam mengikut beliau tunduk kepada kuasa-kuasa besar Barat itu
0010 Pandangan Ensiklopedia Barat Tentang Imam Mahdi
Satu:
http://www.encyclopedia.com/articles/07885.html
Mahdi
[Arab., = (he who is devinely guided)], in Sunni ISLAM, the restorer of faith. It is believed that he will appear at the end of time to restore justice on earth and establish universal Islam. Among SHIITES the concept of the Mahdi centers on the IMAM. Throughout Islamic history, many reformers claiming to be the Mahdi have arisen. One such was Muhammad Ahmad, 1844-85, a Muslim religious leader in the Anglo-Egyptian Sudan. In 1881 he declared himself to be the Mahdi, but he died soon after capturing KHARTOUM. Lord KITCHENER defeated his followers at Omdurman in 1898.
Dua:
The Columbia Encyclopedia: Sixth Edition, 2000.
Mahdi
(mä´d) (KEY) [Arab.,=he who is divinely guided], in Sunni Islam, the restorer of the faith. He will appear at the end of time to restore justice on earth and establish universal Islam. The Mahdi will be preceded by al-Dajjal, a Muslim antichrist, who will be slain by Jesus. This belief is not rooted in the Qur’an but has its origins in Jewish ideas about the Messiah and in the Christian belief of the second coming of Christ. Among the Shiites the concept of the Mahdi takes a different form (see imam). In the history of Islam, many men have arisen who claimed to be the Mahdi. They usually appeared as reformers antagonistic to established authority. One such man, who became famous in Western history, was Muhammad Ahmad, 1844-85, a Muslim religious leader in the Anglo-Egyptian Sudan. He declared himself in 1881 to be the Mahdi and led a war of liberation from the oppressive Egyptian military occupation. He died soon after capturing Khartoum. In his reform of Islam the Mahdi forbade the pilgrimage to Mecca and substituted the obligation to serve in the holy war against unbelievers. His followers, known as Mahdists, for a time made pilgrimages to his tomb at Omdurman. The final defeat of the Mahdists in 1898 at Omdurman by an Anglo-Egyptian army under Lord Kitchener gave Great Britain control of Sudan.1  See P. M. Holt, The Mahdist State in the Sudan (2nd ed. 1970)

0011 Ulasan kita
  1. Umat Islam wajib berhati-hati dengan sikap mereka yang digelar sebagai bijak pandai dan ahli akademik yang kononnya profesional dalam tugasan masing-masing. Memang mereka diakui sebagai pakar, tetapi pakar dalam rangka usaha merusakkan Islam dan umat Islam di seluruh dunia dengan memberikan maklumat yang kurang tepat dan sengaja diputar belit dengan amat rapi oleh mereka.
  2. Mereka sebenarnya berlindung di sebalik nama profesional dan akademik mereka untuk mengelabui seluruh umat Islam yang lemah ilmu dan kefahaman terhadap agama mereka. Dengan membuat ulasan seperti dua contoh di atas, mereka berharap dapat ‘mengelirukan’ umat Islam seramai mungkin, sedangkan huraian dan ulasan seperti yang diberikan di atas amat tidak tepat.
  3. Uraian yang diberikan diolah sebegitu rupa untuk mengelirukan orang ramai, terutama yang bukan Islam terhadap Imam Mahdi orang Islam dan nampaknya dilakukan sedemikian dengan sengaja. Gambaran seperti ini sudah menjadi suatu yang lazim bagi mereka terhadap agama Islam.
  4. Takrifan (definisi), uraian dan contoh yang diberikan lebih bersifat menakutkan daripada menerangkan hal yang sebenarnya. Tokoh yang dipilih oleh mereka sebagai contoh bukanlah Imam Mahdi sesungguhnya tetapi hanyalah orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi. Jika dinilai dari segi ilmiah, ternyatalah takrifan itu sebenarnya sama sekali tidak bersifat ilmiah.
  5. Pandangan yang diberikan oleh mereka adalah merupakan suatu pandangan serong, yang nyata amat tidak tepat dengan apa yang sebenarnya. Mereka menulisnya seolah-olah mereka adalah orang yang amat jahil terhadap persoalan yang diperkatakan.
  6. Cara mereka menceritakan mengenai Imam Mahdi itu menjelaskan bahwa hati mereka sebenarnya amatlah takut. Uraian itu menampakkan ‘ketakutan dalaman’ mereka terhadap Imam Mahdi, jika beliau benar-benar zahir kelak. Hanya orang-orang yang benar-benar memahaminya yang dapat menangkap maksud dalaman yang coba disampaikan.
  7. Mereka menumpukan kepada Mahdi yang berjaya mereka tumpaskan dengan tujuan psikologi untuk menyatakan bahwa umat Islam kononnya tidak sekali-kali akan menang mengalahkan kekuatan Barat sekalipun mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang hebat, sekalipun namanya adalah Imam Mahdi. Dan jika kita baca sekali imbas maklumat berkenaan, memang terasalah seolah-olah bahwa Imam Mahdi sendiri pun, jika zahir kelak, tidak akan sekali-kali mampu mengalahkan kuasa Barat yang katanya lebih hebat dan gagah.
  8. Memaparkan kejahilan mereka sendiri karena mereka seolah-olah tidak kenal siapa itu Imam Mahdi sehingga orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi pun, sudah dianggap sebagai Imam Mahdi sesungguhnya. Kisah keberhasilan mengalahkan Imam Mahdi itu dibesar-besarkan untuk menutup keadaan sebenar mereka.
  9. Keadaan ini sebenarnya meyakinkan lagi kita bahwa Imam Mahdi itu memang benar-benar akan muncul. Jika tidak, masakan orang-orang Barat mau memperkatakan soal ini, jika perkara itu tidak benar dan tiada asasnya di dalam agama Islam. Mereka seolah-olah takut benar dengan nama Imam Mahdi itu, bagaikan Imam Mahdi yang dimaksudkan akan membawa bala bencana terburuk kepada mereka.
0012 Sajak - Nilailah Sejarah Melalui Iman
 “Sesungguhnya seorang jurubina tidak akan dapat mendirikan sesebuah binaan melainkan setelah dia mengkaji tapak binaan, jenis tanah, mata air dan lain-lain.

“Seorang doktor tidak akan mampu memberikan rawatan yang mujarab melainkan setelah dia bertanya si pesakit akan puncanya, makanan, minuman dan lain-lain.

“Demikian juga seorang sejarawan tidak dibolehkan menyebut sesuatu kisah yang sampai kepadanya atau menghuraikan sesuatu petikan tanpa mengetahui titik tolak umat ini yaitu akidah dan segala yang terpancar daripadanya yaitu kefahaman, nilaian dan maksud.

“Ini karena dibimbangi akan memesongkan di belakang hawa nafsu dan huraian salah yang akan membawa kepada mengubah sepenuhnya sesuatu keadaan dan jauh pula daripada kefahaman yang hakiki.”






(Mahmud Syakir, Al-Muntalaqul Asasi fit Tarikhul Islami
0101 Bagian 1 - Persoalan-persoalan Mengenai Imam Mahdi yang Perlu Diperhatikan
Sebenarnya persoalan Imam Mahdi yang sangat ikhtilaf ini tidak mungkin benar-benar dapat diselesaikan setiap kali isu ini dibangkitkan kembali oleh mana-mana pihak pun. Persoalan ini sebenarnya akan semakin bertambah kusut, panjang dan bersimpang siur setiap kali diungkit, apalah lagi masing-masing mempertahankan pendirian masing-masing dalam keadaan penuh emosi, tanpa hujah yang benar-benar konkrit dan tidak lebih sifatnya daripada zanni.
Ini dengan mudah dapat difahami karena masalah Imam Mahdi tidak ada di dalam al-Quranul Karim. Tidak terdapat walau satu ayat pun yang menceritakan tentang Imam Mahdi. Nama al-Mahdi tidak disebut oleh al-Quran. Sumber yang paling berwibawa yang dapat digunakan oleh pihak pendakwa hanyalah hadis-hadis, sambil disokong oleh ucapan para sahabat dan dibantu lagi oleh ucapan para tabiin dan ditambah lagi oleh ijtihad para ulama muktabar.
Perlu pula diingat, mengalasankan ayat al-Quran sebagai hujah untuk menolak kemunculan Imam Mahdi adalah suatu perbuatan yang agak melampau karena persoalan Imam Mahdi bukanlah suatu perkara pokok dalam akidah, yang perlu merujuk adanya atau tiadanya kepada al-Quran. Mereka seolah-olah sudah tiada alasan lain yang boleh digunakan untuk menegakkan hujahnya dalam menafikan kemunculan Imam Mahdi.
Seolah-olahnya, apabila al-Quran tidak menyebutkan sesuatu perkara itu, maka perkara itu tidak boleh dibangkitkan langsung. Dan sesiapa yang membangkitkannya, maka dia itu bidaah. Andaian seperti ini nyatalah tidak selari dengan roh dan semangat al-Quran itu sendiri. Persoalan Imam Mahdi ini sebenarnya adalah termasuk dalam soal-soal agama Islam juga, walaupun tidak sampai ke taraf akidah. Maka, berpahalalah orang yang membincangkan perkara ini, selagi tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama kita sendiri.
Malah banyak perkara lain dalam syariat dan akidah kita yang tidak pernah disebutkan di dalam al-Quran, tetapi diyakini dan diamalkan oleh seluruh umat Islam karena terdapat sebutannya di dalam satu atau dua buah hadis sahaja. Malah banyak pula perkara yang langsung tidak disebutkan oleh hadis-hadis, tetapi kita umat Islam selalu pula membincangkannya. Dan anehnya, tidak terdengar pula ada orang yang membidaahkannya.
Contohnya, bilangan sembahyang yang lima waktu itu, yang merupakan rukun Islam yang paling utama pun, tidak ada di dalam al-Quran. Jika al-Quran mau dijadikan alasan juga, kita sebenarnya hanya perlu bersembahyang tiga waktu sahaja, dan bukannya lima waktu. Yang lima waktu itu, hanya terdapat di dalam hadis-hadis.
Selain itu, perlu juga dimaklumi, bahwa di dalam al-Quran tidak pernah menyebutkan tentang Dajjal yang akan keluar pada akhir zaman nanti. Begitu juga tentang turunnya Nabi Isa AS ke dunia ini yang akan membunuh Dajjal, tidak pernah disebutkan di dalam al-Quran. Sebenarnya banyak perkara lain yang tidak disentuh oleh al-Quran tetapi tetap merupakan soal dalam agama kita, dan diperbincangkan dengan panjang lebar pula. Maka rasanya, tidak salahlah jika kita membincangkan soal Imam Mahdi ini karena bilangan hadisnya yang sampai kepada kita mencapai jumlah lebih daripada lima puluh buah
0102 Pandangan Para Ulama Sepanjang Zaman
Pandangan para ulama yang saleh-saleh sejak zaman awal Islam lagi bukanlah diada-adakan, bukan pula berupa bidaah atau perkara baru dalam Islam. Pandangan mereka adalah seratus peratus bebas daripada sebarang pengaruh, sama ada dari pihak berkuasa maupun pihak-pihak yang coba mengambil kesempatan daripada isu Imam Mahdi ini. Pandangan mereka adalah pandangan Islam tulen, yang didasarkan sepenuhnya kepada Al-Quranul Karim dan As-Sunnah, oleh mereka yang bertaraf ulama tulen pula.
Pandangan mereka adalah pandangan yang berasaskan iman yang suci bersih, ilmu yang mendalam dan keyakinan yang jitu. Pandangan mereka adalah pandangan secara bebas, sesuai menurut ajaran agama kita. Penulisan kitab-kitab mengenai Imam Mahdi oleh mereka adalah hasil atau lambang dari keyakinan yang jitu itu tadi. Jika tidak, masakan mereka dapat menulis kitab yang sebagus dan selengkap yang telah dituliskan oleh mereka itu.
Mereka banyak mengkaji dan mendalami masalah ini sehingga ke umbi-umbinya sekali demi untuk mendapatkan suatu jawapan yang pasti dan keyakinan yang jitu, tanpa perlu mengikut-ikut sebarang pendapat orang lain atau dapat dipengaruhi oleh sesiapa pun juga. Hasilnya, pendirian mereka adalah pendirian yang penuh yakin dan bebas, tanpa dibayangi oleh sebarang pengaruh.
Hasilnya, kita dapati secara keseluruhannya bahwa di kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, terdapat tiga pendapat terbesar mengenai kepercayaan terhadap kemunculan Imam Mahdi pada akhir zaman kelak. Rumusan ini telahpun dibuat oleh mereka dan dikumpulkan pula oleh ulama yang kemudian. Golongan pertama adalah para ulama yang percaya dengan sungguh-sungguh akan kesahihan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu, sehingga mereka menyatakan dengan tegas sesiapa yang menolak hadis-hadis tersebut adalah orang yang sesat atau murtad. Kebanyakan mereka adalah dari kalangan ulama ahli hadis yang cukup tinggi ilmunya.
Sesetengah ahli hadis hari ini menyatakan bahwa hadis-hadis yang menyebutkan mengenai datangnya Imam Mahdi adalah hadis mutawatir dan banyak jumlahnya. Para ulama hadis yang mahir-mahir dan mendalam kajiannya serta sudah bertaraf Huffaz, sepakat mengatakan bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah muktamad, dan mempunyai taraf mutawatir maknawi. Ini disebabkan banyak sumbernya, ramai rawinya dan perkaitan yang amat rapat antara sebuah hadis dengan hadis yang lain.
Pada penilaian dan kajian mereka yang mendalam itu, setiap rawi yang lemah, akan ada rawi lain yang lebih kuat yang datang membantu menguatkan sesebuah hadis. Keadaan ini menyebabkan mereka sukar untuk mengatakan bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu maudhuk, disebabkan faktor saling menguatkan antara satu rawi dengan rawi yang lain dan antara sanad yang bersimpang siur itu. Habis-habis pun, mereka hanya menyatakannya sebagai hadis-hadis dhaif sahaja.
Antara Huffaz terkenal yang secara yakin, mutlak dan sungguh-sungguh menyatakan pendapatnya bahwa perkabaran mengenai Imam Mahdi sebagai benar adalah:
  1. Al-Hafiz Abu Husain al-Abiri, yang menyatakan hadis-hadis Imam Mahdi itu sudah tersebar luas di kalangan orang awam dan di kalangan ahli hadis sendiri, dan disahkan oleh mereka sebagai mutawatir.
  2. Al-Muhaddith Idris al-Iraqi, menyatakannya sebagai mutawatir atau amat hampir kepada mutawatir, walaupun pendapat pertama tadi disahkan oleh kebanyakan Huffaz.
  3. Imam asy-Syaukani menulis, “Kesahihan dapat diperakukan mengenai para rawi yang meriwayatkan tentang Imam Mahdi, al-Masih Dajjal dan Nabi Isa AS.” Namun beliau dikatakan adalah salah seorang ulama Syiah.
  4. Al-Muhaddith al-Kinnawji, Raja Bhopal di India menyatakan bahwa hadis-hadis mengenai al-Mahdi sangat banyak dan telah disahkan sebagai mutawatir.
  5. Abu Abdullah Jasus, seorang ulama menyatakan berita mengenai al-Mahdi adalah banyak dan al-Hafiz as-Sakhawi menilainya sebagai telah mencapai derajat mutawatir.
  6. As-Syeikh al-Arabi di Fez menyatakan ramalan Nabi SAW mengenai Imam Mahdi itu memang sebenarnya dan sanadnya juga amat kuat..
  7. Sayid Muhammad bin Jaafar al-Kittani menyebutkan nama lebih daripada dua puluh orang sahabat RA yang meriwayatkan hadis berkenaan Imam Mahdi, yang sanadnya dianggap sahih oleh beliau.
  8. Imamul Allamah Ibnu Hazam menyatakan bahwa hadis-hadis yang menceritakan tentang keluarnya Imam Mahdi, turunnya Nabi Isa AS dan berita terbitnya matahari pagi dari sebelah barat adalah hadis-hadis mutawatir.
  9. Al-Hafiz Abul Hasan Muhammad Ibnu al-Husain as-Sajistani al-Aburi Asy-Shafie (m. 363/974) yang menyebutkan hadis-hadis tersebut diriwayatkan oleh sebilangan besar ulama terkenal dan disebarkan secara luas dan yakin oleh terlalu ramai rawi.
  10. Grand Muhaddis Syeikh Abdullah bin Sadek, Ph.D., menyatakan bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah bertaraf mutawatir maknawi. Adalah sangat mustahil hadis-hadis yang telah diiktiraf oleh para Huffaz sebagai mutawatir, masih lagi dianggap dhaif oleh orang-orang yang bukan bertaraf Huffaz.
Selain mereka yang bertaraf Huffaz seperti disebutkan di atas, terdapat sebilangan besar lagi ulama dahulu dan sekarang yang menyatakan secara yakin akan masalah ini. Namun, sebagai permulaan cukuplah setakat yang diberi di atas. Lagi pun, pendapat mereka mengenainya adalah lebih kurang sahaja. Maka, tidak perlulah disalin lagi semuanya.
Oleh karena yang demikian, ada ulama yang secara tegas dan tidak ragu-ragu lagi menyatakan bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah mutawatir dan wajib dipercayai. Antara ulama yang berpendirian seperti ini adalah Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imam Abu Bakar al-Iskafi dan Grand Muhaddis Syeikh Abdullah bin Sadek.
Selain itu, menurut mereka lagi, hadis-hadis mengenai Imam Mahdi yang sudah mencapai taraf mutawatir itu telah melalui proses tapisan seperti yang lazim dilakukan terhadap hadis-hadis lain. Tidak ada pembedaan antara proses tapisan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi dengan yang lain, biarpun persoalan Imam Mahdi itu tidak melibatkan langsung perkara akidah atau persoalan rukun iman, dan tidak memerlukan proses tapisan yang seketat itu.
Sehubungan itu, adalah dianggap mustahil jika di antara hadis yang telah melalui proses ujian yang ketat itu, masih tidak terdapat sebuah pun hadis yang bertaraf mutawatir mengenai Imam Mahdi. Ini memandangkan para perawi hadis-hadis berkenaan adalah antara ulama hadis yang terkenal seperti Imam at-Tarmizi, Imam Abu Daud dan Imam Ahmad bin Hanbal RH.
Golongan kedua adalah ulama yang bersikap sederhana. Golongan yang sebegini adalah golongan yang paling ramai. Mereka adalah golongan yang mempercayai kemunculan Imam Mahdi, tetapi tidak memaksakan pendapatnya diterima oleh orang lain. Alasan yang diberikan adalah atas dasar bahwa persoalan Imam Mahdi adalah masalah furuk akidah, bukan masalah pokok akidah. Persoalan Imam Mahdi adalah masalah ikhtilaf, dan umat Islam dibenarkan memilih mana-mana satu pendapat yang disukainya, selagi pendapat itu didasarkan ilmu yang sampai kepadanya, dan selagi tidak sampai melanggar batas-batas yang sepatutnya.
Mereka tidaklah sampai menyesatkan golongan lain seperti yang dilakukan oleh golongan pertama tadi. Sikap mereka yang berlapang dada ini sebenarnya adalah sikap yang sepatutnya ditunjukkan oleh para ulama Islam. Seterusnya sikap sebeginilah yang patut diikuti oleh sekalian umat Islam. Menurut mereka lagi, mempercayai Imam Mahdi tidak sama dengan mempercayai turunnya rasul kepada manusia.
Imam Mahdi adalah seorang manusia biasa yang bertaraf wali, bukan bertaraf rasul. Oleh karena Imam Mahdi itu lebih rendah tarafnya daripada rasul, kalau orang mempercayai kemunculannya atau tidak, pastilah tidak akan menjejaskan akidah dan tidak sekali-kali merusakkan iman. Seluruh ulama Ahlus Sunnah tidak pernah lagi menjatuhkan hukum syirik, khurafat, bidaah dan sesat  kepada sesiapa atau mana-mana kumpulan yang tidak mau mempercayai kemunculan Imam Mahdi pada akhir zaman nanti. Hanya di Malaysia sahaja yaitu pada tahun 1994 dahulu satu-satunya peristiwa sebuah kumpulan disesatkan karena kepercayaan kumpulan itu kepada kemunculan seseorang sebagai Imam Mahdi. Selain itu, tidak pernah lagi tercatat di dalam buku sejarah dunia peristiwa seperti itu pernah berlaku.
Golongan ketiga adalah golongan yang menolak terus kepercayaan terhadap Imam Mahdi dan bermula dari golongan inilah yang menyebabkan umat Islam terpecah-pecah dan berbeda-beda pendapat mengenai Imam Mahdi, seperti yang terdapat pada hari ini. Kita tidak boleh menyalahkan mereka seratus peratus dalam hal ini, tetapi perlulah diakui pula, salah satu punca terbesar perpecahan pendapat umat Islam (dalam hal ini) adalah datang dari mereka. Golongan ini ada yang menolak secara sederhana dengan alasan yang lembut didengar, ada yang menolak dengan agak keras dan alasan yang masih boleh diterima, dan ada pula yang menolak sama sekali dengan penuh kasar dan penuh emosi. Maka hilanglah sifat toleransi mereka sehingga menyebabkan mereka terlalu ekstrem mengenainya.
Penolakan terhadap Imam Mahdi ini boleh dilihat dari dua sudut atau persoalan asas. Pertama, mereka menolak kemunculan suatu pribadi yang digelar sebagai Imam Mahdi, dan yang kedua adalah mereka yang menolak hadis-hadis tentang kemunculan Imam Mahdi. Yang menolak kemunculan pribadi yang bergelar Imam Mahdi itu disebabkan kurangnya kefahaman mereka terhadap diri Imam Mahdi itu sendiri. Maka karena itu, kedatangan si Mahdi itu ditolak terus. Masakan boleh Imam Mahdi itu dengan hanya bersendirian sahaja mampu membaiki seluruh keadaan dunia yang amat kronik pada hari ini. Mustahillah Imam Mahdi itu mempunyai keupayaan yang jauh melebihi dari apa pernah diterima oleh Rasulullah SAW sendiri. Demikian fikir mereka, dan itu jugalah alasan yang mereka beri.
Mereka ini terlalu mengikutkan logik akal sihat mereka itu sahaja, sehingga lupalah mereka bahwa akal mereka yang mereka terlalu agung-agungkan itu amatlah terhad sempadan yang mampu dicapainya. Mereka seolah-olah lupa bahwa akal sebenarnya dipandu oleh al-Quran dan hadis, bukan akal yang memandu al-Quran dan hadis. Sikap mereka yang demikian seolah-olah meletakkan kedudukan akal melebihi daripada kedudukan al-Quran dan hadis. Seolah-olah apabila sesuatu itu tidak dapat dilogikkan oleh akal, maka perkara itu tertolak. Dan itulah dia syariat pada pandangan mereka. Sikap seperti ini sebetulnya adalah melanjutkan sikap dan pegangan Muktazilah, yang pernah hidup subur pada zaman dahulu. Mereka inilah Muktazilah modern, yang melanjutkan lidah Muktazilah zaman dahulu, yang pada hari ini sudah kelu lidahnya di dalam lubang kubur masing-masing.
Golongan yang kedua, menolak kemunculan Imam Mahdi karena mengalasankan bahwa tidak ada sebuah pun hadis yang berkaitan Imam Mahdi itu yang dapat dipegang atau dijadikan hujah syarak. Mereka terlalu dikongkong oleh kaedah ilmu mustalah hadis yang amat ketat itu, sehingga pada perkara Imam Mahdi yang hanyalah soal furuk agama pun, dihukumkan seperti mereka menghukum perkara pokok akidah atau pokok syariat. Maka karena itu, tertolaklah perkara Imam Mahdi ini pada pandangan mereka. Lupalah mereka bahwa soal ini adalah furuk semata-mata, tidak lebih daripada itu. Itulah akibatnya jika kayu ukur yang digunakan adalah kayu ukur orang lain, yang jauh berbeda daripada kayu ukur yang sepatutnya
0103 Nama-nama Ulama Kenamaan dan Kitab Karangan Mereka Mengenai Imam Mahdi
Sejak zaman awal Islam lagi, telah ramai ulama muktabar yang berusaha menerangkan kepada umat Islam seluruhnya mengenai pribadi Imam Mahdi. Kitab-kitab karangan mereka dapat dibaca hingga ke hari ini oleh seluruh umat Islam. Di sini dinyatakan beberapa orang ulama kenamaan itu dan kitab-kitab termasyhur mereka yang ada di dalamnya kisah-kisah mengenai Imam Mahdi. Semoga dengan ini dapatlah kita mengambil iktibar, ilmu dan manfaat daripadanya.
  1. Sahih al-Bukhari, Kitab Bad’ ul-Khalq wa Nuzul Isa, Jilid 4.
  2. Imam Muslim, Sahih Muslim, Jilid 1, Jilid 2, Bab Nuzul Isa, Bab 18.
  3. Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, Jilid 2, Jilid 3 & Jilid 5.
  4. Imam at-Tarmizi, Sahih at-Tarmizi, Jilid 2, Jilid 9.
  5. Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Jilid 2.  
  6. Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jilid 1 & Jilid 3.  
  7. Imam an-Nasaie, Sunan an-Nasaie.
  8. Imam Al-Hakim, Mustadrak as-Sahihain, Jilid 4.
  9. Imam Ibnu Hajar al-Haitami, As-Sawa’iqul Muhriqah.
  10. Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Qaulul Mukhtasar fi Alamatil Mahdiyul Muntazar.
  11. Imam Ibnu Tawus, Kitabul Malahim wal Fitan.  
  12. Imam at-Tabrani, Al-Majma’.  
  13. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Jilid 7.
  14. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahzibus Sabit, Jilid 9.
  15. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Jilid 7.
  16. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Nuzhatun Nazar.  
  17. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Lisanul Mizan, Jilid 1.  
  18. Ibnu Sabbagh al-Maliki, Al-Fusulul Muhimmah, Jilid 12.
  19. Imam Mahyuddin Ibnu Arabi al-Hatimi, Al-Futuhatul Makkiyah.
  20. Fathul Muhimmah (edisi kedua).  
  21. Futuhatul Islamiyah, (edisi Makkah) Jilid 2.  
  22. Imam As-Suyuti, Kitab Al-Hawi Lil Fatawa, Jilid 2.  
  23. Imam As-Suyuti, Al-Urful Wardi.
  24. Imam As-Suyuti, Alamat Qiyamat.
  25. Imam As-Suyuti, Al-Jami’us Saghir.
  26. Imam As-Syakrani, Tanbihul Mughtarrin.
  27. Ibnu Asir, Kamilut Tawarikh, Jilid 1.  
  28. Al-Yaaqubi, Tarikh, Jilid 3.  
  29. Imam Syamsuddin Abu Abdillah al-Ansari Al-Qurtubi, At-Tazkirah Fi Ahwalul Mauta wa Ahwalul Akhirah.
  30. Imam Al-Baihaqi, Sunanul Kubra.
  31. Ibnu Asakir, Tarikh, Jilid 4.  
  32. Imam at-Tabari, Tarikhul Umam Wal Muluk (Tarikh at-Tabari), Jilid 7.  
  33. Imam Ibnu Kasir, Alamat Yaumul Qiyamah.
  34. Imam As-Sakhawi, Fathul Mughith, Jilid 3.
  35. Imam Az-Zurqani, Syarhul Mawahibul Ladunniyyah, Jilid 5.
  36. Imam Ali bin Abu Bakar al-Haitami, Majma’ul Zawaid (ed. Kaherah), Jilid 7.
  37. Said Muhammad Hasan, Al-Mahdiyah fil Islam (Kaherah, 1373H).
  38. Kanzul Ummal, Jilid 7.
  39. Al-Hafiz Abu Nuaim, Aqdud Durar Fi Akhbaril Mahdiyul Muntazar, Jilid 12, Bab 1.
  40. Kanji As-Syafie, Al-Bayan fi Akhbar Sahibuz Zaman, Bab 12.  
  41. Ubaidallah Hindi Hanafi, Arjahul Matalib.
  42. Imam Abu Bakar al-Iskafi, Fawa’idul Akhbar.
  43. Imam Abu Bakar al-Iskafi, ‘Aqdud Durar fi Akhbaril Muntazar.
  44. Muhammad Taisir Zibyan, Ahlul Kahfi.
  45. Abul Fadhal Abdullah bin as-Siddiq al-Husaini al-Idrisi al-Maliki, Ph.D., Al-Mahdiyul Muntazar.
  46. Syeikh Osman Jalaluddin, Ad-Durratun Nafi’ah fi Isyaratus Sa’ah, Bagian 1 & 2.  
  47. Pehin Datu Seri Maharaja Dato’ Seri Utama Sahibul Fadhilah Haji Ismail bin Omar Abdul Aziz, Ringkasan Akidah Ahli Sunnah wal Jemaah.
  48. Yusuf bin Yahya bin Ali bin Abdul Aziz al-Maqdisi asy-Syafie as-Sullami, Aqdud Durar fi Akhbaril Muntazar.
  49. Mustaffa Suhaimi, Al Mahdi Nama Yang Paling Dipertikai dan Sering Dieksploit Sepanjang Sejarah Umat Islam.
  50. Ustaz Haji Ashaari Muhammad, Siapa Mujaddid Kurun Kelima Belas?
  51. Ustaz Haji Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiah Pegangan Darul Arqam, Sekaligus Menjawab Tuduhan.
  52. Ustaz Haji Ashaari Muhammad, Berhati-hati Membuat Tuduhan.
  53. HM Thalib Lubis, Imam Mahadi.
  54. Muhammad Labib Ahmad, Siapa Imam Mahadi?
  55. Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah (edisi Kaherah).
  56. Ahmad Thompson, Dajjal, The King Who Has No Clothes.
  57. Muhammad As-Saban, As’afur Raghibin.
  58. Shablanji, Nurul Absar.
  59. Allamah Ahmad bin Muhammad bin Siddiq al-Ghumari al-Husni, Abrazul Waham al-Maknun.
  60. Imam Nuaim bin Hammad, Al-Fitan.
  61. Ahmad bin Jaafar bin Al-Munadi, Kitabul Malahim.
  62. Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri, Al-Ihtijaj bil Asar ‘Ala Man Ankaral Mahdiyul Muntazar.
  63. BAHEIS, JPM Malaysia, Mastika Hadis (Jilid 1).
Selain dari yang disebutkan di atas, terdapat banyak lagi buku dan kitab yang boleh ditemui dengan mudah yang menceritakan mengenai Imam Mahdi, sama ada secara khusus maupun secara tidak langsung yaitu sebagian daripada isi buku mereka. Senarai yang diberikan di atas adalah antara kitab yang mudah dan banyak didapati di pasaran hari ini. Sebagian besarnya adalah kitab yang sudah sangat masyhur di kalangan kita, umat Islam yang Ahlus Sunnah wal Jamaah. Yang lain-lain itu, maka carilah sendiri
0104 Sahabat Nabi SAW yang Meriwayatkan Hadis Mengenai Mahdi
Berdasarkan hadis-hadis yang telah diriwayatkan, terdapat empat puluh empat nama para sahabat RA yang pernah menyampaikan kepada kita hadis-hadis mengenai Imam Mahdi, seperti yang mereka pernah dengar daripada Nabi SAW sendiri. Sebagian mereka adalah merupakan sahabat utama Baginda SAW, yaitu orang-orang yang sudah mendapat jaminan syurga daripada Rasulullah SAW. Ada yang meriwayatkan sebuah hadis dan ramai pula yang meriwayatkan beberapa buah hadis mengenai Imam Mahdi daripada Rasulullah SAW.
Ada yang meriwayatkan sebuah hadis daripada Rasulullah SAW mengenai Imam Mahdi, ada yang banyak, dan selain dari itu, ada yang bercerita mengenai Imam Mahdi berdasarkan kasyaf yang mereka terima daripada sisi Allah. Kasyaf ini jelas dapat dilihat jika kita rajin meneliti dan menghalusi kata-kata para sahabat RA ini, tanpa terburu-buru menolaknya. Perkabaran ini adalah sokongan atau tambahan daripada apa yang telah diberitakan oleh Rasulullah SAW kepada mereka sebelumnya. Hal ini tidak sekali-kali boleh dikatakan bahwa mereka itu seperti memandai-mandai atau berlebih-lebih dalam penerangan mereka. Hal ini dikarenakan mereka memang mendapat ilmu seperti yang demikian itu lalu mereka sampaikan pula kepada generasi tabiin, dan seterusnya sampai kepada kita hari ini.
Jumlah mereka yang seramai ini, memang jika dilihat dari segi rawi dan syarat untuk menjadi mutawatir, memang sudah lebih daripada mencukupi untuk kita mengisytiharkannya sebagai mutawatir mutlak. Hanya mengenangkan soal ini adalah soal furuk dalam ilmu tauhid, maka tidaklah dirasakan perlu berbuat demikian. Namun jika ada pihak yang mau berbuat demikian, dipersilakanlah. Berikut adalah sahabat RA yang namanya dimasukkan sebagai periwayat hadis mengenai Imam Mahdi:
  1. Sayidatina Aisyah, Ummul Mukminin RA.
  2. Sayidatina Ummu Salamah, Ummul Mukminin RA.
  3. Sayidatina Maimunah, Ummul Mukminin RA.
  4. Sayidatina Ummu Habibah RA, Ummul Mukminin RA.
  5. Sayidina Ali bin Abi Talib KMW.
  6. Sayidina Ali al-Hilali RA.
  7. Sayidina Abdullah ibnul Abbas RA.
  8. Sayidina Abdullah ibnu Umar RA.
  9. Sayidina Abdullah ibnu Mas’ud RA.
  10. Sayidina Abdullah bin Amru bin al-As RA.
  11. Sayidina Abdullah bin Busri RA.
  12. Sayidina Abdullah bin Al-Haris RA.
  13. Sayidina Abdul Rahman bin Auf RA.
  14. Sayidina Al-Abbas bin Abdul Muttalib RA.
  15. Sayidina Amru bin Al-As RA.
  16. Sayidina Amru bin Murrah al-Juhani RA.
  17. Sayidina Amru bin Taghlib RA.
  18. Sayidina Ammar bin Yasir RA.
  19. Sayidina Abi at-Tufail RA.
  20. Sayidina Abu Said al-Khudri RA.
  21. Sayidina Abu Hurairah RA.
  22. Sayidina Abu Ayub al-Ansari RA.
  23. Sayidina Abu Umamah al-Bahili RA.
  24. Sayidina Anas bin Malik RA.
  25. Sayidina Auf bin Malik RA.
  26. Sayidina Buraidah RA.
  27. Sayidina Husain bin Ali bin Abi Talib RA.
  28. Sayidina Huzaifah bin Al-Yaman RA.
  29. Sayidina Imran bin Husain RA.
  30. Sayidina Jabir bin Abdullah RA.
  31. Sayidina Jabir bin Samurah RA.
  32. Sayidina Jabir bin Majid as-Sadafi RA.
  33. Sayidina Jubair bin Nufair RA.
  34. Sayidina Kirrah al-Muzani RA.
  35. Sayidina Mustaurid al-Qurasyi RA.
  36. Sayidina Muaz bin Jabal RA.
  37. Sayidina Nafik bin Uqbah bin Abi Waqqas RA.
  38. Sayidina Osman bin Affan RA.
  39. Sayidina Qais bin Jabir RA.
  40. Sayidina Salman Al-Farisi RA.
  41. Sayidina Sauban RA.
  42. Sayidina Talhah bin Ubaidillah RA.
  43. Sayidina Tamim ad-Dari RA.
  44. Sayidina Zubair bin Al-Awwam RA.
Riwayat mengenai Imam Mahdi turut disebut oleh lima orang tabiin melalui hadis-hadis mursal. Mereka yang berlima itu adalah;
  1. Said bin Al-Musayyab RH.
  2. Imam Al-Hasan Al-Basri RH.
  3. Qatadah RH.
  4. Syahar bin Haushab RH.
  5. Mumar RH.
Seluruh nama sahabat RA yang meriwayatkan hadis mengenai Imam Mahdi ini dikumpulkan daripada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam as-Suyuti RH, Imam Ibnu Hajar al-Haitami RH, Imam Abu Nuaim RH dan Grand Muhaddith Syeikh Abdullah bin Sadek, Ph.D. Oleh karena mereka semuanya adalah ahli hadis yang pakar-pakar pada zaman masing-masing serta diakui pula oleh seluruh umat Islam akan kealiman mereka, maka hadis-hadis yang mereka riwayatkan dan nama-nama sahabat RA yang dibawakan itu kita terima, kita susun dan disenaraikan.
Maka hasilnya adalah seperti yang telah disenaraikan di atas. Jika para pembaca maukan lebih keyakinan, dan jika masa mengizinkan, eloklah membuat rujukan dan semakan semula kepada kitab-kitab yang dikarang oleh keempat-empat orang ulama yang penulis jadikan sandaran rujukan itu. Hal ini adalah baik juga sebagai suatu usaha untuk memantapkan lagi ilmu kita yang sebenarnya masih amat cetek ini
0105 Fatwa Oleh Rabitah Al-Alam Al-Islami
Ramai orang berkata, puak Wahabi tidak mempercayai hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi. Sebenarnya pandangan itu ada yang tepat dan ada yang tidak berapa tepat. Sebenarnya ada banyak pendapat dan fatwa dalam mazhab Wahabi sendiri mengenai Imam Mahdi ini. Antara satu pendapat dengan pendapat yang lain, terdapat perbedaan yang cukup luas, sama saja seperti dalam mazhab Ahlus Sunnah. Antara pendapat mereka itu ialah:
  1. Ada segolongan yang meyakini kemunculan Imam Mahdi pada akhir zaman. Namun, golongan ini adalah minoriti. Akhirnya suara mereka tenggelam oleh suara puak Wahabi yang lebih ramai.
  2. Ada segolongan puak Wahabi yang bersikap tidak peduli mengenai Imam Mahdi ini. Mereka tidak begitu percaya, tetapi pada masa yang sama tidak pula menafikan terus.
  3. Ada segolongan yang hanya menafikan hadis-hadisnya sahaja tetapi mempercayai kemunculan Imam Mahdi. Alasannya hadis-hadis itu terlalu dhaif dan sebagian besarnya adalah hadis maudhuk.
  4. Sebagian besarnya menafikan terus kepercayaan Imam Mahdi ini dan menolak terus hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi. Pada mereka, Imam Mahdi tidak ada, karena tidak pernah disuruh oleh Nabi SAW untuk mempercayainya. Inilah golongan majoriti dalam puak Wahabi, dan suara merekalah yang lebih tertonjol.
  5. Sebagian lagi hanya mempercayai sebagian hadis sahaja mengenai Imam Mahdi dan menolak terus sebagian hadis lagi. Hadis-hadis yang mereka tolak adalah hadis-hadis yang terlalu dhaif, kelihatan zahirnya amat bertentangan antara satu dengan lain atau yang sememangnya maudhuk. Keyakinan mereka kepada Imam Mahdi adalah hampir sama dengan kepercayaan umum dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pendapat mereka ini memang berdasarkan ilmu, bukan semata-mata emosi.
  6. Mempercayai kemunculan Imam Mahdi tetapi menafikan pula kemunculan Panji-panji Hitam. Golongan ulama Wahabi adalah golongan yang berpegang kepada kaedah ini. Hampir seluruh pengikut Wahabi berpegang kepada kaedah ini, karena pegangan demikianlah yang diajarkan oleh ulama Wahabi seperti dalam kitab besar mereka, Fatawal Aqidah. Bagi mereka, kemunculan Imam Mahdi tidak ada kait-mengait langsung dengan Panji-panji Hitam.
Fatwa yang lebih meyakinkan mengenai isu ini telah dikeluarkan di Makkah oleh Rabitah al-‘Alam al-Islami (Muslim World League) pada 11 Oktober, 1976 (bersamaan 23 Syawal, 1396). Fatwa ini menyatakan bahwa terdapat lebih daripada dua puluh orang Sahabat RA yang meriwayatkan hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi, menyenaraikan nama ulama hadis yang menyampaikan riwayat ini kepada kita, di samping nama-nama ulama yang telah menulis kitab mengenai Imam Mahdi. Fatwa Rabitah itu berbunyi begini:
"The memorises (Hafiz) and scholars of Hadith have verified that there are authentic (sahih) and acceptable (hasan) reports among the traditions related to al- Mahdi. The majority of these traditions are related through numerous authorities (Mutawatir). There is no doubt that the status of those reports are Sahih and Mutawatir. (They have also verified) that the belief in Mahdi is obligatory, and that it is one of the beliefs of Ahl al-Sunnah wal Jama'a. Only those ignorant of the Sunnah and innovators in doctrine deny it."
Terjemahannya secara bebas kira-kira begini:
Para hafiz dan ulama-ulama hadis telah mengesahkan riwayat daripada hadis-hadis berkenaan al-Mahdi adalah sahih dan hasan. Kebanyakan hadis ini adalah berbentuk mutawatir. Tidak ada keraguan lagi bahwa taraf riwayat ini adalah sahih lagi mutawatir. (Mereka juga menyatakan) bahwa kepercayaan kepada al-Mahdi adalah sah dan mempercayainya adalah salah satu kepercayaan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Hanya orang yang jahil tentang hadis-hadis dan pencipta bidaah sahaja yang akan menafikannya.”
Untuk mendapatkan teks penuh fatwa berkenaan dan garis panduan menyusun fatwa itu, bolehlah melihatnya dalam buku Al-Bayan Fi Akhbar Sohibuz Zaman, oleh Kanji as-Syafie, cetakan Beirut, tahun 1979 di bagian Pengenalan, muka surat 76-79 dan pada bagian Lampiran. Buku tersebut berbahasa Arab
0106 Pandangan Resmi Puak Wahabi Mengenai Imam Mahdi dan Panji-panji Hitam
Ada sebuah buku rujukan, Fatawal ‘Aqidah, yang disusun oleh Syeikh Muhammad bin Salih bin ‘Usaimin, cetakan kedua, tahun 1993, Maktabah As-Sunnah, Kaherah, Bab Al-Fitan wa Asyratus Sa’ah, halaman 481 - 493.
Buku ini bolehlah dianggap sebagai fatwa sah dan resmi bagi puak Wahabi karena penyusunnya adalah diiktiraf sebagai ulama terbesar dan pensyarah Kuliyyah Syariah. Buku ini juga disusun oleh beliau dengan memasukkan beberapa fatwa resmi daripada beberapa orang ulama besar Wahabi yang lain. Berikut adalah terjemahan secara bebas fatwa yang dipetik daripada buku berkenaan.
Soalan 261:
Bertanyakan Syeikh: Mengenai hadis-hadis keluarnya al-Mahdi, adakah sahih atau tidak?
Dijawab dengan katanya:

Hadis-hadis mengenai al-Mahdi terbahagi kepada empat:
Pertama: hadis-hadis dusta.
Kedua: hadis-hadis dhaif.
Ketiga: hadis-hadis hasan dikarenakan banyaknya kaitan, hingga kepada derajat sahih, yaitu hadis sahih lighairih.
Keempat: kata sebagian ulama adalah sesetengahnya sahih lizatih.
Soalan 267:
Adakah sahih hadis tentang keluarnya as-Sufyani sebagai tanda kiamat? Begitu juga, adakah sahih hadis-hadis tentang munculnya Panji-panji Hitam?

Hadis mengenai as-Sufyani yang dikeluarkan oleh al-Hakim di dalam Mustadraknya itu, dikatakan hadis yang sahih isnadnya tetapi al-Hakim rahimahullah lebih mengetahui akan sebab-sebab (beliau mengatakannya sebagai) tashih, maka Allahlah yang Maha Mengetahui.

Adapun mengenai Panji-panji Hitam itu, tidak didapati (sumbernya di dalam hadis-hadis sahih).
Demikianlah terjemahan fatwa di dalam kitab Fatawal ‘Aqidah itu. Penulis tidak berhajat membuat sebarang ulasan, terpulanglah kepada pendapat dan pemahaman pembaca sendiri
0107 Hadis-hadis Yang Dikatakan Maudhuk Oleh Puak Wahabi
Sehubungan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh pihak Rabitah Al-Alam Al-Islami itu, beberapa orang ulama dari kalangan Wahabiyah telah berusaha menyenaraikan hadis-hadis berikut sebagai hadis-hadis yang telah dikenal pasti sebagai hadis maudhuk atau hadis reka-rekaan orang lalu disandarkan kepada Nabi SAW perkataannya, pada hal Nabi SAW tidak pernah sekali-kali menyebutkan seperti yang demikian. Kebanyakan pendapat mereka ini adalah dengan merujuk kepada tulisan Ibnul Jauzi. Antara hadis yang muktamad dimasukkan oleh puak Wahabi sebagai hadis maudhuk itu, antaranya adalah seperti berikut:
1.Dari Sayidina Ali bin Abi Talib KMW, sabda Nabi SAW,
Akan keluar seorang lelaki dari seberang sungai yang dikatakan Al-Haris bin Harras, yang di hadapannya ada seorang lelaki yang dikatakan Al-Mansur, dialah yang akan memudahkan urusan atau membela keluarga Nabi SAW seperti pihak Quraisy yang membela Rasulullah SAW. Wajib setiap mukmin menolongnya.” Atau baginda bersabda, “Wajib setiap orang mukmin menerimanya.”
2.Dari Abdullah RA, dia berkata,
“Ketika kami sedang berada bersama-sama Rasulullah SAW, datang sekumpulan anak-anak muda dari Bani Hasyim. Apabila melihat mereka, tiba-tiba air mata baginda berlinang dan wajahnya berubah. Abdullah berkata, aku bertanya, “Kami melihat sesuatu yang tidak kami senangi pada wajahmu?” Maka baginda menjawab, “Kami adalah Ahlulbait yang Allah telah memilih bagi kami kehidupan akhirat lebih daripada kehidupan dunia. Sesungguhnya ahli keluargaku, sepeninggalanku nanti akan menerima bala bencana pengusiran dan pembuangan, sehingga datanglah suatu kaum dari arah Timur yang membawa Panji-panji Hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya, lalu mereka berjuang dan menang, lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu tetapi mereka tidak menerimanya sehinggalah mereka menyerahkan kepemimpinan itu kepada salah seorang lelaki dari ahli keluargaku. Dia lalu memenuhinya dengan berbuat adil, seperti sebelumnya yang dipenuhi dengan kezaliman. Barang siapa di antara kamu semua yang menjumpai hal-hal tersebut, hendaklah dia mendatangi mereka walaupun terpaksa merangkak di atas salji.
3.Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,
Akan keluar dari Khurasan Panji-panji Hitam. Maka (Panji-panji Hitam itu) tidak dapat ditolak oleh sesuatu apa pun sehinggalah ditancapkan di Ilya’.”
4.Sabda Rasulullah SAW,
Terdapat banyak pasukan tentera selepasku kelak. Kamu hendaklah menyertai pasukan tentera yang datang dari arah Khurasan.”
5.Dari Muaz bin Jabal RA, dari Nabi SAW bersabda,
(Jarak masa antara) Malhamatul ‘Uzma, penaklukan Konstantinopel (Eropah) dan keluarnya Dajjal adalah dalam masa tujuh bulan.”
6.Ammar bin Yasir RA menyatakan,
Apabila orang suci (Nafsuz Zakiyah) itu terbunuh, satu seruan dari langit akan kedengaran, “Pemimpin kamu semua adalah si dan si anu.” Berikutnya, Al-Mahdi akan memerintah dunia dan memenuhkannya dengan keadilan dan sama rata.”
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lanjut mengenai taraf hadis-hadis tersebut dan sanad yang dikatakan ditolak, bolehlah dirujuk kepada penjelasan yang dibuat oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya Ahadisul Maudhu’at. Semua hadis di atas telah secara muktamad dimasukkan sebagai hadis maudhuk oleh beliau. Sayangnya, bukan semuanya adalah hadis Nabi SAW malah adalah ucapan para sahabat sahaja, tetapi turut dimaudhukkan oleh beliau.
0108 Mahdi Tempatan
Selain Imam Mahdi yang sebenar, yang hakiki itu, terdapat pula di setiap penjuru alam ini, orang-orang yang boleh kita gelarkan sebagai Mahdi tempatan. Maksudnya kepercayaan kepada Mahdi itu mempunyai bentuknya yang khas bagi sesuatu tempat. Hal ini dapat dikesan melalui riwayat-riwayat orang dahulu seperti yang diceritakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami sendiri, atau oleh Imam as-Suyuti RH atau orang-orang lain. Ahli sejarah juga turut merakamkan peristiwa ini dalam buku-buku sejarah mereka.
Contohnya di Nusantara ini, terdapat bentuk Imam Mahdi yang khas Nusantara dan berwatak Nusantara. Contoh yang paling ketara adalah kepercayaan kepada datangnya Ratu Adil di kalangan masyarakat Jawa. Ratu Adil akan membawa kemakmuran dan keadilan kepada seluruh rakyat. Keadaan ini amatlah jauh berbeda daripada sifat-sifat Imam Mahdi seperti yang diceritakan oleh hadis-hadis.
Di Makassar pula, kepercayaan yang hampir sama turut didapati dengan gelaran Karaeng Data. Demikian jelas Prof. Dr. Hamka. Di India, terdapat pula bentuk dan watak Mahdi yang lebih mirip tempatan di sana yaitu Imam Mahdi, Nabi Isa dan rasul penghujung zaman. Di negara-negara Arab sendiri, terdapat jenis-jenis Mahdi tempatan yang mirip dengan keadaan masyarakat yang diwakilinya. Sungguh pun mereka berbangsa Arab dan berbahasa Arab pula, sifat-sifat Mahdi mereka itu tetap jauh berbeda daripada apa yang terdapat di dalam hadis.
Di Afrika juga, keadaan yang sama turut berlaku. Terdapat beberapa jenis Mahdi tempatan yang mirip dengan cara dan kebudayaan tempatan. Sejak dahulu hingga kini, memang silih berganti muncul orang yang mendakwa dirinya sebagai Mahdi, dengan ciri-ciri tempatan tertonjol jelas padanya. Yang paling jelas adalah di Sudan, Maghribi dan Mesir. Mungkin salah satu tujuan mereka berbuat demikian adalah untuk mendapatkan simpati dan sokongan daripada penduduk setempat. Maka ramailah simpati yang menyokong mereka, karena Mahdi itu adalah khas untuk penduduk tempatan, dan berwatak tempatan pula. Keturunannya juga adalah dari kalangan penduduk tempatan juga.
Di tempat-tempat lain di dunia ini juga mempunyai Mahdi mereka sendiri. Pengaruh-pengaruh Mahdi ini lebih bercirikan tempatan dan dipengaruhi oleh kepercayaan menurut agama yang diwakili olehnya. Memang dari semasa ke semasa, ada sahaja orang yang mengaku dirinya Mahdi dan berjaya pula mempengaruhi orang ramai dengan dakwaannya itu. Ada yang menjadi amat ekstrem dengan Mahdi mereka itu dan ada pula yang biasa sahaja terhadap Mahdi mereka itu.
Dan tidak dinafikan bahwa kemunculan pribadi-pribadi sedemikian dari semasa ke semasa itulah yang mempengaruhi para penentang konsep Imam Mahdi untuk menolak terus kepercayaan kepada kemunculan Imam Mahdi yang sebenar. Memang sekali imbas, kemunculan orang-orang sebegini hanya merusakkan umat Islam dan menguntungkan pihak musuh. Mereka seolah-olah lupa bahwa Imam Mahdi yang sebenar hanya ada seorang sahaja di dunia ini, yang lain-lain itu sepatutnyalah ditolak. Janganlah hanya dikarenakan ramai yang mendakwa sebagai Imam Mahdi, maka Imam Mahdi yang sebenarnya pun kita tolak sama, dan kemunculannya pun kita nafikan.
Hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu tidak bersalah, jangan dihukum dengan hukuman yang tidak patut diterimanya, dan Imam Mahdi yang hakiki itu juga tidak bersalah. Tidak patutlah beliau itu dipersalahkan. Yang bersalah dalam hal ini adalah orang-orang yang mendakwa dirinya Imam Mahdi sedangkan dia itu bukanlah Imam Mahdi. Ciri-ciri khusus yang disebutkan oleh hadis satu pun tidak ada pada dirinya, mana mungkin dia itu boleh menjadi Imam Mahdi? Kita sebagai orang awam perlu bijaksana dan matang menangani masalah furuk ini. Kita perlu tahu bila kita kena menolak, dan tahu pula bila harus menerimanya
0109 Imam Mahdi di Kalangan Para Wali
Imam Mahdi yang dikenali di seluruh dunia seperti yang selalu disebut-sebutkan itu adalah Imam Mahdi bagi para ulama hadis atau Imam Mahdi bagi ulama ahli kalam. Ini disebabkan sifat-sifat, keadaan, kemunculan dan pemerintahannya kita ketahui melalui hadis-hadis Nabi SAW dan juga huraian para ulama ilmu kalam dalam kitab-kitab tauhid mereka. Imam Mahdi ini mereka huraikan menurut fahaman dan sudut pandangan mereka itu. Maka kita pun turut memahaminya menurut sudut pandangan yang telah ditumpukan oleh mereka itu. Dan itulah juga Imam Mahdi bagi orang awam yang sebenarnya.
Sebab itulah, apabila ada orang lain menceritakan mengenai Imam Mahdi menggunakan sudut pandangan yang berbeda daripada apa yang kita sedia fahami itu, maka ramailah bingkas menentangnya. Seolah-olah apa jua pandangan yang bertentangan dengan apa yang kita sedia fahami itu salah belaka, bidaah belaka dan bohong belaka. Hanya pandangan kita sahaja yang betul dan benar. Karena kononnya pandangan kita berdasarkan ayat al-Quran dan hadis. Pendapat orang lain semuanya salah. Maka berlakulah perbedaan yang lebih besar dan merumitkan lagi keadaan, walhal mereka hanya menyatakan pandangannya, yang sebenarnya tidak salah, hanya berbeda sedikit daripada kita sahaja.
Umpamanya, kita selama ini disogokkan dengan cerita orang yang melihat Imam Mahdi itu dari arah hadapan sahaja. Maka pandangan dari hadapan itulah yang kita terima dan anggap benar. Apabila ada orang lain yang melihat Imam Mahdi itu dari arah belakang dan menyatakan apa yang dia sedang lihat, maka kita pun marah kepadanya karena dia melihat dari belakang. Kita tidak sepatutnya memarahi dia sedangkan yang dilihatnya itu adalah Imam Mahdi yang itu juga, cuma dia melihat dari tempat yang lain dari tempat kita melihatnya. Maka berbedalah pandangan dia daripada kita, disebabkan berbeda tempat dia memandang itu.
Dalam hal ini, para ahli sufi turut menjelaskan sifat, keadaan dan pemerintahan Imam Mahdi, menurut pandangan mereka pula, dengan sumber yang berbeda pula. Pandangan dan sumber mereka itu tidak pernah dipakai oleh ahli hadis dan ahli ilmu kalam. Malah sumber mereka itu dilihat sekali imbas, bagaikan tidak pernah digunakan oleh Nabi SAW sendiri dan para sahabat RA. Para ahli sufi ini melihat dari sudut kesufian mereka, dan sumber mereka adalah ilmu laduni, kasyaf dan berita ghaib yang mereka terima.
Ahli sufi atau dikenali juga dengan nama ahli tasawuf adalah golongan yang berusaha menghampirkan diri dengan Allah SWT, dengan amalan zahir dan batin. Keutamaan mereka adalah pada amalan batinnya, karena yang itulah yang dinilai oleh Allah SWT dan juga merupakan tempat jatuhnya pandangan Tuhan kepada mereka. Mereka tidak berapa menghiraukan kepentingan duniawi karena matlamat utama mereka adalah satu, yaitu Allah SWT sahaja. Disebabkan itu, pandangan dan matlamat hidup mereka jauh berbeda daripada manusia biasa, termasuk para ulama yang banyak kedapatan pada setiap ketika.
Bagi golongan ahli sufi atau tasawuf ini, Imam Mahdi adalah seorang lelaki yang merdeka, seorang yang bertaraf wali, malah wali yang terbesar pernah dilahirkan ke dunia ini (selepas zaman sahabat RA). Beliau juga adalah ketua bagi sekalian wali dan terakhir keluar, digelar sebagai Khatimul Auliak (Penutup Sekalian Wali). Sesuai dengan gelaran dan kedudukan itu, tiada lagi ketua wali yang lebih utama daripada beliau, sama ada sebelum atau selepasnya. Keadaannya sama dengan Rasulullah SAW yang merupakan penutup bagi sekalian rasul dan terakhir keluar, digelar sebagai Khatimul Anbiak (Penutup Sekalian Nabi).
Peranan Imam Mahdi ini disamakan dengan peranan Nabi Muhammad SAW yang menjadi batu terakhir untuk menyiapkan sebuah binaan. Dengan peletakan batu yang terakhir itu ke tempatnya, maka siaplah pembinaan rumah itu keseluruhannya. Sehubungan itu, sejak diutuskan Nabi Adam AS hinggalah akhirnya, Nabi Muhammad SAW adalah pelengkap bagi para rasul yang diutus itu. Agama yang dibawanya adalah penamat bagi sekalian agama yang pernah disyariatkan, dan terlengkap di antara semua agama.
Sabda Rasulullah SAW,
“Diriku dibanding dengan para anbiak sebelumku adalah seperti seorang lelaki yang membina rumah dan menyempurnakan pembinaannya hinggalah tinggal satu tempat untuk diisi dengan seketul batu. Maka akulah batu itu.”(Imam a-Bukhari)
Berdasarkan hadis inilah ahli-ahli tasawuf membuat perbandingan peranan Imam Mahdi dengan peranan Rasulullah SAW. Imam Mahyuddin Ibnu Arabi al-Hatimi, seorang Wali Qutub yang cukup terkenal, di dalam kitab termasyhurnya Fathul Makkiyah, menulis kira-kira begini:
Al-Mahdi yang ditunggu-tunggu itu berperanan sebagai penyempurna tugas sekalian aulia. Beliau adalah umpama seketul batu binaan yang akan menutup ruang yang kosong bagi menyempurnakan binaan itu seluruhnya.
Maknanya, apabila Imam Mahdi yang Muntazar itu muncul kelak, sempurnalah binaan itu keseluruhannya dan menutup peranan sekalian Wali Qutub. Imam Mahdi itulah yang menyempurnakan peranan ketua-ketua wali yang sebelumnya. Jika ada ketua wali selepasnya pun, hanyalah bertaraf wali biasa sahaja, bukan bertaraf ketua wali lagi karena pada ketika itu sudah tiada lagi orang yang akan dilantik sebagai ketua wali.
Imam Mahyuddin Ibnu Arabi juga membedakan taraf Rasulullah SAW sebagai ketua sekalian anbiak dengan Imam Mahdi sebagai ketua sekalian auliak, hanyalah dari segi mutunya sahaja. Rasulullah SAW sebagai seorang rasul diumpamakan seperti nilai emas, manakala Imam Mahdi sebagai seorang wali diumpamakan seperti nilai perak. Oleh itu, setinggi-tinggi taraf Imam Mahdi, tetaplah beliau itu seorang wali sahaja, tidak akan sampai melebihi taraf seorang nabi atau rasul. Cuma, di kalangan para wali yang ada, sama ada yang hidup pada zamannya ataupun sebelum itu, beliau nyatalah lebih tinggi martabatnya daripada sekalian mereka itu.
Apabila muncul kelak, beliau akan menunaikan sembahyang secara berjemaah dengan sekalian kaum muslimin di Masjidil Haram, akan menyampaikan khutbah yang panjang kepada seluruh umat manusia, akan berjuang menegakkan sunnah Rasulullah SAW, mengembalikan keadilan di kalangan manusia, memulihkan berkat, menentang kezaliman dan bidaah, diakui sebagai raja yang sangat adil, dan membawa Islam ke puncak kemuliaan seperti yang sepatutnya diterima oleh Islam itu sendiri.
Imam Mahyuddin Ibnu Arabi juga menyatakan di dalam kitabnya itu bahwa Imam Mahdi akan muncul pada akhir kurun ketujuh Hijrah. Ijtihadnya ini dibuat memandangkan bahwa tiada sebuah hadis pun yang menyatakan dengan jelas bila Imam Mahdi itu akan muncul. Oleh karena pada akhir kurun ketujuh Hijrah Imam Mahdi yang dimaksudkan tidak juga muncul-muncul, maka ijtihad beliau itu dianggap batal. Namun, beliau tetap mendapat satu pahala karena telah berijtihad berdasarkan ilmu yang ada pada beliau, di samping ilmu yang ada padanya membolehkan beliau mengeluarkan ijtihadnya sendiri.
Golongan sufi juga menyatakan pendirian yang tegas bahwa masalah Imam Mahdi adalah masalah khilafiah dan hanyalah furuk dalam ilmu tauhid. Karena itu jugalah masalah Imam Mahdi ini pada peringkat awal Islam dahulu, tidak begitu diambil perhatian oleh golongan sufi ini. Hanya pada sekitar tahun 300 Hijrah sahaja masalah ini mula diambil berat oleh mereka, dengan membawa satu cerita baru, yang jauh berbeda daripada cerita yang didapati di kalangan ahli hadis dan ahli tauhid. Hal ini bukanlah bidaah, cuma perspektif yang mereka gunakan berlainan daripada perspektif yang lazim kita gunakan. Itu sahaja. Tidak lebih dan tidak kurang. Huraian mereka ini lebih bersifat memperlengkapkan lagi ilmu bagi sekalian umat Islam.
0110 Antara Ulama Yang Menerima Dan Menolak
Demikianlah hebat dan bercelarunya seluruh dunia ini dengan masalah mengenai kepribadian Imam Mahdi. Sebagian besar ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah menerima mengenai kedatangan Imam Mahdi dan mempercayainya seperti yang disebutkan di dalam hadis-hadis. Selain itu, muncul pula segolongan ulama Islam yang menolak terus atau tidak mempercayai langsung masalah Imam Mahdi ini. Mereka adalah dari kalangan ulama atau cendekiawan, terutama pada zaman modern ini, yang dilihat secara zahirnya adalah dari mazhab Ahlus Sunnah sendiri.
Mereka menolak terus hadis-hadis yang dikaitkan dengan Imam Mahdi sambil menyatakan hadis-hadis mengenai diri Imam Mahdi itu sangat dhaif atau menyandarkan pendapat dengan menyatakan bahwa Imam Bukhari dan Imam Muslim langsung tidak ada meriwayatkannya. Karena itu, menurut mereka lagi, perkara mengenai Imam Mahdi tidak ada dasarnya dalam agama yang suci ini.
Walau apa pun pendapat mengenai diri Imam Mahdi itu, terdapat pula orang-orang Islam yang sangat yakin dengannya dan terdapat pula orang Islam yang menolak terus hal ini. Yang yakin, terlalu yakin manakala yang menolak, menolaknya mentah-mentah. Mereka menganggapnya sebagai suatu perkara bidaah, dongeng zaman purba, datang dari pengaruh messianic dan sebagainya lagi. Yang mengatakannya sebagai suatu bentuk kepercayaan karut atau khurafat pun ada.
Ini mungkin disebabkan masalah Imam Mahdi bukan masalah pokok akidah, cuma masalah furuk sahaja atau lazim disebut soal khilafiah, soal ijtihad. Percaya atau tidak, tidak membawa kesan apa-apa.
Adanya atau tiadanya boleh diterima atau ditolak, dan iman kita tetap sah, walaupun kita menyatakan pendirian kita untuk menyebelahi mana-mana pihak atau langsung tidak menyebelahi mana-mana pihak, yakni mengambil jalan tengah, dengan bersikap tunggu dan lihat (tawaquf).
Antara ulama yang menolak terus hadis yang berkaitan Imam Mahdi adalah kebanyakannya dari kalangan pengikut Ibnu Taimiyah dan Wahabi seperti yang dipelopori oleh Ibnu Khaldun, antaranya Haji Sanusi Hj Mahmood (bekas Mufti awal Singapura), Prof Dr Hamka, Abu al-A’ala al-Maududi, Syeikh Mahmud Syaltut, Muhammad Rasyid Ridha dan Syeikh Muhammad Abduh. Para sarjana dan cendekiawan hari ini juga sangat ramai yang cenderung kepada pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun itu. Mungkin karena kaedah kajian Ibnu Khaldun itu serupa atau hampir serupa dengan kaedah kajian mereka pada hari ini.
Antara alasan yang sering digunakan sebagai hujah oleh golongan yang menolak, jika dikemukakan persoalan ini kepada mereka ialah:
  1. Hadis-hadis yang menyebutkan Imam Mahdi adalah hadis yang lemah (dhaif), malah dhaifnya itu meliputi hampir semua jenis hadis dhaif.
  2. Rawi yang meriwayatkan tentang Imam Mahdi itu kebanyakannya adalah dari kalangan mereka yang lemah-lemah ingatannya. Oleh itu, periwayatan mereka boleh ditolak atau tidak dapat dipakai.
  3. Rawi yang meriwayatkan tentang Imam Mahdi banyak yang bermazhab Syiah. Malah ada sebagiannya adalah dari kalangan pemimpin Syiah di sesuatu tempat pada masanya.
  4. Kekacauan dari segi matan menyebabkan kebanyakan hadis mengenai Imam Mahdi patut ditolak karena hal ini amat menjejaskan kebolehpercayaan terhadap siqah rawi itu sendiri dan hadis-hadis yang dibawanya.
  5. Matan hadis mengenai Imam Mahdi itu ternyata amat kacau antara sebuah hadis dengan hadis yang lain. Ini ditambah lagi dengan ucapan para sahabat RA dan ucapan para tabiin RH yang juga amat bertentangan antara satu sama lain, malah bertentangan pula dengan matan hadis Nabi SAW. Semuanya ini menambahkan lagi kacaunya perihal mengenai Imam Mahdi.
  6. Ramainya pengaku Imam Mahdi sedangkan sifat-sifat dan pendakwaan mereka itu, tidak satu pun yang dapat dibuktikan bahwa mereka adalah Imam Mahdi. Hal ini sentiasa muncul dari semasa ke semasa dan dari satu tempat ke satu tempat yang lain. Karena itulah sukar untuk dipercayai kemunculan Imam Mahdi.
  7. Sifat-sifat dan kelebihan yang ada pada Imam Mahdi itu sendiri yang amat luar biasa dan hebat, melebihi dari apa yang sepatutnya berlaku kepada seorang manusia biasa. Sedangkan Nabi Muhammad SAW itu sendiri pun tidak pernah diberi kelebihan dan kekuasaan seperti yang disebutkan kepada Imam Mahdi. Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-baik rasul dan sekasih-kasih manusia pada sisi Allah, tetapi tidak pernah mendapat apa yang diberikan kepada Imam Mahdi. Karena ketidaklogikan inilah, hadis-hadis mengenai Imam Mahdi patut ditolak sama sekali.
  8. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tidak pernah meriwayatkan hadis-hadis yang menyebut nama Imam Mahdi dalam kitab hadis mereka. Maknanya, hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu sah dhaif atau maudhuk, karena tidak melepasi syarat-syarat yang ditetapkan oleh kedua-dua imam hadis itu.
Para ulama sekarang, sama ada yang lepasan universiti terkenal, universiti kurang terkenal, sekolah agama, sekolah pondok dan sebagainya, dengan begitu mudah menolak hadis-hadis mengenai Imam Mahdi yang akan muncul pada zaman ini, dengan alasan hadis-hadis yang dibawa adalah dhaif dan sangat dhaif, malah sebagian besarnya dikatakan adalah hadis maudhuk.
Itu cerita ulama, cendekiawan dan sarjana yang menolak mengenai kedatangan Imam Mahdi serta alasan-alasan yang mereka berikan. Sekarang kita lihat ulama yang percaya dan yakin pula. Antara ulama yang meyakini zahirnya Imam Mahdi adalah dari kalangan ulama kenamaan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami, Haji Ismail bin Umar Abdul Aziz (Almarhum Mufti Brunei), Imam Ibnu Kasir, Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Syeikh Ali al-Khawas, Imam Jalaluddin As-Suyuti, Imam ar-Ramli dan Imam Sayid Hasan al-Iraqi.
Sebenarnya jika hendak disenaraikan nama mereka yang yakin akan kemunculan Imam Mahdi dari kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah terlalu ramai, seramai bilangan ulama itu sendiri. Ini karena kalangan ulama Ahlus Sunnah secara umumnya menerima kebenaran datangnya Imam Mahdi dan hadis-hadis yang berkaitan dengannya.
Yang menjadi masalah di kalangan mereka sekarang ini ialah sama ada mereka mendalami masalah ini atau tidak, ambil berat atau tidak. Itu sahaja. Jika keyakinan mereka dijadikan soalan, sudah pasti jawapan yang kita terima ialah mereka percaya dan yakin. Sebab itu ada ulama yang mendalam ilmunya tentang masalah Imam Mahdi ini dan ramai pula yang tidak mempunyai ilmu secukupnya tentang hal ini
0111 Hukum Menetapkan Imam Mahdi
Imam Ibnu Aliah ada menyatakan yang terjemahannya kira-kira begini,
Maka adalah kepercayaan terhadap al-Mahdi itu tidak termasuk ke dalam pokok-pokok akidah dalam (mazhab) Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
Demikian fatwa beliau seperti yang dilaporkan oleh Syeikh Ibrahim al-Baijuri di dalam kitab besarnya dalam ilmu tauhid yaitu Hasyiah Tuhfatul Murid ‘Ala Jauharatut Tauhid. Kitab ini telah diterima, dipelajari, diguna pakai dan diamalkan oleh seluruh umat Islam sejak dahulu hinggalah ke hari ini.
Imam Abu Hasan Al-Asyaari sendiri, pelopor mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, tidak pernah memasukkan kepercayaan kepada kedatangan Imam Mahdi sebagai sebagian daripada rukun iman atau sebagian daripada iman itu sendiri di dalam kitab besarnya, Al-Ibanah Fi Usulid Diyanah. Sebab itulah beliau tidak memasukkan langsung di dalam kitabnya itu tentang masalah Imam Mahdi ini sebagai sebagian daripada asas kepercayaan umat Islam.
Menurut akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, Rukun Iman ada enam perkara. Tidak termasuk di dalamnya soal mempercayai Imam Mahdi. Jika kita rajin membaca, mempelajari dan mengkaji kitab-kitab tauhid karangan ulama-ulama besar Ahlus Sunnah, yang akan kita temui ialah bahwa, rukun iman yang kelima ialah percaya kepada hari kiamat, yang disebut juga sebagai hari akhirat, hari pembalasan, hari mahsyar dan seterusnya.
Dalam bab percaya kepada hari kiamat ini, kita mempercayai bahwa dunia ini akan kiamat, dihancurkan dan diganti dengan alam baru. Itu adalah asas akidah, maknanya wajib dipercayai dan diyakini. Kemudian, sebelum dihancurkan alam ini, akan ada terlebih dahulu tanda-tanda akan berlakunya kiamat. Tanda-tanda kiamat ini adalah cabang-cabang atau ranting-ranting daripada mempercayai hari kiamat tadi. Maknanya, mempercayai tanda-tanda kiamat bukan lagi merupakan rukun iman, tetapi berupa pelengkap sahaja, untuk menambahkan lagi keyakinan terhadap hari kiamat tadi. Jika tidak tahu mengenainya tidak akan sampai merusakkan iman kita.
Dalam mengetahui tanda-tanda kiamat itu, ada tanda-tanda besar dan ada pula tanda-tanda kecilnya. Tanda-tanda kecil kiamat atau lazim disebut tanda-tanda awal kiamat disebutkan dalam banyak hadis. Jika dihimpunkan semuanya, terdapat lebih dua ratus buah hadis yang menceritakan tanda-tanda kecil kiamat, dan sebagian besar daripadanya adalah hadis yang dikatakan bertaraf dhaif. Memang ada hadis yang bertaraf sahih dan banyak pula yang bertaraf hasan, yang menceritakan kepada kita tanda-tanda kiamat itu.
Tanda-tanda besar atau lazim disebut tanda-tanda hampir kiamat (isyratus sa’ah) seperti yang disebutkan oleh hadis-hadis, ada beberapa belas sahaja. Setelah selesai berlaku semua tanda besar kiamat itu, dunia ini akan dikiamatkan dan diganti dengan alam yang lain, yang lazim disebut Alam Mahsyar.
Di dalam beberapa belas tanda besar itu, terselit pula keterangan hadis mengenai seorang khalifah akhir zaman yang berasal daripada keturunan Nabi SAW yang akan memerintah dunia ini, sejurus sebelum kiamat sebenar tiba. Tiada pula keterangan yang menyatakan hal ini wajib diyakini dan dipercayai karena memang bukan merupakan rukun iman, tetapi penjelasan kepada perkara pokok sahaja.
Tidak ada satu keterangan pun, baik daripada hadis, ijmak ulama, qias dan sebagainya yang secara terang-terang mewajibkan seseorang itu mempercayai kedatangan Imam Mahdi. Daripada hadis-hadis yang sekian banyak yang menceritakan tentang Imam Mahdi, tidak sebuah pun yang menyatakan secara qat’ie bahwa umat Islam wajib mempercayai kedatangan Imam Mahdi itu.
Hanya ulama dari mazhab Syiah sahaja yang menjadikan kepercayaan kepada Imam Mahdi sebagai salah satu daripada rukun iman mereka. Maknanya tidak sempurna dan tidak sah iman mereka jika mereka tidak mempercayai dan meyakini Imam-imam mereka yang dua belas orang itu. Hal ini amat jelas di kalangan mereka terutamanya pengikut firqah Imamiah Ithna Asyariyah. Mazhab-mazhab lain di kalangan Ahlus Sunnah tidak diketahui pernah berbuat demikian.
Maknanya di sini, Nabi SAW sendiri pun tidak menyuruh umatnya mempercayai kedatangan Imam Mahdi. Nabi SAW sendiri tidak pernah mewajibkan umatnya meyakini persoalan Imam Mahdi. Berdasarkan hadis-hadis yang akan kita baca pada bagian seterusnya nanti, tidak ada walau sebuah hadis pun yang menyuruh kita meyakini persoalan Imam Mahdi, dengan satu keyakinan yang putus (qat’ie).
Kita juga tidak pernah diwajibkan mempercayai kedatangan Imam Mahdi berdasarkan apa yang tersurat di dalam hadis-hadis yang sekian banyak itu. Apa yang dapat kita fahamkan, hanya setelah munculnya Imam Mahdi itu  nanti, barulah kita yakni setiap umat Islam, wajib menerima dan meyakininya karena dia itu benar-benar Imam Mahdi seperti yang telah dijanjikan oleh hadis-hadis. Itu sahaja!
Berdasarkan daripada inilah para ulama yang bersikap sederhana tadi menetapkan bahwa mempercayai Imam Mahdi tidaklah sampai merusakkan akidah. Mereka juga menetapkan bahwa masalah mempercayai kedatangan Imam Mahdi adalah sebagian daripada masalah furuk dalam bab akidah, walaupun hadis-hadis mengenainya memang banyak.
Ada juga yang berpendapat, dibolehkan menolak kemunculan Imam Mahdi selagi tidak sampai menafikan hadis-hadis yang sudah sampai tarafnya kepada mutawatir atau sahih lizatih. Itulah batas-batas yang perlu diperhati dan diteliti sebelum membuat sebarang keputusan mengenainya.
Bagi yang mau meneliti dan mencari kebenaran hakiki dalam hal ini, banyaknya perselisihan pendapat mengenai Imam Mahdi menguatkan lagi keyakinan mereka bahwa soal ini adalah soal furuk. Jika tidak, sudah pastilah suatu ketetapan yang bersifat qat’ie sudah dikeluarkan oleh para ulama mengenai kedudukannya. Namun hingga kini, belum ada ketetapan khusus dibuat, dan para ulamanya semakin jauh jurang keyakinan mereka terhadap masalah Imam Mahdi ini.
Hal ini boleh sahaja berlaku dan terus akan berlaku sampai bila-bila. Hanya apabila Imam Mahdi yang sebenarnya muncul, barulah persoalan ini dikira muktamad. Tidak akan ada lagi perselisihan mengenai benar atau tidaknya, karena orang yang dipertikai dan diperselisihkan itu sudahpun muncul di depan mata. Selagi pribadi Imam Mahdi itu belum muncul, selagi itulah persoalan ini tidak akan selesai.

0112 Rusakkah Akidah Jika Umat Islam Menetapkan Seseorang Sebagai Bakal Imam Mahdi
Timbul pula satu persoalan baru. Apakah benar, mempercayai munculnya Imam Mahdi serta menentukan seseorang itu sebagai bakal Imam Mahdi termasuk dalam soal akidah dan boleh merusakkan akidah?
Maksudnya, adakah akan benar-benar rusak akidah seseorang jika dia mempercayai dan menetapkan seseorang sebagai bakal Imam Mahdi? Apakah rusak juga akidah seseorang jika dia tidak mempercayai dan tidak menetapkan seseorang itu sebagai bakal Imam Mahdi?
Sebenarnya, persoalan mempercayai kemunculan Imam Mahdi telah menimbulkan polemik yang sangat ketara, berkepanjangan dan tidak mempunyai hujungnya. Di kalangan ulama Ahlus Sunnah sendiri, ada yang mempercayai kemunculan Imam Mahdi, ada yang menolak terus dan ada pula yang mengambil jalan tengah (tawaquf) dan ada pula yang tidak mempedulikan langsung soal ini.
Ada pula sebilangan ulama yang berselisih dalam menetapkan siapakah Imam Mahdi itu sendiri. Maknanya, mereka telah pun menetapkan pribadi Imam Mahdi itu sendiri yang dinyatakan secara jelas dan berani. Dan mereka yang menetapkan hal ini bukanlah pula calang-calang ulama!
Di kalangan ulama Syiah pula, ada yang secara terus-terang menetapkan kepribadian Imam Mahdi itu. Adalah suatu kenyataan bahwa mempercayai Imam Mahdi adalah salah satu daripada rukun iman bagi mereka. Sungguh pun begitu, mereka juga berselisih pendapat dalam menentukan siapa dia Imam Mahdi itu. Ada yang menyatakan Imam Mahdi itu:
1.Adalah Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Kelima mereka,
2.Ada yang mengatakan Imam Mahdi itu adalah Imam Ismail bin Jaafar Sadiq (bagi firqah Ismailiyah),
3.Bagi firqah Kaisaniyah pula, mereka meyakini Muhammad bin Ali al-Hanafiyah adalah Imam Mahdi,
4.Dan bagi firqah Imamiah Isna Asyariyah pula, mereka  menyatakan Imam Mahdi itu adalah Imam Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari.

Malah ada di kalangan mereka yang ghulat, menganggap bahwa Sayidina Ali bin Abi Talib KMW itu sendiri yang akan menjadi Imam Mahdi! Namun begitu, pendapat yang menyatakan bahwa Muhammad bin Hasan Al-Askari  sebagai Imam Mahdi adalah pendapat yang dianggap majoriti dan mewakili seluruh pendapat pengikut Syiah, terutama pada hari ini.
Ringkasnya, perselisihan pendapat di kalangan semua mazhab dalam Islam ini hanya menjelaskan satu perkara utama yaitu, umat Islam bebas menentukan kepercayaannya terhadap persoalan Imam Mahdi dan Islam membenarkan umatnya menetapkan sendiri kepercayaannya terhadap masalah Imam Mahdi ini. Ajaran Islam sendiri amat luwes dalam soal ini.
Dan bagi yang berfikiran neutral, banyaknya polemik dan pendapat mengenai kemunculan Imam Mahdi, itu adalah tanda bahwa masalah ini adalah masalah khilafiah, yaitu jika ditolak atau diterima, sama ada dengan ilmu atau dengan tidak ada ilmu, tetap tidak menjejaskan akidah kita, iman kita dan agama kita. Jika tidak, pastilah sudah dihukumkan kafir kepada mana-mana satu pihak yang menolak atau menerima itu.
Selagi Imam Mahdi itu tidak muncul, selagi itulah kita boleh saja menerima atau menolak, atau malah bersikap tengah-tengah. Dengan ini, amatlah diharapkan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya karena itulah yang dikehendaki oleh Islam. Kita patutnya bersikap berlapang dada mengenai masalah ini. Bertenang dan jangan bergopoh-gapah menghukum orang lain yang tidak sehaluan dengan kita sebagai orang yang rusak akidahnya atau tidak sempurna Islamnya.
Jika kita di pihak yang mempercayai kemunculan Imam Mahdi, jangan pula terburu-buru menghukum kafir terhadap orang yang tidak mempercayai kemunculan Imam Mahdi itu. Malah tidak patut pula kita beranggapan bahwa orang itu sudah tidak sempurna Islamnya. Terimalah perbedaan pendapat ini dengan dada terbuka.
Begitu pula jika kita berada di pihak yang menolak kemunculan Imam Mahdi, jangan pula lekas-lekas menghukumkan orang yang telah menetapkan siapa Imam Mahdi itu sebagai orang yang menyeleweng, rusak akidahnya, pembawa bidaah dan telah jatuh kafir. Ingatlah bahwa sesiapa yang menetapkan sesuatu persoalan furuk, selama-lamanya tidak akan menjatuhkan orang itu ke dalam kekufuran dan tidak akan sampai terseleweng akidahnya. Dalam Usul Fiqh, perkara ini sudah dijelaskan seterang-terangnya oleh Imam as-Syafie sejak awal Islam lagi dan telah juga diketahui umum, terutamanya yang mengaku dirinya pakar fiqh atau ulama syariat.
Namun begitu, sejarah tetap menjadi sejarah. Ada pula umat Islam sendiri yang sanggup mengkafirkan orang lain, membidaahkan mereka, menyesatkan mereka, mengkhurafatkan mereka, malah ada tuduhan yang menyatakan sudah menyeleweng dari ajaran Islam, hanya semata-mata karena mereka mempercayai kemunculan Imam Mahdi. Kenapa boleh sampai begitu sekali keadaannya, kita pun kurang pasti. Mungkin ada niat lain yang coba ditutup dengan menggunakan alasan furuk khilafiah ini.

Di negara kita ini sendiri, Malaysia, telah ada tuduhan sesat, bidaah, menyeleweng, khurafat dan sebagainya dituduhkan kepada orang yang mempercayai kemunculan Imam Mahdi dan menetapkan orangnya. Antaranya, akhbar Utusan Malaysia pada hari Selasa hingga Khamis, 18 - 20 Oktober 1988, telah menyiarkan rencana secara bersiri yang ditulis oleh Astora Jb bahwa sesiapa yang mempercayai kemunculan Imam Mahdi adalah kesan daripada pengaruh khurafat orang-orang Yahudi.
Kononnya pendapat ini adalah daripada hasil kajian terbaru ulama dan sarjana Mesir. Tidak pula disebutkan judul buku atau tesis kajian tersebut, nama orang-orang yang terlibat dalam kajian tersebut dan dari universiti mana mereka yang membuat kajian itu. Tajuk rencananya itu ialah Tidak Ada Imam Mahdi yang akan Muncul. Sayangnya, beliau hanya memasukkan pendapat sebelah pihak sahaja yaitu pihak yang menolak, tanpa mengambil langsung pendapat ulama yang menerima.
Menurutnya, kepercayaan kepada Imam Mahdi adalah berasal daripada kepercayaan Syiah, dan kepercayaan puak Syiah itu pula disemai oleh Abdullah bin Sabak, seorang Yahudi yang memeluk Islam dengan tujuan mau menghancurkan Islam dari dalam. Beliau memetik beberapa nama sebagai sokongan hujahnya bahwa konsep al-Mahdi ditolak oleh ramai ulama, terutama oleh ulama modern dan terpelajar yang antaranya adalah Ibnu Khaldun, Dr Abdul Mun’im an-Namer, Syeikh Abdullah bin Zaid, Abul A’ala al-Maududi dan lain-lain.
Konsep Mahdi terdapat juga di dalam agama lain, katanya lagi. Antara lain, orang-orang Yahudi menyebutnya sebagai Messiah, manakala pengikut Kristian menyebutnya Masih. Demikian antara tulisan Astora Jb itu.
Ekoran dari rencana yang disiarkan itu, keesokannya, hari Jumaat, 21 Oktober 1988, khutbah Jumaat di Masjid Negara yang disampaikan oleh bekas Mufti Sabah, Haji Said bin Haji Ibrahim, telah secara khusus menjawab tulisan rencana berkenaan yang menyatakan secara tegas pula bahwa persoalan Imam Mahdi adalah sebagian daripada akidah Islam, telah dibahaskan dengan panjang lebar oleh para ulama, tidak boleh dipertikaikan lagi, dan bukannya berasal daripada dongeng Yahudi dan tidak juga meniru konsep Syiah.
Perbedaan pendapat yang amat ketara oleh kedua-dua pihak ini menyebabkan orang ramai menjadi goncang dan bertambah keliru. Mana satu pendapat yang betul dan dapat diterima? Siapa di antara mereka ini yang patut diikut oleh semua orang? Siapa yang lebih pakar dalam hal ini? Apakah ada pendapat lain yang boleh diterima pakai oleh kita? Bagaimana sikap ulama-ulama lain yang lebih berwibawa dalam hal ini? Bagaimana pula jika kedua-dua pendapat ini tidak diikut oleh orang ramai?
Begitu juga yang berlaku kepada Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad, pemimpin jemaah Al-Arqam suatu ketika dahulu. Beliau telah dituduh dengan pelbagai tuduhan yang berat-berat seperti; kafir, sesat, menyeleweng, bidaah, khurafat dan malah syirik, oleh Pusat Islam, para pemimpin utama negara dan Mufti-mufti seluruh Malaysia, sambil diapi-apikan oleh media-media utama negara, karena beliau mengakui dan mempertahankan pendapatnya bahwa Saiyidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi adalah bakal Imam Mahdi, sehingga akhirnya menyebabkan beliau ditahan di bawah ISA, dan jemaah pimpinannya, beliau terpaksa bubarkan. Semuanya berlaku pada tahun 1993 - 1994. Peristiwa ini bolehlah dianggap sebagai peristiwa terbesar, terpanjang dan terhitam dalam sejarah pertelagahan pendapat mengenai Imam Mahdi di negara ini.
Sebenarnya, sesiapa yang telah sampai kepadanya perkabaran yang yakin, ilmu yang benar, cukup segala syarat untuk berijtihad dan menepati apa yang telah digariskan oleh hadis-hadis, asar-asar sahabat RA dan ucapan para tabiin, serta kasyaf para ulama muktabar, maka bolehlah dia menetapkan seseorang itu sebagai Imam Mahdi. Pendapatnya itu boleh digunakan untuk dirinya sendiri dan boleh pula diberitakan kepada orang lain yang mau percaya dan yakin dengan perkabarannya.
Tidak patut ada unsur-unsur paksaan di sini. Tidak boleh pihak yang mendakwa itu memaksa orang ramai percaya dan yakin dengan ceritanya dan tidak boleh pula pihak yang tidak percaya, memaksa orang ramai untuk tidak mempercayainya atau menolaknya. Semuanya terserah sepenuhnya kepada setiap individu untuk percaya atau menolaknya, meyakini atau mengingkarinya. Juga tidak boleh seseorang itu memaksa orang lain untuk bersikap tawaquf dalam hal ini.
Pihak yang percaya, hanya boleh menekankan pendapatnya itu kepada orang ramai jika dia benar-benar boleh mendatangkan bukti-bukti yang kukuh dan hujah yang jitu, yang bertepatan dengan dalil-dalil daripada hadis-hadis. Pihak yang menolak pula, hendaklah mendatangkan hujah-hujah yang jelas dan bukti-bukti yang tepat jika maukan orang ramai turut menolak hujah pihak pertama tadi. Jika tidak ada hujah dan tiada pula bukti yang dapat membantu, lebih baik diam sahaja dan serahkan urusan ini kepada Allah SWT untuk menentukan seterusnya. Kita tidak boleh berbuat lebih daripada apa yang telah digariskan oleh para ulama muktabar dahulu.
0113 Hukum Mengingkari Imam Mahdi
Ingkarkan Imam Mahdi di sini ada dua bentuk yang utama. Yang pertama ialah ingkarkan hadis-hadis yang bersangkut dengan Imam Mahdi dan yang kedua ialah ingkarkan kedatangan seseorang yang dipanggil sebagai Imam Mahdi ke dunia ini. Ada orang yang ingkarkan salah satu daripadanya dan ada pula yang ingkarkan kedua-duanya sekali. Huraian bagi hal ini sudah pun dibentangkan dalam bab terdahulu.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya Al-Qaulul Muhtasar Fi Alamatil Mahdiyul Muntazar ada meriwayatkan sebuah hadis yang diambilnya daripada riwayat Abu Bakar al-Iskafi dalam kitabnya Fawa’idul Akhbar, yang terjemahannya berbunyi kira-kira begini;

Sabda Rasulullah SAW,
Sesiapa yang mendustakan kedatangan Dajjal, maka kafirlah dia, dan sesiapa yang mendustakan kedatangan al-Mahdi, maka kafirlah dia.”       (Abu Bakar al-Iskafi)
Hadis ini tidak pula menghukumkan secara qat’ie orang yang menolak kemunculan Imam Mahdi. Dapat difahamkan di sini bahwa kafir yang disebutkan dalam hadis itu berarti ingkar, yakni ingkar kepada hadis-hadis yang menyebutkan kedatangan Imam Mahdi itu, bukan kafir secara mutlak. Kafir secara mutlak hanya boleh dihukumkan kepada seseorang atas penolakannya pada perkara yang jelas hukumnya dalam Islam, bukan pada perkara furuk seperti Imam Mahdi ini. Jadi, hukum daripada hadis ini tidak salah, yang salah ialah kefahaman kita sahaja karena tidak faham maksud sebenar hadis itu. Kefahaman kita sebenarnya yang dangkal, bukan matan hadis itu yang syaz.

Maka tidak patutlah kita lekas-lekas menghukum orang yang tidak mempercayai kemunculan Imam Mahdi sebagai kafir dan keluar dari Islam, hanya semata-mata berdasarkan hukum zahir daripada hadis yang diberikan di atas. Juga, jika tidak percaya akan kemunculan Imam Mahdi, tidak patut pula kita lekas-lekas menolak terus hadis di atas dengan menyatakannya sebagai dhaif atau berkemungkinan bertaraf mauduk. Jangan pula kita katakan hadis itu sengaja dibuat-buat atau direka-reka karena ‘dilihat’ menyalahi kaedah umum usul fiqh.

Menurut Ibnu Khaldun pula, hadis tersebut dikatakan palsu karena dikatakan periwayat hadisnya adalah seorang pemalsu hadis. Karena alasan yang satu itu, beliau menolak terus konsep Imam Mahdi.

Dalam kitab Al-Mahdiyul Muntazar, yang dikarang oleh Grand Muhaddis Abil Fadhal Syeikh Abdullah bin Sadek, Ph.D., disebutkan (terjemahannya) kira-kira begini;
Adalah dusta sesiapa yang mendakwa dirinya Imam Mahdi, berdosa sesiapa yang mengaku dan membenarkannya, sedang dia itu sunyi daripada sifat-sifat dan ternafi daripada alamat-alamat.

Artinya orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi sedangkan dia tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh hadis-hadis bolehlah dihukumkan berdosa karena dia itu berdusta. Dia juga telah melanggar hadis-hadis Nabi SAW, sama ada dengan sengaja atau tidak sengaja. Hanya itu sahaja hukum yang dapat ‘dijatuhkan’ kepada orang yang mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi. Tidak lebih dan tidak kurang.
0114 Ulama Yang Bersikap Pertengahan
Imam al-Qurtubi, seorang tokoh tafsir yang terkenal, menyatakan secara jelas bahwa bersikap tawaquf dalam soal ini adalah jalan yang paling selamat untuk sekalian umat Islam. Beliau yang sudah bertaraf ulama besar itu pun masih amat berhati-hati mengeluarkan pendapatnya. Tidak keluar daripadanya sesuatu hukuman yang muktamad dan pendiriannya yang qat’ie dalam hal ini, walaupun beliau ada menyatakan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi di dalam kitab terkenalnya At-Tazkirah. Beliau sebenarnya tidak mau melihat umat Islam terus berbalah dan berpecah hanya semata-mata karena isu Imam Mahdi ini.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami, seorang ulama besar yang terkenal amat mempercayai kemunculan Imam Mahdi, semasa menjawab satu pertanyaan mengenai si fulan yang sudah (benar-benar) 40 tahun mati tetapi dikatakan oleh para pengikutnya bakal muncul sebagai Imam Mahdi suatu masa kelak, cuma mampu menyatakan bahwa,
Ini adalah iktikad yang batil, sesat yang keji dan jahil.”
Maknanya, beliau tidak berani menghukum orang-orang yang mempercayai perkara itu lebih dari itu. Beliau tidak sampai mengatakan orang itu sudah menyeleweng, rusak akidahnya, sudah syirik, sudah murtad atau sebagainya yang boleh membawa maksud keluar dari Islam. Beliau sangat berhati-hati menghukum orang yang salah keyakinan terhadap Imam Mahdi. Maknanya beliau sangat mengambil jalan tengah dalam soal ini, semasa berhadapan dengan orang-orang awam.
Selain itu, disebutkan pula oleh beliau (Imam Ibnu Hajar al-Haitami) sebab-sebab utama beliau mengarang kitab Al-Qaulul Muhyil Mahdiyul Muntazar adalah;
Kawan-kawan seangkatan meminta agar saya menyusun kitab ini, sebab ada kabar yang menyatakan bahwa si fulan, si fulan dan si fulan adalah Imam Mahdi, padahal kawan-kawan saya tadi tidak melihat mereka, kecuali dalam keadaan sesat lagi menyesatkan. Bagaimana mereka tidak sesat lagi menyesatkan? Sedangkan berdasarkan hadis-hadis yang sahih, mereka adalah dusta, bodoh dan diancam neraka.
Nyatalah beliau sendiri pun tidak menghukum mereka dengan suatu hukuman yang pasti dari hukum Islam, sebaliknya hanya menyatakan mereka sebagai sesat, dusta, bodoh dan diancam neraka.

Bekas Mufti Wilayah Persekutuan, Almarhum Tan Sri Syeikh Mohsin, ketika ditanya tentang persoalan Imam Mahdi, beliau hanya berkata,
Siapa-siapa yang boleh membuktikan sifat tersebut, maka bolehlah diakui dia sebagai Imam Mahadi.” (Dipetik dari majalah Al-Islam, keluaran bulan April, 1981, edisi Jawi, keluaran Kumpulan Utusan Melayu).
Bekas Sahibus Samahah Mufti Kerajaan negeri Selangor Darul Ehsan, Dato’ Haji Ishak Haji Baharom semasa ditanya oleh para wartawan, menyatakan sebaik-baik sikap umat Islam dalam masalah yang diikhtilafkan oleh ulama seperti konsep al-Mahdi ini adalah:

Tawaqquf, neutral atau berkecuali.

Pusat Penyelidikan Islam sendiri, dalam sebuah buku kecil yang ditulis oleh Wan Alias Wan Abdullah, bertajuk Aliran Syiah, dengan kerjasama Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, yang diterbitkan oleh Bagian Agama, Jabatan Perdana Menteri Malaysia, dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa,

Terpulanglah kepada pembaca untuk membuat keputusan di dalam hal ini.”
Kebanyakan ulama di Malaysia, Indonesia, Selatan Thailand, Asia Selatan dan Asia Tengah pada hari ini juga menetapkan bahwa persoalan Imam Mahdi adalah persoalan IJTIHAD, bukan persoalan AKIDAH. Artinya, segala perbedaan pendapat yang timbul adalah persoalan khilafiah sahaja dan tidak merusakkan akidah seseorang. Ulama yang berpendirian demikian adalah dari golongan ulama yang menerima sistem pendidikan lama, manakala cendekiawan Islam yang menerima sistem pendidikan modern, ada yang menerima dan ramai pula yang menolak.

Oleh karena persoalan ini hanyalah persoalan ijtihad, maka bukanlah termasuk dalam masalah akidah yang diberatkan ke atas semua umat Islam. Persoalan ini insya-Allah tidak akan ditanya kepada kita di dalam kubur, di akhirat kelak dan tidak pula diseksa karenanya, sama ada percaya atau tidak. Tidak diberatkan kepada kita untuk mengetahui dan mendalami soal ini, sama ada sebagai suatu ilmu fardhu ain atau sebagai asas kepercayaan.Seorang ulama, politikus, wartawan dan pemikir terkemuka Pakistan, Sayyid Abu al-A’ala al-Maududi, mempunyai dua pendapat yang jauh berbeda yaitu pendapat yang menolak kemunculan Imam Mahdi dan pendapat yang bersikap pertengahan. Pendapatnya yang pertengahan adalah seperti berikut::

“Seandainya pengharapan bahwa Islam akan sepenuhnya menguasai jagat raya dalam pemikiran, kebudayaan dan politik benar-benar tercipta, maka kedatangan sang pemimpin besar (al-Mahdi) yang berwibawa melaksanakan revolusi sahabat (Khalafaa al-Rasyidiin) itu, pasti bukan suatu yang mustahil.”

Seterusnya beliau mengecam golongan yang menganggap kedatangan Imam Mahdi sebagai dongeng dengan menyatakan:

“Orang-orang yang kelihatannya tidak bersetuju atas pengharapan seperti ini, menurut akal sihat, adalah lupa daratan. Pemimpin-pemimpin yang rusak seperti Lenin dan Hitler sahaja yang dapat tampil (dan diterima) di panggung sejarah dunia. Lalu apakah alasannya menganggap kehadiran seorang pemimpin kebajikan sebagai sesuatu yang mustahil dan tidak pasti?”

Seorang cendekiawan Islam terkemuka yang juga seorang ahli falsafah, Al-Kindi turut menjelaskan keyakinannya terhadap kedatangan Imam Mahdi pada akhir zaman, dan kedatangannya adalah untuk memperbaharui kemurnian Islam. Menurutnya lagi, Imam Mahdi akan melaksanakan keadilan dan akan menakluk Sepanyol, Rom dan kota Kostantinopel. Seterusnya Imam Mahdi akan memerintah dunia.

Beliau bersikap berhati-hati dengan hanya menerima hadis-hadis yang sudah diiktiraf sebagai hadis sahih sahaja sebagai pegangannya. Ini mungkin disebabkan beliau amat menyedari bahwa beliau bukanlah seorang ulama ahli hadis, yang boleh mengeluarkan sesuatu keputusan yang jitu dalam hal ini. Dan ternyata pula, pendirian beliau ini adalah baik sekali bagi dirinya. Beliau tidak pernah dikomen oleh ulama lain, kecuali oleh Muhammad Abdullah Annan, seorang peguam sivil dan ahli sejarah Mesir. M. A. Enan itu telah mengecam beliau sebagai seorang cendekiawan dan filsuf agung yang fikirannya aneh karena mempercayai kemunculan Imam Mahdi
0115 Ulama Yang Bersangatan Menentang Kemunculan Imam Mahdi
Tidak cukup dengan menolak bakal munculnya Imam Mahdi ke dunia ini, sebagian ulama, cendekiawan dan sarjana telah berlebih-lebihan dalam penolakan mereka. Hal ini benar-benar terjadi sehingga mereka mendakwakan bermacam-macam perkara, dari hujah yang dapat diterima oleh akal, hinggalah kepada hujah-hujah yang langsung tidak dapat diterima oleh akal kita yang sihat. Semua ini menunjukkan penolakan yang berlebih-lebihan dan penuh emosi, tanpa dapat memikirkan mana yang benar dan mana yang salahnya lagi. Akhirnya mereka menjadi sesat dan seterusnya coba menyesatkan pula orang lain.

Penolakan ini bermula dari yang sederhana hinggalah kepada yang melampau. Hal ini sebenarnya adalah suatu yang sudah lumrah dalam kehidupan kita sehari-hari, di mana-mana pun jua, pada mana-mana bangsa, pada mana-mana agama pun. Semuanya ada yang bersikap kurang bijak dan tidak menunjukkan kematangan ilmu dan pengalaman.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi demikian, mengeluarkan pendapat yang jauh bercanggah dengan jumhur ulama dan sebenarnya menimbulkan lebih banyak lagi perpecahan pendapat di kalangan umat Islam, antaranya:
  1. Rasa rendah diri kepada dunia Barat yang sedang ‘memerintah’ dunia ketika itu. Pertentangan yang amat hebat antara tamadun Islam yang hampir rata dengan bumi dengan tamadun Barat yang sedang marak mengembangkan sayapnya ke seluruh dunia menyebabkan para cerdik pandai ini mencari-cari kesalahan di dalam umat Islam sendiri. Hasilnya, mereka nampak bahwa kepercayaan kepada munculnya Imam Mahdi adalah salah satu punca yang memundurkan umat Islam. Maka disalahkanlah Imam Mahdi itu karena menyebabkan umat Islam mundur, dan tamadunnya hampir runtuh.
  2. Kurang ilmu agama, tetapi coba-coba mencampuri urusan agama. Ini berlaku kepada beberapa orang cerdik pandai terutama di Timur Tengah dan Mesir. Akibatnya mereka terjebak dalam perangkap yang sengaja mereka cari dan masuki. Akibatnya, mereka sampai ke tahap merendah-rendahkan pribadi Rasulullah SAW sendiri, sama ada secara mereka sedar atau tidak sedar.
  3. Berlainan akidahnya daripada akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka ini kebanyakannya adalah dari kalangan pengikut mazhab Syiah. Antara tujuannya adalah untuk menimbulkan ragu-ragu terhadap hadis mengenai Imam Mahdi Ahlus Sunnah dan pada masa yang sama coba menerapkan kepercayaan terhadap Imam Mahdi Syiah mereka pula.
  4. Pengaruh persekitaran yang menekan mereka. Ketika itu, umat Islam memang diakui sedang amat lemah dari segala segi. Banyak perbalahan berlaku disebabkan oleh perkara remeh-temeh, khilafiah dan ijtihad semasa. Perbalahan yang berlaku antara pengikut mazhab yang berlainan juga boleh membawa pergaduhan dan pertumpahan darah sesama umat Islam. Antara soal yang sering dipertikaikan termasuklah mengenai diri Imam Mahdi. Karena itu, mereka berasa perlu mencampuri urusan ini dan mengeluarkan pendapat mereka pula, yang mereka rasakan betul, walhal pendapat merekalah yang sebenarnya pelik-pelik dan ganjil-ganjil.
  5. Pengaruh pendidikan sekular yang menguasai jiwa dan pemikiran mereka. Maka berdasarkan logik ilmu sains yang dipelajarinya itulah yang diguna pakai untuk menilai, mengkritik dan menghuraikan konsep Imam Mahdi itu, tanpa menyedari pendapat mereka itu tidak sesuai dengan kaedah penilaian, kritikan dan huraian yang sebenar menurut Islam. Memang menurut kaedah sains, Imam Mahdi adalah sesuatu yang tidak logik.
  6. Mempunyai sikap merendah-rendahkan golongan ulama terdahulu yang sudah berjasa besar. Antara ulama besar yang sering dijadikan sasaran adalah seperti Imam Ibnu Hajar, Imam as-Suyuti dan Imam Mahyuddin Ibnu Arabi. Mereka ini sering dijadikan mangsa karena mereka inilah yang menyatakan secara berani dan tegas pendapat mereka terhadap konsep Imam Mahdi. Banyaklah komen dan kritikan hebat ditujukan khusus kepada mereka ini, seolah-olah si pengkritik itu adalah lebih bijak, pandai dan takwa daripada yang dikritik. Seolah-olah si pengkritik itulah yang lebih bijaksana dan lebih dalam ilmunya.
  7. Memandang rendah agama sendiri. Mereka ini memang datang dari golongan yang mendapat pendidikan sekular, berfikiran sekular dan hidup secara sistem sekular yang dipelajarinya itu. Kesannya, mereka sentiasa memandang rendah setiap apa yang disebutkan oleh para ulama terdahulu berhubung soal-soal agama, termasuklah soal Imam Mahdi ini. Mereka malu dengan agama sendiri dan menganggap agama Islam sebagai agama low-class. Tamadun Barat dipandang lebih tinggi daripada agama Islam.
  8. Menolak berlakunya karamah kepada para wali. Dalam hadis dan riwayat mengenai Imam Mahdi, perkara keramat kepada Imam Mahdi itu adalah suatu yang lumrah, dan sekali imbas seolah-olah melebihi apa yang pernah berlaku kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itulah ramai ulama modern hari ini mempertikai kesahihan hadis-hadis tersebut karena tidak bersesuaian dengan hukum syarak dan logik akal mereka. Bolehkah Imam Mahdi itu mendapat suatu keramat yang kehebatan keramat itu tidak pernah diterima oleh sesiapa pun termasuk Rasulullah SAW sendiri? Demikian antara soalan yang sering dijadikan alasan. Seterusnya, hadis-hadis sedemikian ditong sampahkan sahaja oleh mereka, dan periwayatannya dianggap sebagai suatu cerita dongeng semata-mata.
  9. Maukan umat Islam membina kemajuan sendiri yang setanding dengan kemajuan dunia Barat. Jika umat Islam asyik dengan Imam Mahdi sahaja, sampai bila-bila pun mereka tidak akan maju dan akhirnya akan menjadi  pengikut kepada kemajuan yang dicipta oleh Barat. Maka mereka harus melupakan Imam Mahdi dan bangun serentak membina kekuatan dan kemajuan sendiri, yang setanding atau lebih maju dari apa yang sedang dikecapi oleh Barat hari ini, katanya.
  10. Maukan agama dan umat Islam dibersihkan dari sebarang noda dan kekotoran syirik. Mereka mendakwa umat Islam telah secara sedar atau tidak sedar, tercemar akidahnya disebabkan mempercayai Imam Mahdi yang akan muncul suatu hari nanti. Mereka berasa amat sedih atas apa yang berlaku ini dan menentang sekeras-kerasnya karena mau umat Islam bersih semula akidahnya dari sebarang syirik Imam Mahdi itu dan mempercayai konsep Imam Mahdi secara ala kadar sahaja, tak usah lebih-lebih. Menurut mereka, tidak akan ada keramat Imam Mahdi yang zahirnya mampu melebihi dari apa yang pernah diterima oleh Nabi Muhammad SAW sendiri.
  11. Sengaja mau mencari nama dengan menimbulkan isu-isu sensasi. Golongan sebegini tidak ramai tetapi amat berkesan dalam usahanya mempengaruhi kumpulan umat yang lemah iman dan cetek ilmunya. Biasanya usaha mereka ini dapat dihidu dengan cepat dan dibendung lebih awal. Jika tidak dibendung pun, pasti akan musnah bersama-sama musnahnya si pembawa cerita itu. Lazimnya mereka membawa isu-isu yang berbentuk negatif dan memburuk-burukkan Islam melaluinya.
  12. Terpengaruh dengan kaedah Zionis yang berjaya menghapuskan kepercayaan munculnya Messiah daripada khayalan hati sanubari bangsa Yahudi, yang akan menyelamatkan dunia ini, dan mereka kembali semula ke dunia nyata, berusaha membina kekuatan sendiri tanpa perlu mengharap kedatangan sang Messiah itu untuk menyelamatkan mereka. Maka mereka coba menuruti kaedah yang telah terbukti berjaya dilakukan oleh puak sekular Zionis itu, dengan harapan umat Islam tidak lagi hanyut dalam cereka dongeng Imam Mahdi mereka dan kembali semula ke alam nyata. Maksud mereka ialah umat Islam perlu bekerja keras untuk hidup dan maju di dunia ini tanpa memerlukan bantuan daripada Imam Mahdi yang entah bila akan munculnya itu. Demikian anggapan mereka.
Antara yang menolak kemunculan Imam Mahdi secara yang sederhana, bermula daripada Ibnu Khaldun yang menyatakan bahwa hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi itu dhaif belaka, hanya sedikit-sedikit yang sahih. Beliau telah mengkaji sebanyak tiga puluh buah hadis mengenai Imam Mahdi dari pelbagai sudut. Kemudian beliau merumuskan pendapatnya itu dengan menyatakan bahwa Imam Mahdi tidak akan keluar pada akhir zaman. Hadis-hadis mengenai Imam Mahdi tidak sepatutnya diterima oleh seluruh umat Islam, begitulah fahamnya.
Syeikh Mahmud Syaltut, salah seorang Syeikh Al-Azhar, Mesir pernah menyatakan bahwa Nabi Isa AS sudah wafat dan tidak akan turun lagi ke dunia. Beliau adalah anak murid kepada Syeikh Muhammad Abduh, dan fahamannya adalah lanjutan dari fahaman gurunya yang menolak konsep Imam Mahdi dan Nabi Isa AS. Di dalam kitabnya Fatawa, beliau menyangkal kepercayaan tentang turunnya Nabi Isa AS sebagai tanda-tanda besar kiamat. Fahamnya, apabila Nabi Isa AS tidak ada dan tidak turun ke dunia ini, maka Imam Mahdi pun tidak ada juga karena kedua-dua tokoh ini adalah saling berkait, seperti saling berkaitnya jerami-jerami yang membentuk sehelai tikar. Tidak akan sempurna yang satunya tanpa adanya yang satu lagi.
Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid menyebutkan bahwa, sesetengah penulis (ulama) yang membahaskan segala perkara yang datang dalam soal Al-Mahdi dan Dajjal itu, sebenarnya adalah suatu perkara dongeng yang berasal daripada kisah-kisah Israiliyat. Oleh itu, semua cerita tentang Imam Mahdi hendaklah ditolak bulat-bulat oleh sekalian umat Islam.
Begitu juga Dr. Khalil Haras yang mentashihkan kitab Khasa’is Imam as-Suyuti RH, menyebutkan bahwa semua hadis berkenaan Al-Mahdi itu, tidak ada walau sebuah pun daripadanya yang sah, dengan kepercayaan Syiah tertera jelas padanya. Oleh karena akidah Syiah jelas bercanggah dengan akidah Ahlus Sunnah, menurut beliau, konsep Imam Mahdi ini haruslah ditolak keseluruhannya, sama seperti kita menolak akidah Syiah keseluruhannya.
Syeikh Muhammad Abduh juga dilaporkan pernah menyebutkan bahwa Imam Mahdi itu tidak ada, sambil menolak kemunculannya pada akhir zaman. Dajjal itu tidak ada dan Nabi Isa AS sudah wafat, tidak akan turun lagi ke dunia ini karena orang yang sudah wafat tidak akan hidup lagi ke dunia ini. Kewafatan Nabi Isa AS sudah dijelaskan oleh al-Quran sendiri, seperti yang terdapat di dalam Surah Ali Imran, ayat 55, katanya.
Anak muridnya, Syeikh Muhammad Rasyid Ridha al-Qalmuni menulis di dalam majalah Al-Manar bahwa, Syeikh Muhammad Abduh ketika ditanya mengenai Dajjal dan Nabi Isa AS, menjelaskan yang Dajjal itu adalah andaian atau bayangan karut dan bohong. Rasyid Ridha juga menyatakan pendapatnya sendiri bahwa,
Tiada nas yang sahih dan tegas tentang turunnya Nabi Isa dari langit. Hal itu hanyalah akidah kepercayaan kebanyakan orang Kristian, dan mereka telah mencoba sepanjang zaman sejak kelahiran Islam lagi untuk menyebarkan akidah itu di kalangan umat Islam.
Dalam kesempatan yang lain, Syeikh Rasyid Ridha menyatakan pula pendiriannya sendiri bahwa kepercayaan terhadap kemunculan Imam Mahdi pada akhir zaman adalah kepercayaan yang berbahaya. Unsur-unsur dongeng adalah jelas sekali di dalamnya. Katanya;
Sekalipun al-Mahdi memang akan muncul, sikap kami tidak mempercayainya tentu tidak menjejaskan iman, sekalipun jika al-Mahdi itu benar-benar mempunyai kuasa luar biasa seperti yang didakwakan.
Syeikh Abdul Mut’al as-Sha’iedi dalam Al-Mujaddidun Fil Islam, menyebutkan bahwa, telah tersebar pada orang-orang Islam pendapat mengenai Imam Mahdi al-Muntazar. Mereka mempunyai hadis-hadis daripada Rasulullah SAW, sedangkan Ibnu Khaldun telah menyatakan dengan lebih lanjut bahwa hadis-hadis itu sanad-sanadnya dhaif, tetapi hadis-hadis itu telah sedia masyhur di kalangan orang Islam.
Abul A’ala al-Maududi al-Hindi diketahui mempunyai dua pendapat berbeda mengenai Imam Mahdi. Pendapat kedua beliau ialah menolak konsep Imam Mahdi dengan menyatakan bahwa;
Tidaklah boleh ditafsirkan bahwa dalam Islam ada suatu jawatan yang dinamakan al-Mahdi, hingga umat Islam wajib meyakininya. Jika tidak, akan terjadi hal-hal yang merusakkan akidah dan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat.
Apa yang sesuai disebutkan berhubung dengan perkara ini ialah bahwa kepercayaan terhadap al-Mahdi bukan sebagian daripada akidah Islam. Tidak ada sebuah pun kitab karangan ulama Ahlus Sunnah menyebutnya (bahwa konsep al-Mahdi adalah soal akidah).
Antara penulis yang bersikap melampau dalam pendapat dan penulisan mereka mengenai Imam Mahdi adalah seperti Syeikh Muhammad Fahim Abu ‘Ubaih dalam kitabnya Naskhatul Asli Bidayah Wan Nihayah, Al-Hafiz Ibnu Kasir, pada bagian Al-Fitan Wal Malahim menyebutkan bahwa,
Kita berjalan mengikut pihak yang mengatakan bahwa keluar Al-Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, kedua-duanya adalah bayangan bagi kemenangan, kebaikan di atas kejahatan dan Dajjal itu bayangan bagi melampaunya fitnah dan banyak sesat pada sesuatu masa, kemudian akan hapus dengan datangnya kebenaran daripada Allah. Adapun binatang (Dabbatul Ardhi) yang disebutkan oleh Al-Quran bukanlah seperti yang disifatkan oleh riwayat-riwayat hadis yang pelik dan mengherankan. Hanya ia suatu jenis binatang yang melata di atas bumi, membinasakan manusia dan harta benda mereka, ketika manusia itu sedang bermaharaja lela dengan kecelaan. Sebagian dari binatang itu adalah ham-ham yang membawa kebinasaan dan mengancam harta benda…
Dia menafikan hadis-hadis yang menyatakan bahwa Sayidina Umar RA hendak membunuh Dajjal dari jenis manusia itu dan menafikan arti Dajjal yang Rasulullah SAW perintahkan kita, supaya berlindung daripadanya di dalam setiap tahiyat akhir sebelum salam.
Begitu pula seorang penulis buku-buku sejarah dan peguam sivil di Kaherah, Muhammad Abdullah Annan (atau ejaan Inggerisnya M. A. Enan), menyebutkan bahwa dongeng Al-Mahdi itu bukannya buatan orang-orang Syiah, walaupun mereka turut menggunakannya. Dongeng semacam ini sudah pun ada dan bermula sejak zaman Nabi SAW lagi. Ada beberapa buah hadis yang bermacam-macam jenis, yang menunjukkan dongengnya Al-Mahdi itu, sedangkan hadis-hadis itu disyaki dan banyak dipertikaikan orang. Ada perkataan-perkataan yang dikatakan datang dari satu kumpulan sahabat utama (asar)… seperti juga halnya Al-Mahdi, ada pula Al-Masihul Muntazir, yang ia berasal dari Yahudi dan di dalam Islam ia mempunyai tempat juga, bercampur aduk dengan kisah Al-Mahdi. Dikatakan orang bahwa Al-Masihul Muntazir akan datang selepas datangnya Al-Mahdi atau dia datang bersama-samanya dan dia berimam dengannya.
Di dalam bukunya yang bertajuk Detik-detik Menentukan dalam Sejarah Islam, beliau yang menganggap kepercayaan terhadap Imam Mahdi itu sebagai dongeng yang dipercayai oleh umat Islam. Beliau bersikap amat sinis terhadap tokoh-tokoh cendekiawan Islam yang percaya kepada konsep Imam Mahdi, terutamanya al-Kindi dengan menyatakan,
“Suatu keterangan yang ganjil daripada seorang tokoh filsuf yang berfikiran liberal.”
Di sini, Muhammad Abdullah Anan telah melakukan banyak kesalahan, dari yang besar hinggalah kepada yang kecil. Yang besarnya ialah dia menuduh Nabi kita SAW membiarkan berlakunya dongeng Al-Mahdi pada zaman baginda itu, dan menuduh para sahabat yang utama menyebarkan dongeng Al-Mahdi. Kemudian dia mengecam pula secara borong para ulama yang percaya kepada kemunculan Imam Mahdi. Kalau ikutkan mazhab Maliki, Muhammad Abdullah Anan itu hendaklah dihukum pancung karena menuduh Rasulullah SAW cuai semasa menyampaikan ajaran Islam sehingga ada cerita-cerita dongeng yang dibiarkan begitu sahaja tanpa baginda tegah.
Yang kecilnya, beliau begitu prihatin terhadap cendekiawan lain yang percaya kepada kemunculan Imam Mahdi, lalu disindirnya habis-habisan seolah-olah kepercayaan sebegitu adalah suatu kesalahan yang besar dan tidak akan diampunkan oleh Tuhan. Atau mungkin beliau mempercayai ketokohan dan kecendekiawanan al-Kindi itu telah tercemar teruk akibat beliau percaya kepada kemunculan Imam Mahdi. Karena itu, beliau pun berusaha menunjukkan kepada seluruh orang Mesir bahwa al-Kindi telah tersilap percaya dalam kes ini. Atau dia sendiri merasakan dirinya sudah cukup cerdik cendekia sehingga setaraf dengan al-Kindi, sebab itulah dia boleh membangkang apa sahaja yang dirasakannya tidak kena dengan pemikiran al-Kindi itu.
Sebagai seorang peguam yang terkenal, beliau sepatutnya tidak ikut campur tangan dalam perkara yang bukan menjadi bidang tugasnya. Beliau adalah seorang sarjana yang datang dari lulusan undang-undang sivil, bukannya dari kalangan yang berpendidikan agama yang tinggi, dan beliau pun tidak pernah begitu mendalami perkara yang coba diterokanya itu. Hanya dengan mendengar-dengar sahaja beberapa aspek mengenai Imam Mahdi, beliau terus sahaja membuat kesimpulan, tanpa merujuk kepada sumber-sumber yang lebih berwibawa. Maka jadilah beliau seperti tikus yang coba membaiki labu.
Syeikh Abdullah bin Zeid, Yang Dipertua Mahkamah Syariah dan Hal Ehwal Agama Qatar, pernah menulis di dalam kitabnya Majmu’ ar-Rasail yang (terjemahannya) berbunyi kira-kira begini,
Para penyokong konsep al-Mahdi mendakwa bahwa al-Mahdi akan membawa keamanan dan keadilan di dunia dalam tempoh tujuh atau sembilan tahun. Apakah ini berarti bahwa al-Mahdi akan dibantu oleh kuasa luar biasa atau mukjizat?

Apakah al-Mahdi akan mendapat bantuan daripada malaikat atau dari para jin, seperti pertolongan yang didapati oleh Nabi Daud AS?

Apakah al-Mahdi itu lebih mulia dan lebih agung daripada Nabi Muhammad SAW yang selama 23 tahun berjuang menegakkan agama Allah dengan bantuan mukjizat al-Quran dan mendapat kecederaan di kepalanya sedangkan kejayaannya terbatas di jazirah Arab sahaja?

Secara jujur saya katakan bahwa saya adalah salah seorang dari keturunan Rasulullah SAW dari Hasan bin Ali. Andainya pada hari ini ada seorang yang bernama Muhammad bin Abdullah, berdahi luas, berhidung mancung, tinggi, (lalu) mengaku sebagai al-Mahdi, sayalah orang yang pertama menentangnya karena saya yakin dia adalah pendusta yang ingin mencemar kesucian agama Islam.
Selain golongan yang menolak terus kedatangan Imam Mahdi ke dunia ini, ada pula segolongan lain yang menyatakan bahwa hakikat Mahdi yang dimaksudkan itu tidak berbentuk manusia. Mahdi itu mungkin hanya berbentuk hasil perjuangan seluruh umat Islam. Syeikh Muhammad Ali az-Za’bi, seorang ulama dari Lubnan menyatakan (terjemahannya) kira-kira begini:
Walaupun pendapat mengenai al-Mahdi itu berbagai-bagai, masing-masing pihak bersetuju mengatakan bahwa ia adalah satu bentuk bantuan yang akan datang agar para pejuang Islam yang lemah tidak putus asa… Tidak penting bagi kita sama ada bantuan itu berupa seorang manusia atau berupa hasil perjuangan kita, karena kita telah bersepakat bahwa kedatangannya sebagai pelaksana ajaran-ajaran Allah. Adalah menjadi kewajipan kita berusaha melaksanakannya agar kita dapat menikmati kedatangan al-Mahdi itu walaupun ia mungkin datang dalam bentuk bukan manusia…
Di negara kita sendiri, ramai cendekiawan Islam hari ini yang menunjukkan penentangan secara terang-terangan terhadap konsep Imam Mahdi. Salah seorang yang kuat menentang konsep Imam Mahdi ini adalah Prof. Madya Dr. Abdulfattah Haron Ibrahim dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Beliau telah merumuskan bahwa amalan tarekat sebenarnya tidak ada dalam Islam, samalah seperti konsep Imam Mahdi yang juga tidak wujud dalam akidah Islam. Pendapatnya ini dibentangkan oleh beliau dalam kertas kerjanya di Simposium Falsafah Islam, pada bulan Disember 1988.
Beliau turut menolak semua andaian di dalam buku Aurad Muhammadiah Pegangan Darul Arqam yang ditulis oleh Ustaz Haji Ashaari Muhammad mengenai pengasas Aurad Muhammadiah atau tarekat Muhammadiah. Beliau turut memetik pendapat Ibnu Khaldun dan secara tegas menyatakan bahwa konsep Imam Mahdi adalah datang dari pengaruh Syiah dan falsafah Neoplatonisme. Secara umumnya, daripada penolakan kedua-dua masalah berkenaan, beliau sebenarnya telah menolak konsep Imam Mahdi dan tarekat sekali gus.
Di sini, beliau kelihatan lebih dipengaruhi oleh pendapat Ibnu Khaldun dan Wahabi yang mengikut pendapat Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah, seperti diketahui, menolak sama sekali konsep tarekat dalam Islam dan menolak juga konsep Imam Mahdi. Sayangnya, pendapat profesor madya ini amat berat sebelah. Beliau hanya memasukkan pendapat orang yang menentang konsep Imam Mahdi, tanpa menyentuh langsung pendapat ulama-ulama muktabar yang yakin dengan konsep Imam Mahdi ini.
Selain beliau, ramai lagi cendekiawan Islam yang menolak konsep Imam Mahdi ini. Hanyalah nama mereka adalah nama-nama kecil, maka pendapat dan nama mereka kuranglah terserlah. Jika dikenali pun, hanyalah di dalam kelompok yang lebih kecil dan tidak menonjol sangat. Oleh itu, pendapat mereka dianggap hanya menumpang pada pendapat tokoh-tokoh cendekiawan lain yang lebih terkenal. Berbeda dengan ulama pondok, kebanyakan mereka percaya kepada konsep Imam Mahdi, dan mereka juga lazimnya berpendapat bahwa masalah ini adalah perkara yang diikhtilafkan oleh para ulama Islam sejak dahulu.
Demikianlah beberapa nama yang sudah tercatat di dalam sejarah umat Islam sebagai golongan yang sudah berlebih-lebihan dalam penentangan mereka terhadap kemunculan Imam Mahdi, Nabi Isa AS dan Dajjal. Sikap seperti ini amat tidak digalakkan oleh Islam, karena aspek ilmu yang sebenar-benarnya dan tujuan mendapatkan kebenaran hendaklah diletakkan di hadapan sekali, melebihi daripada sebarang kepentingan pribadi.
Sikap seperti ini hanya akan membawa lebih banyak perpecahan di kalangan umat Islam, memanjangkan pertelingkahan, menambahkan lagi retak persaudaraan yang telah pun sedia retak, dan amat menggembirakan hati musuh Islam yang sebenarnya bertempik sorak kegembiraan di belakang kita, tanpa kita sedari. Sikap yang penuh emosi seperti ini hendaklah dielakkan sungguh-sungguh daripada diri kita semua.
Apa dan siapa yang mereka tentang sebenarnya? Kenapa mereka menentangnya? Ada beberapa  golongan yang mereka tentang dan ada beberapa sebab mereka menentang masalah Imam Mahdi ini. Antara golongan yang mereka tentang itu adalah hadis-hadis Rasulullah SAW itu sendiri. Mereka menentangnya karena beranggapan hadis-hadis itu dhaif dan patut ditentang sepenuhnya. Jangan percaya walau kepada sebuah hadis pun. Begitulah kehendak hati mereka sebenarnya.
Jika seseorang itu mengingkari kemunculan Imam Mahdi semata-mata dengan alasan bahwa hadis-hadisnya dhaif, maka hal itu bolehlah kita berlapang dada dan menganggapnya sebagai tidak apa-apa. Tetapi jika penolakannya itu dibuat dengan pengingkaran secara mutlak dan dikaitkan pula dengan hal-hal lain yang sebenarnya lebih berupa zanni, ditolak secara melampau-lampau, semata-mata dengan menggunakan logik akal mentahnya dan malah kadang-kadang alasannya tidak logik, maka penolakan itu hendaklah ditentang
Tidak sepatutnya penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu perkara itu dilakukan secara terburu-buru, terlalu mengikut nafsu, dengan penuh emosi terhadap pihak yang satu lagi, menghina dan merendah-rendahkan pendapat pihak yang tidak sependapat dengannya dan terlalu membesar-besarkannya sehingga menjadi berlebih-lebihan pula, maka semuanya itu adalah tidak selari dengan semangat dan roh yang dikehendaki oleh Islam. Sepatutnya kita bersikap sederhana dan meraikan pendapat pihak lain, karena itulah ilmu yang ada pada mereka dan itu jugalah keyakinan mereka.
Golongan kedua yang mereka tentang adalah umat Islam sendiri, yaitu yang percaya kepada kemunculan Imam Mahdi itu. Umat Islam yang percaya ini ditentang karena kononnya mereka terlalu mudah percaya kepada sesuatu perkabaran, sedangkan mereka tidak mempunyai ilmu yang mendalam dan tidak mendapat bukti yang benar-benar kukuh. Golongan ketiga yang mereka tentang adalah dari kalangan ahli tasawuf atau ahli sufi yang begitu yakin dengan konsep Imam Mahdi dan membawa pula beberapa cerita yang langsung tidak masuk dek akal. Sudahlah hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu dhaif, mereka ini bawakan pula cerita-cerita yang lebih berbentuk fantasi. Akhirnya umat Islam terus diselimut oleh khayalan-khayalan yang menyebabkan mereka terus mundur berbanding umat Barat.
Timbul satu lagi pertanyaan baru. Jika semua hadis mengenai Imam Mahdi dan Nabi Isa AS ditolak oleh ulama gerakan tajdid seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan al-Maududi, apakah ini berarti bahwa mereka juga menolak semua hadis yang menyebutkan alamat-alamat besar kiamat? Sebagian besar dari alamat kecil kiamat sudahpun berlaku, malah ramai percaya bahwa semua alamat kecil kiamat seperti yang disabdakan oleh baginda SAW itu sudahpun benar-benar berlaku. Yang belum berlaku lagi hanyalah tanda-tanda besarnya sahaja.
Jika semua hadis mengenai Imam Mahdi dan Nabi Isa AS ditolak, maka tanda-tanda lain juga banyak yang harus ditolak sama seperti Dajjal, Yakjuj dan Makjuj, terbit matahari dari sebelah barat, datang api, dimatikan semua orang Islam oleh angin sejuk dan dikumpulkan manusia di Syam. Dan berdasarkan bukti-bukti pembacaan yang pernah diterima, memang mereka secara halusnya menolak kemunculan tanda-tanda besar di atas karena tidak ada disebutkan di dalam al-Quran.
0116 Kenapa Mesti Anti dengan Imam Mahdi
Sudah menjadi semacam sunnah alam, setiap sesuatu itu pasti ada yang menyokong dan ada pula yang akan menentangnya. Perkara Imam Mahdi ini juga tidak terkecuali karena memang sudah diketahui umum pula bahwa ada yang menyokong dan mempercayainya, manakala segolongan lagi menentangnya dengan segala daya upaya yang ada pada mereka. Kebanyakan mereka adalah dari kalangan cendekiawan atau sarjana Islam mutaakhirin.

Kadang-kadang kita heran mengapa mereka mesti menentang kemunculan Imam Mahdi. Memang kita akui bahwa ada suatu pepatah Arab yang menyebutkan bahwa,
Setiap manusia itu memusuhi apa yang dia tidak ketahui.
Tetapi, apakah alasan sebenar mereka menentang kemunculan Imam Mahdi itu tidaklah kita ketahui. Hanya beralasankan jahil terhadap isu Imam Mahdi, tidaklah dapat diterima bulat-bulat, sekalipun ada benarnya juga. Kita harus ingat bahwa isu Imam Mahdi bukan reka-rekaan tukang-tukang cerita karena ia diberitakan sendiri oleh baginda Rasulullah SAW, perawinya adalah orang-orang yang sama yang meriwayatkan hadis-hadis mengenai hukum-hukum Islam yang lain, sanadnya saling kuat-menguat, matannya saling berkaitan, dan tarafnya bukan lagi maudhuk tetapi sudah sampai ke taraf mutawatir maknawi.

Apa yang perlu kita takutkan terhadap Imam Mahdi? Beliau datang bukannya membawa bala, malah menghilangkan bala. Tidak juga untuk menyusahkan kita, jauh sekalilah mau menyekat pembangunan dan kemajuan umat. Kita kata kita bimbang kepercayaan kepada Imam Mahdi akan menyebabkan umat Islam leka dan terus mundur. Apakah dengan menolak terus kedatangan Imam Mahdi, umat Islam dapat maju dan membangun serta mampu mengalahkan tamadun orang-orang kafir Barat itu? Jawabnya, tidak juga.

Sebab itu setiap umat Islam tidak perlu berasa takut terhadap kemunculan Imam Mahdi. Kita tidak perlu takut dengan Imam Mahdi kalau kita tidak berbuat apa-apa kesalahan. Lainlah kalau kita sudah banyak buat dosa dan kezaliman terhadap manusia, maka patutlah kita berasa takut. Jika takut, bertaubatlah segera dan tinggalkan segala perbuatan lama yang jahat itu, insya-Allah tidak akan ada apa-apa apabila Imam Mahdi itu muncul nanti. Jangan pula kita berasa bimbang, berprasangka yang bukan-bukan dan lebih-lebih lagi jangan memperkecil-kecilkan beliau.

Sebaik-baiknya sikap kita ialah jangan sampai tidak percaya langsung, dan jangan juga sampai tidak tahu-menahu langsung tentang Imam Mahdi. Bukan apa, kalau kita tidak percaya langsung, takut-takut nanti apabila beliau datang, kita masih lagi coba menafikan dan menolaknya. Sesiapa yang tetap menolak Imam Mahdi sedangkan pada ketika itu beliau sudah muncul di depan mata, berarti dia sudah berada di pihak musuh Islam, yakni kafir.

Kadang-kadang kita menolak kemunculan Imam Mahdi karena masih sayangkan sistem Barat yang telah sekian lama menguasai hati dan fikiran kita dan umat manusia seluruhnya. Mungkin masih ada rasa sayang hendak meninggalkan sistem pusaka mat saleh itu, biar pun telah lapuk dan terlalu reput. Maklumlah, benda yang telah lama dan hampir sebati dengan hati kita, bukan senang hendak menanggalkannya. Di samping itu, mungkin juga karena ada perasaan kurang yakin dengan orang pilihan Allah itu untuk menerajui kita umat Islam seluruhnya.

Jika itu alasan kita, mudahlah untuk menjawabnya. Biarkan Islam naik dahulu dan lihatlah perubahan yang mampu dilakukannya, kemudian fikirkan semula buruk baiknya sistem yang naik memerintah itu. Adakah sistem itu lebih baik daripada sistem Barat atau Baratkah yang lebih baik daripada sistem Islam? Jika Islam lebih baik, maka kita sangatlah beruntung dan bertuah karena mendapat dua kejayaan sekali gus. Jika sistem Islam itu gagal, ketahuilah bahwa yang gagal itu bukan agama Islam, tetapi kelemahan pengikut-pengikut yang melaksanakannya. Kita tidak rugi apa-apa karena sebenarnya kita telah mencoba. Malah kita sebenarnya telah diberikan pahala karena mencoba
0117 Imam Mahdi Sudah Lahir
Selain meyakini zahirnya Imam Mahdi, ada pula segolongan ulama Ahlus Sunnah yang meyakini bahwa Imam Mahdi itu kini sudah pun lahir dan masih hidup. Artinya mereka sudah pun menetapkan secara batang tubuh orang yang dikatakan sebagai Imam Mahdi. Sayid al-Amin menyebutkan 13 nama ulama besar Ahlus Sunnah yang berkeyakinan demikian yaitu:
  1. Kamaluddin Muhammad bin Talhah as-Syafie.
  2. Muhammad bin Yusuf al-Kanji as-Syafie.
  3. Ali bin Muhammad as-Sabbagh al-Maliki.
  4. Abul Muzaffir Yusuf al-Baghdadi al-Hanafi.
  5. Imam Mahyuddin Ibnu Arabi.
  6. Abdul Rahman bin Ahmad as-Syasni al-Hanafi.
  7. Syeikh Abdul Wahab asy-Syakrani.
  8. Imam Ata’ullah bin Ghiasuddin.
  9. Muhammad bin Muhammad al-Bukhari.
  10. Al-Arif Abdul Rahman.
  11. As-Syeikh Sayid Hasan al-Iraqi.
  12. Ahmad bin Ibrahim al-Balazari.
  13. Abdullah bin Ahmad (Ibnul Khosyab).
Selain nama-nama di atas, ulama-ulama lain yang meyakini Imam Mahdi sudah lahir dan masih hidup adalah Imam as-Suyuti, Imam ar-Ramli, Habib Alwi al-Haddad dan Syeikh Ali al-Khawas. Selain mereka, ramai lagi ulama yang turut meyakini hal yang demikian, cuma sebagian besar mereka tidak menyatakan secara jelas akan keyakinan mereka itu.

Imam as-Suyuti menyebut bahwa gurunya, Sayid Hasan al-Iraqi menegaskan bahwa Imam Mahdi sudah lahir pada tahun 255 Hijrah. Menurut Imam as-Suyuti lagi, perkara ini telah dipersetujui oleh Syeikh Ali al-Khawas. Imam Ahmad ar-Ramli menyatakan bahwa Imam Mahdi sudah pun lahir. Secara lebih tegas dan jelas, Imam Abdul Wahab as-Syakrani menyatakan pada tahun 1301 Hijrah, umur Imam Mahdi adalah 1,046 tahun.

Pada zaman ini, ramai juga ulama, terutama di sebelah Timur ini yang menyatakan dan meyakini bahwa Imam Mahdi itu sudah lahir dan hidup di dalam alam ghaib yaitu alam para wali. Beliau dikatakan sedang menjalani suluk, beruzlah dan mendapat tarbiah secara langsung daripada Allah melalui Rasulullah SAW dan para sahabat besar untuk menjadikannya sebagai pemimpin akhir zaman yang sempurna.

Para pengikut Syiah pula lebih berani. Mereka mendakwa bahwa Imam Mahdi itu telah pun lahir, kini sedang berada di alam ghaibah kubra dan akan bangkit semula. Kini Imam Mahdi Syiah itu sedang berada di alam ghaibnya, yang pusatnya ialah di dalam sebuah gua. Dari gua itulah Imam Mahdi mereka memberi arahan itu dan ini melalui Timbalan-timbalannya yang dilantik khusus untuk tujuan itu.

Mereka ini bukan sahaja meyakini Imam Mahdi itu sudah lahir, malah mereka telah pun secara pasti menetapkan bahwa Imam Mahdi itu adalah Muhammad bin Hasan Al-Askari, yang kini sedang berada di alam ghaib dan menanti masa sahaja untuk keluar memerintah dunia ini. Pihak Syiah yang lain mendakwa bahwa yang bakal muncul itu adalah Imam Muhammad bin Ali Al-Hanafiah, putera Sayidina Ali KMW. Juga didakwa sebagai belum mati dan sedang berada di alam ghaib, sama seperti yang didakwa terhadap Muhammad bin Hasan Al-Askari.

Namun tidak pernah pula kedengaran ada ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah di negara ini yang secara terang-terangan menyatakan bahwa orang Syiah itu telah kufur, sesat, bidaah, khurafat atau sebagainya, seperti yang lazim dituduhkan oleh mereka kepada sesama golongan Ahlus Sunnah sendiri, terutama di kalangan ahli tasawuf atau jemaah kebenaran
0118 Ada Dua Orang Imam Mahdi
Berdasarkan kisah yang diceritakan oleh para ulama yang soleh sejak zaman dahulu lagi hinggalah sekarang, ada dua orang Imam Mahdi yang pernah dikisahkan, yang berada di kalangan umat Islam sejak dari dulu hinggalah ke hari ini. Imam Mahdi yang dikisahkan di sini adalah dari kalangan Ahlus Sunnah sahaja, bukan dari aliran-aliran lain. Kedua-dua Imam Mahdi ini mempunyai ciri-ciri dan tanda-tanda yang menepati apa yang telah disebutkan di dalam hadis-hadis Nabi SAW. Baik juga jika kita perhatikan kedua-dua kisah ini, dengan tujuan untuk menambah ilmu, mematangkan lagi pemikiran, mempertajamkan minda dan bagi sebagian orang, untuk menambahkan lagi keyakinan
0119 Kisah Pertama - Cerita Sayid Syeikh Hasan Al-Iraqi
Imam as-Suyuti memindahkan kata-kata gurunya, al-Iraqi, bahwa Imam Mahdi dilahirkan pada tahun 255 Hijrah. Imam as-Suyuti berkata bahwa perkara ini telah dipersetujui oleh Syeikh Ali al-Khawas. Imam as-Suyuti berkata lagi bahwa umur Imam Mahdi, sehingga waktu beliau itu, yaitu tahun 958 Hijrah ialah 703 tahun. Kisah yang selengkapnya adalah begini:

Sayid Hasan al-Iraqi telah menceritakan satu kisah kepada Sayid Abul Abbas al-Harisi dengan katanya:
“Aku hendak menceritakan kepadamu satu kisah pada permulaan hidupku sehinggalah waktu ini, seolah-olah engkau adalah sahabatku sejak dari kecil lagi.”

Dia menyambung lagi, “Sebenarnya aku adalah anak muda yang berasal dari Damsyik, bertugas sebagai pengusaha kerjatangan. Pada suatu hari Jumaat, aku bersama-sama kawan-kawanku telah duduk berkumpul dengan tujuan berfoya-foya, bersuka-suka, bergelak ketawa, bermain-main dan menunggang arak. Tiba-tiba datang suatu suara yang berupa satu peringatan daripada Allah SWT, “Apakah untuk ini kau dijadikan?”

“Setelah aku dikejutkan dan sedar, aku terus meninggalkan kawan-kawanku bersama-sama dengan perbuatan mungkar mereka. Aku lari daripada mereka. Rupa-rupanya mereka mengekori aku dari belakang tetapi mereka tidak menjumpai aku. Aku terus masuk ke dalam Masjid Jamik Bani Umaiyah. Aku terkejut apabila aku dapati ada seorang lelaki yang sedang duduk di atas kerusi, seolah-olah dia itu adalah Imam Mahdi Alaihis Salam. Datanglah perasaan yang mendalam dalam hatiku untuk bertemu dengannya sehingga aku berdoa di dalam setiap kali sujud sembahyang dengan harapan dapat bertemu dengan lelaki itu.

Pada suatu malam selepas solat maghrib, aku mendirikan solat sunat, tiba-tiba muncul seorang lelaki di belakangku. Dia mengusap bahuku dan berkata, “Wahai anakku, Allah telah mengabulkan doamu terhadap apa yang engkau hajati. Aku adalah Imam Mahdi.”

Lantas aku bertanya, “Apakah tuan sudi pergi ke rumahku (dan tinggal beberapa hari) bersama-sama denganku?”

Dia menjawab, “Baiklah.” Lalu dia mengikuti aku.

Apabila sampai di rumahku, dia berkata, “Kosongkanlah satu tempat yang boleh aku duduk bersendirian.”

Aku pun menunaikan hajatnya. Al-Mahdi duduk bersama-samaku selama tujuh hari tujuh malam. Semasa itu jugalah dia telah membacakan/mengijazahkan kepadaku zikir-zikir.

Dia berkata, “Aku akan ajarkan dan memberitahu kamu wirid-wiridku yang mana hendaklah engkau berkekalan melakukannya. Insya-Allah berpuasalah sehari dan berbukalah pada keesokannya. Lakukanlah solat sebanyak lima ratus rakaat semalaman.”

Aku pun menunaikan suruhannya.

Mulai saat itu, aku pun menunaikan solat sebanyak itu di belakangnya pada tiap-tiap malam. Pada waktu itu, aku masih muda remaja dan sebagai anak muda yang kacak dan bergaya. Selepas itu, al-Mahdi berkata, “Janganlah engkau duduk (bersembahyang dan berzikir) kecuali di belakangku.” Aku pun menurut perintahnya.

Dari situ aku dapat melihat bahwa serbannya adalah serban orang Ajam dan dia mengenakan jubah dari bulu-bulu yang indah.

Setelah tamat tujuh hari, dia pun meninggalkan aku dan aku juga mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Akhir sekali dia berkata kepadaku, “Ya Hasan, tidak pernah berlaku pertemuan seumpama ini di antara aku dengan seseorang kecuali antara aku dengan engkau. Kekalkanlah wirid-wirid itu sehinggalah ke waktu tuamu. Sesungguhnya engkau akan dipanjangkan umur.”

Sekadar itu sahaja perkataan al-Mahdi kepadaku. Sayid Hasan berkata, “Umurku pada waktu itu (sewaktu menceritakan pengalaman ini) adalah 127 tahun.” Sayid Hasan al-Iraqi telah meninggal dunia pada tahun 930 Hijrah (semoga Allah taala merahmati akan rohnya yang mulia itu, amin) seperti yang diriwayatkan orang
0120 Kisah Kedua - Cerita Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi
Yang dimaksudkan di sini ialah pribadi yang disebutkan dalam Manaqib yang terkenal di Asia Tenggara ini yaitu Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi Rahimahullahu Taala Anhu, seorang lelaki berketurunan Sayid yang lahir di Sudagaran, Wonosobo, Pulau Jawa, pada tahun 1259H. Terkenal di kalangan anak muridnya dengan panggilan Kiyai Agung atau Embah Agung.

Berdasarkan keturunannya, beliau adalah keturunan Ahlulbait, dari sebelah keturunan Sayidina Husain bin Sayidina Ali RA. Namanya adalah Muhammad bin Abdullah bin Umar bin Abdul Rahim bin Abdul Karim bin Muhyiddin bin Nuruddin bin Abdul Razak al-Madani bin Hasan bin Abu Bakar asy-Syaibani. Dikenali dengan panggilan Abu Abdillah, sama seperti yang disebutkan di dalam hadis-hadis dan sama dengan panggilan Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW.

Datang dari keturunan Bani Basyiban, yang berasal dari Hadramaut. Datuk neneknya berpindah ke Tanah Jawa, bertempat di Kota Bondowasa, daerah Basuki, Jawa Timur. Menurut Muhammad Amin bin Fadhlullah Al-Mubhi dalam kitabnya Khulasatul Asar Fi A’ayan al-Qarnil Hadi Asyar, bahwa sebagian Bani Basyiban telah meninggalkan Hadramaut dan Makkah sejak kurun kesepuluh Hijrah lagi, kebanyakannya ke India. Hal seperti ini turut disebutkan oleh Sayid Muhammad al-Idrus dalam kitabnya, Aidhahu Asrar ‘Ulumul Muqarrabin.

Menurut Majalah Ar-Rabithah yang diterbitkan di Jakarta, Indonesia pada tahun 1347 Hijrah (1929M), Bilangan 8 - 9, disebutkan bahwa Bani Basyiban itu adalah dari keturunan Sayidul Faqih Muqaddim Muhammad Baklawi. Dan menurut ulama yang mengetahui, Bani Basyiban sudah tiada lagi pada masa itu di Hadramaut.

Jelaslah bahwa beliau adalah orang yang mulia, dari keturunan yang mulia-mulia dan beragama yang tinggi. Memang, orang yang bakal menjadi Imam Mahdi mestilah datang dari keturunan yang baik-baik dan mulia, tinggi-tinggi penghayatan Islamnya, sangat menjaga hal ehwal agama dan sangat berakhlak mulia.

Beliau pernah menuntut di Mesir dan Makkah sebelum pulang ke Nusantara. Beliau sempat menerima ajaran kerohanian daripada Sayidina Khidir AS dan mengalami beberapa kejadian ajaib di sana. Beliau dituruti oleh isterinya di Makkah semasa pengajiannya itu.

Sebelum mendapat aurad yang sekarang diamalkannya, dikatakan sebelum itu beliau pernah berasa keberatan serta tidak cukup masa untuk mengamalkannya dengan sempurna. Lalu beliau pun berdoa kepada Allah agar ditunjukkan cara untuk meringkaskan seluruh amalannya itu atau apa cara pun untuk mengatasinya.

Tidak lama kemudian, beliau pun mendapat alamat menyuruhnya masuk ke dalam Kaabah selepas tengah malam pada suatu malam tertentu. Apabila masuk ke dalam Kaabah, beliau mendapati beliau telah bertemu dengan roh Rasulullah SAW dalam keadaan jaga, bukan mimpi, dan baginda SAW telah mengajarkannya bacaan aurad yang pada hari ini lebih dikenali dengan nama Aurad Muhammadiah. Maka jadilah aurad itu sebagai induk bagi seluruh amalannya yang banyak itu, dan diizin untuk diturunkan kepada sesiapa muridnya yang mau mengamalkannya.

Setelah pulang ke Nusantara, beliau memilih Singapura dan Kelang sebagai tempat tinggalnya. Di dua tempat inilah beliau mengembangkan ajaran Islam kepada seluruh penduduk setempat. Selain itu, dinyatakan juga beberapa kejadian pelik yang berlaku ke atas dirinya, yaitu karamahnya. Ada yang besar, dan ada yang kecil, yaitu sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang yang benar-benar bertaraf wali Allah.

Setelah beberapa lama, pada suatu hari, beliau memanggil sebagian ahli keluarganya dan beberapa orang murid kanannya untuk berunding. Menurutnya, sudah sampai masa untuknya ghaib daripada mereka, bukan mati, karena beliau akan kembali lagi. Disebutkannya juga sebab beliau ghaib itu, ke mana ghaibnya dan siapa yang beliau akan jadi. Sesiapa yang panjang umur, insya-Allah akan bertemu dengannya lagi.

Setelah itu beliau berunding dengan mereka cara untuk menutup kehilangannya yang sementara itu. Kata putus diambil setelah perundingan itu yaitu meninggalkan sesuatu yang nampaknya seperti jasad untuk menggantikan dirinya yang sebenar. Tujuannya untuk mengelakkan buruk sangka dan tuduhan dari orang ramai pada masa itu yang tidak tahu-menahu akan hujung pangkal kisahnya itu.

Setelah selesai perundingan itu, maka Syeikh as-Suhaimi pun meninggallah di Kelang pada 1925M (1343 Hijrah) dalam usia 82 tahun,  dikebumikan di sana, dan makamnya masih tetap terpelihara hingga ke hari ini di Kelang. Menurut anak-anak Syeikh as-Suhaimi, bapanya masih lagi hidup dan selalu ditemui, sama ada didatangi atau diziarahinya dari semasa ke semasa, di Kelang atau Singapura. Cuma akhir-akhir ini, beliau jarang-jarang datang karena urusannya semakin bertambah karena masa untuknya kembali lagi ke dunia nyata ini sudah semakin hampir.
Antara anaknya yang terkenal soleh dan alimnya, ramai anak muridnya dan paling menonjol ialah Al-Allamah Al-Marbiyal Khobir, dan Khatibul Qadir dan Da’ie Al-Basyir Ilallah, As-Syeikh Sayid Muhammad Fadhlullah ibnu As-Syeikh Sayid Muhammad as-Suhaimi, yang terkenal dengan sebutan Fadhlullah Suhaimi al-Azhari. Lahir di Singapura dan meninggal dunia juga di Singapura, pada tahun 1964 (1384H), berusia 78 tahun.

0121 Kesimpulan Dari Kedua-dua Cerita Imam Mahdi Tadi
Jika diperhatikan kedua-dua cerita tadi, ada beberapa perkara yang amat menarik mengenai kedua-dua pribadi yang dikatakan Imam Mahdi berkenaan. Antaranya disebutkan di sini ialah;
  1. Kedua-dua tokoh yang dikatakan sebagai Imam Mahdi itu dilihat atau diriwayatkan sebagai orang muda. Hal ini mungkin berdasarkan hadis-hadis yang menyatakan demikian.
  2. Ciri-ciri Mahdi pada kedua-duanya adalah menepati dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis-hadis, asar-asar dan juga keterangan para ulama muktabar.
  3. Kedua-dua Imam Mahdi itu berada di alam wali, tidak di alam nyata ini dan sedang memerintah di alam wali tadi. Hanya sekali-sekala sahaja mereka ini menzahirkan diri ke alam nyata, dengan maksud tertentu, untuk masa yang tertentu dan kepada orang-orang yang tertentu pula.
  4. Kedua-duanya berumur panjang. Umur panjang itu adalah lebih baik dalam mencapai kesempurnaan ibadah kepada Allah. Semakin panjang umur seseorang wali itu, semakin sempurnalah kualiti ibadah mereka kepada Allah. Hal ini adalah lebih disukai oleh kebanyakan wali berbanding umur yang pendek.
  5. Kedua-duanya bukan dari bangsa Arab, tetapi keturunan Ajam, yakni bukan dari bangsa Arab. Memang mereka berketurunan Rasulullah SAW dan tergolong dalam Ahlulbait, tetapi sudah jauh Arabnya sehingga dapat pula dikatakan sebagai orang Ajam. Hal ini sangat bersesuaian pula dengan maksud hadis-hadis yang disampaikan oleh baginda SAW kepada kita.
  6. Kedua-duanya membawa wirid-wirid yang bersesuaian dengan zaman berkenaan. Imam Mahdi pertama membawa wirid-wirid yang sesuai dengan zaman dahulu, manakala Imam Mahdi kedua membawa wirid-wirid yang sesuai pula dengan keadaan zamannya sekarang ini. Kedua-duanya juga menurunkan wirid mereka kepada anak murid masing-masing untuk diamalkan.
  7. Setiap zaman memang ada beberapa Mahdi yang diutus oleh Allah untuk menyelamatkan manusia dan bumi ini daripada dihancurkan oleh Allah atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Maka, apabila mati seorang Mahdi, akan diutus pula Mahdi yang lain, sehinggalah lahirnya Mahdi sebenar yang dimaksudkan oleh hadis-hadis.
  8. Mahdi pertama tidak menyebutkan bahwa dirinya akan muncul kemudian kelak ke dunia ini, manakala Mahdi kedua memang menyatakan bahwa dirinya akan muncul semula ke dunia ini suatu masa nanti dan menjadi Imam Mahdi yang disebut-sebut itu.
  9. Kedua-dua Imam Mahdi itu memang tidak popular semasa mereka hidup di kalangan manusia, tetapi menjadi popular setelah mereka berada di alam ghaib, yaitu di alam wali. Tiada siapa yang sedar bahwa orang itu adalah bakal Imam Mahdi suatu masa nanti.
  10. Kedua-duanya adalah orang yang sangat banyak ibadat mereka kepada Allah. Ini amat bersesuaian pula dengan kedudukan mereka yang tinggi pada sisi Allah dan mulia pada pandangan seluruh manusia. Sembahyang malam sebanyak lima ratus rakaat adalah amalan para sahabat RA pada zaman Nabi SAW. Kedua-duanya juga menjadi ikutan zahir batin seluruh umat Islam dalam hal-hal yang menyangkut dengan urusan agama mereka.
  11. Kedua-duanya tidak memakai pakaian yang lazim dipakai oleh bangsa Arab pada zaman mereka tetapi memakai pakaian yang lazim dipakai oleh orang-orang Ajam. Ini sesuai dengan makluman hadis-hadis mengenainya. Dan sesuai dengan kedudukan mereka sebagai sebaik-baik manusia, pakaian mereka juga adalah dari jenis kain yang terbaik yang ada pada zaman mereka. Kain bulu yang dimaksudkan dalam cerita pertama adalah menunjukkan ketinggian kedudukan si pemakainya karena kain bulu lazimnya dipakai oleh golongan atasan pada masa itu. Bukan sebarang-barang orang yang mampu memakai kain dari jenis itu.
  12. Kedua-duanya adalah dari kalangan ahli tasawuf yang gigih dalam amalan tasawuf mereka. Imam Mahdi pertama beramal ibadat sedemikian banyak setiap malam, manakala Imam Mahdi kedua pula mendapat aurad zikirnya secara langsung daripada Rasulullah SAW sendiri, yaitu suatu hal yang dianggap mesti bagi semua guru tarekat sejak zaman dulu-dulu lagi. Maka mereka yang bakal menjadi Imam Mahdi lebih-lebih lagi aula mendapatkannya terus daripada Rasulullah SAW sendiri. Malah, tidak sah dakwaannya itu jika mereka mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi sedangkan wiridnya sendiri diijazahkan oleh orang lain, yang bukannya Rasulullah SAW.
  13. Kedua-duanya boleh meramalkan apa yang akan berlaku pada masa hadapan. Dan mereka menyebutkannya dengan penuh kepastian, tidak ada ragu-ragu. Yang pertama, menyatakan umur syeikh yang panjang, manakala yang kedua turut mempunyai banyak ramalan yang ternyata adalah betul. Ini sebenarnya adalah karamah dari Allah untuk mereka berdua sebagai Sahibul Zaman bagi zaman masing-masing.
  14. Jika kita keberatan untuk menerima dan mempercayai salah satunya, jangan pula tolak kedua-duanya sekali. Sepatutnya kita mengkaji lebih dalam, berfikir habis-habisan, meneliti betul-betul dan mencari kebenaran sebelum membuat apa-apa keputusan. Sebagai seorang yang berilmu agama yang tinggi dan matang pula dalam soal agama, kita hendaklah bersikap lapang dada. Orang yang matang fikirannya tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, tidak tergesa-gesa menolak sesuatu pendapat dan berfikir banyak kali. Sebelum bercakap, banyak berfikir karena takut tersalah dalam percakapannya itu. Dia menerima sesuatu pendapat dengan alasan yang jitu dan menolak sesuatu pendapat juga dengan alasan yang jitu, tidak mengikut-ikut sahaja tanpa mendapatkan sebarang kepastian.
  15. Kemungkinan kedua-dua Imam Mahdi itu adalah orang yang sama adalah besar. Ini disebabkan keupayaan Imam Mahdi itu keluar sebelum beliau lahir adalah suatu yang tidak mustahil dan pernah berlaku kepada wali yang lebih rendah tarafnya daripada beliau. Jika ini benar-benar berlaku, itu adalah suatu keramat yang Allah karuniakan kepadanya. Beliau adalah orang yang sangat dikasihi oleh Allah SWT, maka tidak mustahil pula bahwa orang yang diceritakan itu sebenarnya adalah orang yang sama - yang pertama muncul sebelum lahirnya dan yang kedua adalah setelah beliau benar-benar lahir ke dunia ini. Jika seorang wali yang bertaraf wali biasa pun boleh muncul ke dunia sebelum lahirnya lagi, maka bakal Imam Mahdi lebih-lebih lagi aula mendapatkan keistimewaan itu.
  16. Imam Mahdi pertama muncul pada akhir kurun ketiga Hijrah, yaitu masa yang terakhir dari tiga peringkat zaman yang terbaik dalam Islam. Maka bolehlah dikatakan bahwa kemunculan Imam Mahdi pertama tadi sebenarnya adalah untuk mengambil berkat dari zaman yang terbaik itu, untuk dibawa ke zaman kemudian daripada itu. Maka apabila Imam Mahdi sebenar muncul, kemunculannya itu hanyalah sambungan daripada kemunculannya yang pertama dahulu, yaitu dari zaman yang terbaik yang disebutkan oleh hadis. Ini amatlah sesuai dengan maksud hadis yang menyatakan bahwa Imam Mahdi akan mengembalikan zaman kegemilangan Islam, sama seperti yang pernah dibawa oleh baginda Rasulullah SAW sendiri, pada Zaman Kenabian dahulu.
  17. Kedua-dua imam ini adalah imam ghaib. Artinya, konsep imam yang ghaib adalah sesuatu yang diterima baik oleh kalangan ulama besar Ahlus Sunnah, bukan semata-mata wujud di dalam mazhab Syiah. Namun jika kita perhatikan baik-baik, terdapat perbedaan yang amat ketara antara ghaibnya Imam Mahdi Ahlus Sunnah dengan ghaibnya Imam Mahdi puak Syiah. Oleh itu, tidak perlu timbul persoalan bahwa konsep Imam Mahdi yang ghaib adalah berpunca dari ajaran Syiah yang sesat lagi menyesatkan. Tuduhan bahwa percaya kepada imam yang ghaib boleh merusakkan akidah adalah tidak benar dan dibuat berdasarkan ilmu yang amat dangkal dan alasan yang amat lemah.
0122 Salahkah Berdoa Disegerakan Kemunculan Imam Mahdi
Oleh kerana masalah ini adalah masalah furuk, juga bersifat masalah khilafiah sahaja atau dikatakan sebagai suatu tajuk yang merupakan ijtihad semata-mata, maka sudah pastilah tidak ada salah dan dosa jika kita memohon kepada Allah SWT agar disegerakan janji-janji Allah itu, demi maslahat umum umat Islam. Malah sebenarnya, itulah yang sangat dituntut oleh Nabi SAW, sebagai lambang keprihatinan kita terhadap isyarat-isyarat tersembunyi yang terdapat di dalam hadis-hadis.

Berikut adalah antara alasan yang boleh diberikan yang dapat menyokong pendapat berkenaan, yang antaranya adalah;
  1. Doa adalah salah satu ikhtiar yang Allah berikan kepada manusia dan jin. Doa juga adalah senjata yang amat mustajab untuk mendapatkan sesuatu pertolongan daripada Allah. Setiap manusia, khususnya orang-orang mukmin amatlah dituntut oleh agama kita agar berdoa, kerana doa adalah antara ikhtiar yang terbaik. Berikhtiar adalah wajib. Memakbulkannya atau tidak adalah hak mutlak Tuhan.
  2. Manusia dituntut mencari jalan agar mencapai kesejahteraan hidup sama ada di dunia, apatah lagi di akhirat sana. Imam Mahdi membawa kesejahteraan hidup yang merata, dan hal ini sudah dijanjikan oleh banyak hadis, daripada yang sahih hinggalah kepada yang dhaif. Tidak ada keraguan lagi padanya.
  3. Manusia wajib mencari pemimpin yang ditunjuk, jika mereka hidup pada awal setiap kurun Hijrah seperti yang disabdakan oleh hadis. Pemimpin yang ditunjuk ini adalah seorang yang bertaraf mujaddid, bukan sekadar seorang ulama biasa dan bukan pula sekumpulan ulama. Beliau adalah seorang pemimpin yang sudah dijanjikan untuk manusia, bukan sahaja secara umum, malah secara amat khusus dan berulang-ulang pula.
  4. Ini adalah janji Allah dan rasul-Nya untuk kita. Tidak salah jika kita menuntut janji Allah itu untuk kita, sama seperti janji-janji-Nya yang lain, sama ada yang berupa balasan di dunia mahupun yang di akhirat.
  5. Perbuatan ini adalah termasuk jihad pada jalan Allah kerana setiap orang yang membantu menegakkan Islam di atas muka bumi ini adalah dianggap sebagai mujahid. Dan paling istimewa, mereka membantu Imam Mahdi menegakkan semula Islam di atas muka bumi ini, untuk kali yang kedua.
  6. Perkhabaran Islam naik semula sudah dijelaskan oleh Nabi SAW dalam banyak hadis. Maknanya, sesiapa yang berjuang, perjuangannya adalah tepat seperti yang disebutkan oleh hadis. Perjuangannya benar-benar atas landasan agama dan disahkan pula oleh Nabi SAW sendiri. Siapa yang tidak mahu berjuang atas landasan yang benar lagi sahih?
  7. Orang-orang dari mazhab lain, terutamanya Syiah telah lama berdoa bersungguh-sungguh dan amat menanti-nantikan kemunculan Imam Mahdi. Jika puak Syiah yang salah akidahnya itu pun boleh sedemikian beria-ia, kenapa kita yang yakin kita adalah benar akidahnya tidak bersungguh-sungguh seperti mereka? Sepatutnya kitalah yang lebih bersungguh-sungguh dan beria-ia berdoa dan berusaha agar hadis-hadis itu menjadi kenyataan. Kini keadaannya sudah jadi terbalik. Jangan sampai pula nanti, Imam Mahdi itu keluar ke dunia ini disebabkan oleh doa orang-orang Syiah itu pula!
  8. Kalau tesalah sekali pun, tetap akan mendapat pahala iaitu pahala berdoa dan pahala kerana berusaha. Setiap doa dan setiap usaha akan tetap diberikan pahala biar pun usaha itu gagal atau tidak didapati oleh kita.
  9. Keadaan umat Islam di seluruh dunia pada hari ini yang amat menyedih dan memilukan, menyebabkan kita amat patut berdoa agar umat Islam yang hanya tinggal namanya sahaja ini dapat diselamatkan oleh seorang pemimpin yang sejati, yang dapat membela seluruh umat Islam, dan melepaskan mereka daripada jerat Barat yang sangat mencengkam ini. Umat Islam sedang diperkotak-katikkan oleh musuh-musuh lamanya iaitu Kristian, Yahudi, komunis, nasionalis dan kapitalis, beralasankan sistem sosialis dan demokratik.
Malah al-Quran sendiri memerintahkan kita agar selalu memanjatkan doa agar segera diturunkan-Nya seorang pemimpin sejati yang akan membela kita umat Islam seluruhnya. Arahan itu dibuat oleh Allah SWT melalui kisah kaum Bani Israel pada zaman dahulu. Seluruh kaum Bani Israel pergi mendatangi Nabi Samuel AS memintanya mendoakan kepada Allah agar ditunjukkan kepada mereka seorang pemimpin yang akan membela dan membantu mereka mengalahkan kekejaman Raja Jalut. Hasil daripada doa mereka itu, Allah tunjukkan kepada mereka Talut, seorang petani yang tinggal di pedalaman. Maka, salahkah kita turut sama mendoakan agar pemimpin sejati itu segera Dia munculkan? Tidak bolehkah kita hanya mengikut apa yang sudah ditunjukkan oleh al-Quran sendiri?

Bagi mana-mana umat Islam yang amat prihatin terhadap keadaan umat Islam pada hari ini, tahu benar peri pentingnya kemunculan seorang pemimpin yang boleh membawa seluruh umat Islam kembali kepada Tuhan dan mencapai kemuncak kejayaan, pastilah sangat menanti-nantikan kemunculan pemimpin berkenaan dan tidak akan henti-henti mendoakan agar kemunculannya segera berlaku, pada kurun ini.

Begitu juga sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW, beberapa tanda sudah kelihatan dan jelas pada pandangan orang-orang yang tahu dari kalangan pendeta Yahudi dan pendeta Kristian. Namun, semakin dekat dengan masa diutuskan baginda SAW, semakin galak mereka mendoakan agar pemimpin akhir zaman itu (Nabi Muhammad SAW) segera dibangkitkan. Sayangnya, mereka mendoakan agar Nabi Muhammad SAW itu lahir dari kalangan bangsa mereka. Apabila Nabi Muhammad SAW itu lahir dari celah-celah bangsa Arab, mereka terus menolaknya dengan alasan baginda SAW bukan dari kalangan bangsa mereka.

Namun, pengajaran daripada kisah ini ialah tidak salah jika kita mendoakan agar pemimpin akhir zaman ini segera dibangkitkan oleh Allah SWT. Hanya itulah satu-satunya cara untuk memulihkan keadaan umat Islam ini seluruhnya yang sedang amat hina dan lekeh pada pandangan seluruh dunia. Kita hina di mana-mana sahaja kita berada kerana kita ibarat anak yatim yang tiada beribu dan berbapa atau seperti sang musafir yang sesat, tiada tempat hendak mengadu masalah yang sedang dihadapi.

Maka jelaslah di sini bahawa tidak ada salahnya jika kita berdoa agar Imam Mahdi itu segera dibangkitkan-Nya untuk kita seluruhnya, bukan untuk kita seorang sahaja atau hanya untuk kumpulan kita sahaja. Kalaulah doa kita dimakbulkan oleh Allah SWT, maka bayangkanlah betapa besar pahala yang akan kita dapat kerana telah membantu seluruh umat Islam di seluruh dunia daripada segala masalah dan penindasan yang sedang mereka terima ini. Berdoa agar Imam Mahdi muncul tidak memerlukan apa-apa modal, sedangkan balasannya cukup-cukup besar, tidak termakan dek kita seorang di akhirat nanti. Maka, sepatutnya kita berdoalah banyak-banyak dan sentiasa berharap agar segera ditunaikan-Nya akan segala janji-Nya itu, pada zaman kita ini. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
0123 Sahihkah Hadis-hadis Itu
Masalah inilah yang sebenarnya menghantui pemikiran, pendapat, kepercayaan dan sikap umat Islam umumnya pada hari ini. Bukan sahaja di negara kita Malaysia, malah di seluruh dunia Islam amnya, sejak zaman dahulu lagi hinggalah ke hari ini, tidak kira apa mazhab pun, masalah ini tetap sama sahaja.

Jika ada mana-mana ulama atau orang perseorangan yang cuba membangkitkan masalah yang cukup khilafiah ini, reaksi-reaksi berikut akan dapat dilihat pada orang yang kita ajukan itu.
  1. Menolak serta-merta. Alasan yang diberikannya ialah hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah hadis palsu atau sangat dhaif. Mereka ini lazimnya tidak mengetahui ilmu sanad dan rawi hadis, ilmu jarah dan ta’dil serta tingkatan-tingkatan hadis.
  2. Menolak mentah-mentah serta memandang rendah orang yang menimbulkan masalah ini, kerana katanya mempercayai perkara yang tidak jelas dalam masalah agama. Mereka ini adalah golongan yang banyak dipengaruhi oleh corak pemikiran yang telah diacu oleh pihak penjajah sejak dahulu.
  3. Menolak sebahagian hadis yang berkaitan dengan Imam Mahdi termasuk mengenai Pemuda Tamim, Pemuda Bani Hasyim, Al-Haris Harras dan lain-lain. Hadis-hadis yang ada kelihatan hanya sesuai untuk zaman dahulu sahaja, bukan pada zaman ini. Mereka ini hanya menilai hadis berdasarkan maksud zahirnya sahaja, bukan makna yang tersirat yang ada di sebalik hadis-hadis berkenaan.
  4. Menolak dengan alasan menunggu ketibaan Imam Mahdi tanpa berusaha adalah perbuatan yang sia-sia. Lebih baik umat Islam bangun dan membina kekuatan sendiri dan menegakkan negara Islamnya sendiri tanpa perlu menunggu munculnya Imam Mahdi. Konsep Al-Mahdi itu sebenarnya ada di dalam diri setiap umat Islam dan Mahdi itu adalah sekumpulan umat Islam sendiri yang berusaha membawa kemajuan. Mereka yang berpendapat begini adalah dari kalangan cendekiawan Islam dan para sarjana Islam yang mengaji di universiti luar negeri, terutama di negara Barat.
  5. Menolak dengan alasan sudah lebih seribu tahun, namun Imam Mahdi tidak juga muncul, dan kemungkinannya tidak akan muncul lagi ke dunia ini. Lagipun ini adalah zaman moden, bagaimana Imam Mahdi itu akan muncul pada zaman moden ini? Takkan Imam Mahdi itu nanti naik kuda dan mengacungkan pedang? Inikan zaman moden, tak sesuai sangatlah keadaannya nanti. Mereka ini banyak dipengaruhi oleh logik akal mentah mereka yang pendek semata-mata, tanpa mengetahui bahawa hadis-hadis berkenaan mempunyai maksud tersirat yang sekali-kali tidak mereka ketahui.
  6. Bersikap berdiam diri kerana memang tidak tahu dan tidak pernah ambil tahu. Mereka adalah dari kalangan orang awam yang tidak mendapat pengetahuan yang mencukupi mengenai persoalan agama, apatah lagi masalah Imam Mahdi yang khilafiah ini. Mereka serba salah hendak menjawab soalan ini.
  7. Tidak menerima dan tidak pula menolak kemunculan Imam Mahdi sambil menyatakan pendiriannya bahawa semua itu mungkin saja ada dan mungkin saja tidak ada. Bersikap pertengahan adalah lebih selamat bagi mereka dan golongan seperti ini memang ramai pada masa ini.
  8. Tidak menolak sepenuhnya, yakni menerima konsep Mahdi tetapi menyatakan bahawa Mahdi itu sebenarnya adalah umat Islam itu sendiri. Oleh itu, mereka perlu bangun dan membina kekuatan ummah melalui jalan politik dan ekonomi, serta dihiasi oleh akhlak yang mulia. Kebanyakan mereka ini adalah golongan pentadbir, ahli politik, teknokrat Islam dan ahli ekonomi Islam yang mendapat pendidikan formal dari Barat.
  9. Menerima konsep Mahdi tetapi bertanya semula, bilakah Imam Mahdi itu akan muncul. Siapa dia Imam Mahdi itu? Sejauh mana ‘modennya’ Imam Mahdi itu nanti? Mereka ini adalah golongan yang banyak tanya tetapi tidak dapat memikirkan lebih jauh daripada itu.
  10. Menerima sepenuhnya, tetapi berbeza pendapat mengenai diri Imam Mahdi itu yang jika dilihat menurut kaedah Ahlus Sunnah adalah tidak tepat sama sekali. Mereka ini adalah golongan yang cuba mengambil kesempatan daripada sesuatu keadaan atau ada niat yang lain.
  11. .Menerima sepenuhnya konsep Imam Mahdi, meyakini semua hadis yang berkaitan dengannya dan menanti-nanti kemunculan Imam Mahdi itu ke dunia ini, dengan penuh harap, penuh kerinduan, penuh kasih sayang, penuh gembira dan kadang-kala seperti tidak sabar menunggu lebih lama lagi. Mereka ini ada dua golongan yang besar iaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan Imam Mahdinya sendiri dan puak Syiah dengan Imam Mahdinya pula, yang jauh berbeza keperibadiannya daripada Imam Mahdi Ahlus Sunnah.
  12. Golongan yang terpinga-pinga untuk menjawab kerana tidak pernah tahu dan tidak pernah ambil tahu. Mereka adalah golongan majoriti orang awam dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Hal ini berbeza dengan Syiah yang amat mengajarkan kepada golongannya akan konsep Imam Mahdi ini. Antara sebabnya ialah Ahlus Sunnah tidak pernah menekankan peri pentingnya Imam Mahdi itu kepada masa depan dan survival umat Islam, seperti yang Syiah ajarkan kepada pengikut mereka.
Kemudian, jika kita lihat dengan lebih teliti dan saksama (jika orang itu memang mahu mencari kebenaran hakiki), akan kita dapati bahawa hadis-hadis yang menceritakan mengenai Imam Mahdi dapat dikategorikan kepada tiga bahagian, iaitu hadis-hadis yang sahih, hadis-hadis yang hasan dan hadis-hadis yang dhaif. Maka yang maudhuk itu tidaklah kita masukkan ke dalam perbicaraan kita ini.
Semua ulama kenamaan dalam mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah bersetuju bahawa hadis-hadis sahih mengenai Imam Mahdi adalah hadis yang sudah boleh dikategorikan sebagai hadis mutawatir maknawi. Hadis mutawatir maknawi adalah sekumpulan besar hadis yang berbagai-bagai matan, rawi dan sanadnya, tetapi semua hadis berkenaan menceritakan satu perkara atau mauduk yang sama iaitu mengenai Imam Mahdi.
Imam an-Nawawi, seorang tokoh ulama terkenal dalam mazhab Syafie dan juga seorang pakar hadis pada zamannya berkata,
Beberapa buah hadis yang tersebut ini, walaupun semua sanadnya dhaif, tetapi kerana satu sama lain saling menguatkan, maka hadis-hadis ini menjadi hadis hasan. Dan hadis yang demikian ini boleh digunapakai sebagai hujah. Pendapat yang seperti ini pada zaman lampau telah dikemukakan oleh Imam al-Baihaqi dan ulama-ulama lain. Sebenarnya nilai kedhaifan hadis berkenaan terletak pada buruknya hafazan, atau tercampur-campurnya hafazan, atau adanya pemalsuan, tetapi rawi-rawinya adalah orang-orang yang jujur dan taat melaksanakan perintah agama. Adapun hadis yang dhaif kerana adanya pendustaan atau menyalahi hadis-hadis yang lain, maka yang demikian itu tidaklah dapat lagi diangkat tarafnya menjadi hadis hasan.”
Grand Muhaddis Abdullah bin Sadek, Ph.D., menyatakan di dalam bukunya, Al-Mahdiyul Muntazar, kira-kira begini:
“Malang sekali, terdapat ramai orang, termasuk yang berpengetahuan percaya bahawa tidak ada al-Mahdi. Ini sebenarnya disebabkan kejahilan mereka terhadap sabda-sabda Nabi SAW yang menyatakan kemunculannya pada akhir zaman nanti.”
Tulisnya lagi pada bahagian Pengenalan bukunya itu,
Adalah sangat mustahil hadis-hadis (mengenai Al-Mahdi) yang telah disahkan sebagai mutawatir oleh Al-Huffaz, (masih) boleh lagi dikatakan palsu (oleh orang ramai).”
Kalangan yang belajar ilmu mustalah hadis amat memahami dan mengakui betapa benarnya ucapan Hafiz kenamaan ini. Tidak ada keraguan lagi padanya.
0124 Hadis-hadis yang Diakui Sebagai Sahih
Bagaimanapun, sebagai memenuhi rasa ingin tahu kebanyakan umat Islam, terutama yang rajin mengkaji dan yang inginkan kepastian, serta yang inginkan keyakinan yang putus, berikut adalah antara hadis yang secara jelas dikategorikan oleh semua ulama hadis sebagai hadis sahih mengenai diri Imam Mahdi itu:

A. Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda,
"Dunia ini tidak akan hancur sehingga seorang lelaki dari kalangan ahli keluargaku, yang namanya seperti namaku, memerintah seluruh bangsa Arab."(Sunan at-Tarmizi, Jilid 9; Sunan Abu Daud, Jilid 5).
Hadis-hadis dengan matan yang hampir serupa juga turut diriwayatkan daripada Sayidina Ali bin Abi Talib, Abu Said al-Khudri, Ummu Salamah dan Abu Hurairah RA.
B. Nabi SAW bersabda,
"Allah akan mengeluarkan dari persembunyiannya al-Mahdi (iaitu) dari kalangan kaum keluargaku sejurus sebelum hari kiamat walaupun kiamat itu cuma tinggal sehari sahaja. Dia akan menyebarkan keadilan dan kesaksamaan di atas muka bumi ini dan menghapuskan kezaliman dan penindasan.”      (Musnad Ahmad Ibnu Hanbal, Jilid 1)
C. Sayidina Ali bin Abi Talib KMW berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda,
"Jika cuma tinggal sehari sahaja sebelum kiamat tiba, nescaya Allah pasti akan mengutuskan seorang lelaki dari kaum keluargaku yang akan memenuhkan dunia ini dengan keadilan dan kesaksamaan, seperti sebelumnya bumi ini dipenuhi dengan penindasan."          (Sunan Abu Daud)
D. Sayidina Ali bin Abi Talib KMW berkata bahawa Nabi SAW memberitahunya bahawa,
"Al-Mahdi yang dinanti-nantikan itu adalah dari kaum keluargaku.  Allah akan menyempurnakannya dalam satu malam sahaja."(Sunan Ibnu Majah, Jilid 2)
E. Sayidatina Ummu Salamah RA, Ummul Mukminin, berkata bahawa Nabi SAW bersabda,
"Al-Mahdi itu adalah dari keturunanku, daripada anak-anak Fatimah." (Sunan Abu Daud, Jilid 2; Sunan Ibnu Majah, Jilid 2)
F. Rasulullah SAW mengisytiharkan bahawa,
“Al-Mahdi itu adalah dari kaum keluargaku, daripada keturunan Fatimah.” ( Sunan Ibnu Majah, Jilid 2, Hadis No. 4086)
G. Nabi SAW memberitahu,
"Al-Mahdi itu adalah salah seorang daripada kami, dari kalangan Ahlulbait." ( Sunan Ibnu Majah, Jilid 2, Hadis No. 4085)
H. Abu Said al-Khudri RA menceritakan bahawa Nabi SAW bersabda,
"Al-Mahdi itu dahinya luas dan hidungnya mancung. Dia akan memenuhkan bumi ini dengan keadilan seperti sebelumnya bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan. Dia akan memerintah selama tujuh tahun." (Sunan Abu Daud, Jilid 2, Bab Fusulul Muhimmah)
I. Abu Said al-Khudri RA menceritakan bahawa Rasulullah SAW telah bersabda:
"Al-Mahdi adalah dari keturunanku. Dahinya luas dan hidungnya tinggi. Dia akan memenuhkan bumi ini dengan keadilan dan kesaksamaan ketika dunia sedang dipenuhi dengan penindasan. Dia akan memerintah selama tujuh tahun."
J. Ummu Salamah RA menceritakan bahawa Rasulullah SAW bersabda:
"Selepas kemangkatan seorang amir, akan berlaku pertelingkahan di kalangan penduduk. Ketika itu seorang penduduk Madinah akan melarikan diri dan pergi ke Makkah. Ketika di Makkah, beberapa orang penduduk akan menghampirinya antara Hajarul Aswad dengan Maqam Ibrahim, dan mendesak menerima baiat mereka kepadanya.
Sejurus selepas itu, satu angkatan yang besar akan datang dari Syam untuk menyerangnya tetapi ketika mereka sampai di al-Baidak, yang di antara  Makkah dan Madinah, mereka akan ditelan ke dalam bumi.
Melihatkan peristiwa ini, puak Abdal dari Syam dan sekumpulan Asoib dari Iraq akan mendatanginya dan berbaiat kepadanya. Kemudian seorang lelaki dari suku Quraisy, yang bapa saudaranya dari Bani Kalb menghantar satu pasukan tentera untuk menyerang al-Mahdi, dan cuba menguasainya, dengan izin Allah. Tentera ini adalah dari Bani Kalb. Malangnya dia tidak menerima apa-apa perkongsian dengan Kalb. Orang ini (Imam Mahdi) akan memulakan peperangan selepas pertempuran itu. Dia akan memimpin orang ramai berdasarkan Sunnah dan semasa pemerintahannya, Islam akan tersebar ke seluruh dunia. Dia memerintah selama tujuh tahun. Al-Mahdi akan meninggal dunia dan jenazahnya akan disembahyangkan oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia."
(Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Hibban & at-Tabrani)
K. Nabi SAW bersabda:
"Sekumpulan orang dari umatku akan berjuang menegakkan kebenaran sehingga hampir tibanya kiamat, apabila Isa anak Mariam AS turun, dan pemimpin mereka memintanya mengimamkan sembahyang, tetapi Isa AS menolaknya sambil berkata,  "Tidak, sesungguhnya di kalangan kamu ada orang yang Allah telah jadikannya pemimpin ke atas yang lain dan Dia telah menzahirkannya untuk mereka." (Sahih Muslim)
L.  Diriwayatkan daripada Abu Hurairah RA bahawa Nabi SAW telah bersabda:
"Apakah reaksi kamu semua apabila Isa anak Mariam turun sedangkan Imam kamu adalah daripada kalangan kamu?" (Sahih Muslim, bab Nuzul Isa, Jilid 2; Sahih al-Bukhari, Kitab Bad' ul-Khalq wa Nuzul Isa, Jilid 4)
M.  Nabi SAW bersabda:
"Apakah keadaan kamu jika anak Mariam turun di kalangan kamu dan Imam kamu adalah dari kalangan kamu?"      (Sahih Al-Bukhari, Kitabul Anbiyak, Bab Nuzul Isa bin Maryam)
N.  Diriwayatkan daripada Jabir bin Samurah RA katanya, Rasulullah SAW bersabda:
“Setelah peninggalanku nanti akan ada dua belas orang Amir (Khalifah).” Jabir berkata, “Kemudian baginda bercakap sesuatu yang tidak kufahami, lalu aku bertanya kepada bapaku, lalu dia berkata, “Mereka semuanya dari golongan Quraisy.”          (Abu Daud)
O.  Dari Mustaurid Al-Qurasyi RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Kiamat akan tiba (setelah) bangsa Rom membentuk sebahagian besar dari umat.” Amru bertanya kepadanya (Mustaurid RA), “Benarkah ucapanmu itu?” Jawabnya, “Aku mengucapkan apa yang aku dengar daripada Nabi SAW,” dan lagi sabdanya, “Kalau kamu menyebutkan demikian, sungguh mereka telah memiliki empat sifat. Pertama, mereka mempunyai kesabaran menempuh cubaan. Kedua, segera membaiki diri untuk pulih selepas kesusahan. Ketiga, menyerang balas selepas peperangan pertama dan keempat, mereka bersikap baik terhadap janda-janda, anak-anak yatim, yang lemah. Dan yang kelimanya ialah mereka bersikap baik dan mendiamkan diri sahaja terhadap penindasan oleh raja-raja.”
P.  Dari Abdullah bin Busri RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“(Jarak masa) antara Malhamatul Uzma (Perang Islam-Eropah) dan penaklukan kota-kotanya adalah enam tahun dan Dajjal akan keluar pada tahun yang ketujuh.”        (Ibnu Majah)
Q.  Kata Abu Nadrah RH, kami bersama-sama dengan Jabir bin Abdullah RA, lalu dia berkata:
Akan terjadi penduduk Iraq tidak menghantar bahan makanan dan dirham mereka.” Kami bertanya, “Dari arah mana?” Jawabnya, “Dari arah bukan Arab, yang menahannya.” Kemudian dia berkata lagi, “Aku syak bahawa penduduk Syam juga tidak menghantar dinar dan mud mereka.” Kami bertanya, “Dari arah mana datangnya?” Jawabnya, “Dari arah Rom.” Kemudian dia diam seketika, kemudian berkata, “Telah bersabda Nabi SAW, “Akan berlaku pada akhir zaman seorang khalifah yang menyebarkan harta sebanyak-banyaknya tanpa mengira-ngiranya.” Aku bertanya kepada Abu Nadrah dan Abu al-A’ala, “Kami menyangka dia itu adalah Umar bin Abdul Aziz.” Jawabnya, “Bukan.”         (Muslim)
R.  Daripada Sauban RA katanya, Rasulullah SAW bersabda:
“Akan berbunuh-bunuhan dekat tempat simpanan Kaabah kamu tiga beradik, semuanya putera kepada seorang (bekas) khalifah. Kemudian tidak seorang pun antara mereka yang dapat (harta itu atau menjadi khalifah). Kemudian muncul Panji-panji Hitam dari sebelah Timur, lalu mereka membunuh kamu dengan satu pembunuhan (yang paling dahsyat) yang belum pernah dilakukan oleh mana-mana kaum pun. Apabila kamu semua melihatnya, hendaklah bersegera membaiatnya walaupun terpaksa merangkak di atas salji, kerana padanya ada Khalifah Allah, Al-Mahdi.”      (Ibnu Majah)
Ada banyak lagi hadis yang sanadnya sahih-sahih belaka tetapi penulis tidak merasakan perlu dimasukkan semua sekali. Cukuplah sekadar yang ada ini untuk perhatian kita bersama. Oleh kerana banyaknya hadis mengenai Imam Mahdi yang dikategorikan sebagai sahih, seyogialah orang-orang yang menolak mengenai kedatangan Imam Mahdi, sama ada yang menolak dengan alasan bahawa hadis-hadisnya banyak yang dhaif, atau menolak peribadi yang bergelar Imam Mahdi itu akan keluar, eloklah berfikir semula.
Hadis-hadis di atas yang semuanya telah diakui sebagai sahih, menunjukkan dengan jelas bahawa cerita-cerita mengenai Imam Mahdi itu mempunyai asas yang kukuh dalam agama kita, bukan sekadar diada-adakan atau berita yang muncul kemudian, beratus-ratus tahun selepas kewafatan Nabi SAW. Ini kerana, Rasulullah SAW sendiri turut menyebutkan mengenainya, antaranya seperti yang dinyatakan di atas.
0125 Hadis-hadis yang Diakui Sebagai Hasan
Hadis-hadis berikut adalah hadis-hadis yang dikatakan tarafnya hasan iaitu rendah sedikit daripada taraf hadis sahih. Hadis-hadis ini dikatakan hasan kerana para rawinya mempunyai sedikit kecacatan iaitu dari segi kekuatan ingatannya. Namun, hadis-hadisnya tetap boleh diterima kerana peribadi rawi-rawinya adalah baik dan jelas.

A.  Ummu Salamah RA, Ummul Mukminin, meriwayatkan sebuah hadis daripada Nabi SAW:
"Al-Mahdi adalah daripada keturunanku, di antara anak-anak Fatimah."
B.  Rasullullah SAW bersabda:
"Dunia ini tidak akan berakhir sehingga seorang lelaki dari keturunan al-Husain mengambil alih pentadbiran dunia dan memenuhnya dengan keadilan dan kesaksamaan seperti sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan."
C.  Abu Said al-Khudri RA menceritakan sebuah hadis bahawa Nabi SAW mengisytiharkan:
"Dunia ini akan dipenuhi dengan ketidakadilan dan penyelewengan. Ketika itulah, seorang lelaki dari kaum keluargaku akan naik dan memerintah selama tujuh atau sembilan tahun dan akan memenuhkan dunia ini dengan keadilan dan kesaksamaan."        (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3)
D.  Abu Said al-Khudri RA menceritakan bahawa Nabi SAW bersabda:
"Banyak cubaan dan bala bencana akan menimpa umatku daripada pemerintah mereka sebelum dunia ini kiamat. Akan berlaku satu bencana yang sememangnya tidak dapat dielakkan lagi. Terdapat banyak kezaliman iaitu dunia ini dipenuhi ketidakadilan dan penyelewengan yang akan memusnahkan kebaikan. Orang-orang yang beriman tidak mendapat pembelaan daripada penindasan yang berlaku itu. Pada ketika itulah Allah akan menghantar seorang lelaki daripada keturunanku untuk memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kesaksamaan seperti sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan. Seluruh penduduk langit dan bumi akan meredhai pemerintahannya. Bumi akan mengeluarkan segala isinya, dan langit pula akan menurunkan hujan selebat-lebatnya. Dia akan tinggal bersama-sama mereka selama tujuh atau sembilan tahun. Segala keberkatan dan kemakmuran akan Allah turunkan kepada bumi, sehingga mereka yang masih hidup amat mengharapkan agar orang yang telah mati dapat hidup semula."        (Ibnu Hajar, as-Sawa’iqul Muharriqah, ms 161)
E.  Abu Hurairah RA berkata, dari Rasulullah SAW:
"Orang ramai akan berbaiat kepada al-Mahdi antara Rukun dengan Maqam (di Makkah)." ( Ibnu Tawus, Kitabul Malahim wal Fitan, ms 64)
F.  Daripada Abdullah RA daripada Nabi SAW sabdanya:
“Kalaulah tidak tinggal bagi dunia ini melainkan sehari sahaja lagi, nescaya akan dipanjangkan oleh Allah hari itu sehingga dibangkitkan padanya seorang lelaki dari umatku atau dari ahli keluargaku yang sama namanya seperti namaku dan nama ayahnya seperti nama ayahku.”                 (At- Tarmizi)
G.  Dari Huzaifah RA katanya, Nabi SAW bersabda:
“Kalaulah tidak tinggal daripada umur dunia melainkan sehari sahaja lagi, akan dipanjangkan oleh Allah hari itu sehingga didatangkannya seorang lelaki dari ahli keluargaku, yang berdiri malaikat di antara dua tangannya dan dia akan mengembangkan agama Islam.”
Sebenarnya, hadis yang telah disahkan tarafnya sebagai hasan juga sangat banyak, tetapi oleh kerana dirasakan tidak perlu mengulang-ulang tulis hadis berkenaan untuk bahagian seterusnya, tidaklah dimasukkan lebih banyak lagi untuk mengelakkan rasa jemu membacanya.

Oleh kerana banyak pula hadis yang sampai tarafnya kepada hasan, maka tidak syak lagilah bahawa memang kisah Imam Mahdi itu tidaklah diada-adakan. Banyaknya hadis yang bertaraf hasan amat jelas membantu menguatkan lagi hadis yang dikatakan dhaif, juga menguatkan dakwaan bahawa kisah mengenai kedatangan Imam Mahdi adalah benar lagi sahih.

Adapun hadis-hadis yang dikatakan mutawatir, iaitu taraf hadis yang paling tinggi selepas al-Quran, adalah banyak sekali. Jumlahnya lebih banyak daripada yang diberikan tadi, iaitu lebih banyak daripada hadis yang sampai kepada taraf sahih. Bedanya, kebanyakan hadis itu adalah berbentuk mutawatir maknawi, iaitu sejumlah besar hadis yang sama maksud tetapi berbeza-beza dari segi susunan matannya.

Selepas hadis mutawatir, hadis sahih adalah hadis yang dikategorikan paling tinggi, kerana telah melepasi lima syarat untuk menjadi hadis sahih. Mana-mana hadis yang dapat memenuhi kelima-lima syarat itu sekali gus, barulah diiktiraf sebagai hadis sahih. Seperti yang dimaklumi, hadis sahih terbahagi kepada dua jenis iaitu sahih lizatih (mencapai taraf sahih tanpa bantuan hadis lain) dan sahih lighairih (mencapai taraf sahih dengan bantuan hadis lain yang sama kuat dengannya).

Lazim pula para ulama menyatakan bahawa hadis yang disebut sebagai sahih lighairih adalah juga hadis hasan lizatih. Dan seperti yang dimaklumi, hadis sahih adalah hadis yang mencapai taraf paling tinggi, boleh dijadikan hujah dalam bab akidah dan hukum syarak.
0126 Hadis-hadis yang Dikatakan Sebagai Dhaif
Hadis-hadis berikut telah dikenal pasti dan dikatakan sebagai hadis dhaif oleh sebahagian ulama walaupun diterima pula oleh sebahagian besar ulama hadis yang lain. Walau apa pun, jika dikumpulkan semua sekali hadis berkenaan, dapatlah dikatakan dari segi maksudnya, semua yang dikatakan dhaif ini membawa maksud yang satu.

Marilah pula kita lihat sebahagian daripada hadis berkenaan, untuk pertimbangan atau tasawur awal kita.
A.  Ammar bin Yasir RA menceritakan:
"Apabila Nafsuz Zakiyah telah terbunuh, satu suara dari arah langit akan menyeru: 'Pemimpin kamu semua adalah si anu dan si anu.' (iaitu al-Mahdi dan Pemuda Bani Tamim). Berikutan itu, al-Mahdi akan muncul dan akan memenuhkan bumi ini dengan keadilan dan kesaksamaan."  (Ibnu Tawus, Kitabul Malahim wal Fitan, ms 179)
B.  Abdullah bin Umar RA mendengar ada seorang Arab menyebutkan di hadapannya bahawa al-Mahdi itu adalah Muawiyah bin Abu Sufian. Abdullah RA berkata:
"Itu bukanlah seperti yang kamu kata. Al-Mahdi adalah orang yang Nabi Isa bersembahyang di belakangnya." (Ibnu Tawus, Kitabul Malahim wal Fitan, ms 179)
C.  Mujahid RA menyatakan mengenai Mahdi:
"Seorang sahabat Nabi SAW memberitahuku bahawa al-Mahdi tidak akan muncul sehinggalah Nafsuz Zakiyah mati dibunuh. Pada ketika itulah dia akan mengambil alih pemerintahan dan akan memenuhkan bumi ini dengan keadilan dan kesaksamaan."  (Ibnu Tawus, Kitab al-Malahim wal Fitan, ms 171)
D.  Seorang tabiin bernama Salmah bin Zafar RH meriwayatkan bahawa pada suatu hari orang ramai sedang berbincang mengenai kemunculan al-Mahdi di hadapan Huzaifah RA. Huzaifah berkata:
"Kalaulah al-Mahdi itu zahir ketika kamu masih dekat dengan zaman kenabian, dan ketika sahabat-sahabat baginda masih hidup di kalangan kamu, maka kamu benar-benar beruntung. Tetapi tidaklah demikian halnya.  Al-Mahdi tidak akan zahir sehinggalah manusia dikelilingi oleh penindasan dan kekejaman, dan tidak seorang pun yang lebih dikasihi dan diharapkan (oleh mereka) melebihi daripadanya."        ( Kitab Al-Hawi Lil Fatawa, Jilid 2, ms 159)
.  Abu Ishak memberitahu bahawa Sayidina Ali KMW ketika memandang anaknya al-Hasan RA, berkata:
“Anakku ini adalah seorang Sayid, seperti yang Nabi SAW menamakan dia. Daripada keturunannyalah akan muncul seorang lelaki yang namanya seperti nama Nabi kamu. Dia akan menyerupai Nabi kamu dari segi akhlak tetapi tidak dari segi rupa.” Kemudian dia menyebutkan riwayat bahawa bumi ini akan dipenuhi dengan keadilan (semasa pemerintahannya).                 (Abu Daud)
Jika kita perhatikan baik-baik kandungan hadis-hadis yang dikatakan sebagai dhaif ini, kita akan dapati bahawa yang sebenarnya dhaif itu adalah rawinya dan juga sanad yang kurang memuaskan. Maksudnya, hadis-hadis itu dikatakan dhaif kerana rawi yang tidak memenuhi salah satu dari lima syarat untuk menjadi sahih, bukan kandungan hadis berkenaan. Kalaulah isi kandungan hadis berkenaan yang dijadikan ukuran sahih atau tidak, ternyata bahawa hadis-hadis berkenaan sebenarnya adalah sahih kerana apa yang diperkatakan oleh hadis tersebut memang telah benar-benar berlaku.
Hanya kerana para ulama mengikut dengan ketat disiplin ilmu Jarah wat Ta’dil yang telah ditetapkan, maka hadis-hadis berkenaan terpaksa dimasukkan ke dalam golongan hadis dhaif, iaitu dhaif dari segi rawi dan sanad sahaja, bukan kandungan hadis berkenaan.
Memang diakui bahawa hadis-hadis yang dikategorikan sebagai dhaif sangatlah banyak, jauh lebih banyak daripada jumlah hadis yang disahkan sebagai sahih dan hasan. Yang disertakan di sini hanyalah sekadar contoh daripada beberapa buah yang memang telah sedia masyhur di kalangan orang ramai sejak dahulu lagi
0127 Syiah dan Persoalan Imam Mahdi yang Bernama Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari
Setelah itu, terkenal pulalah Imam Mahdi dalam mazhab Syiah. Jika kita rajin meneliti kitab-kitab Syiah, akan kita temui pula seorang lagi individu yang begitu legenda, yang menurut ajaran Syiah, peribadi itu diyakini sepenuhnya oleh mereka sebagai Imamul Mahdi al-Muntazar. Disertakan pula beberapa banyak hadis yang menurut dakwaan mereka adalah hadis-hadis sahih, yang menceritakan mengenai Imam Mahdi tadi.
Asal-usul bermulanya konsep Imam Mahdi Syiah ini adalah daripada perjuangan kaum Syiah (Syiatu Ali) yang sedang hebat ditekan oleh pemerintah Bani Umaiyah dan Bani Abbasiyah, berusaha memulihkan kuasa khalifah yang didakwa menjadi hak mutlak Ahlulbait, iaitu (menurut Syiah) keluarga Ali bin Abi Talib KMW dengan isterinya Siti Fatimah RA, sesudah wafatnya Rasulullah SAW. Maknanya, munculnya konsep Imam Mahdi bagi Syiah adalah kesan langsung daripada sengketa politik mengenai jawatan khalifah antara dua orang sahabat besar RA.
Menurut Syiah, terdapat lebih seribu buah hadis sahih yang menceritakan tentang Imam Mahdi, sedangkan menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, jumlahnya yang sahih tidak sampai pun seratus buah. Itupun setelah dicampur sekali dengan asar para sahabat RA dan ucapan para tabiin. Begitulah jauhnya beza antara Ahlus Sunnah dengan Syiah.
Bagi kita penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah, hadis-hadis yang dikemukakan oleh orang-orang Syiah itu bolehlah dipertikaikan, malah kebanyakan kita akan menganggapnya sebagai palsu semata-mata. Namun, atas dasar ilmu, kita patut juga melihat dan mengetahui dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh penganut mazhab Syiah itu.
Setiap orang yang diberikan hidayah oleh Allah mengetahui bahawa Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu oleh Syiah, sebenarnya tiada dan tidak pernah wujud. Watak Mahdi Syiah itu dongeng semata-mata. Umat Islam di seluruh dunia telah menderita pelbagai kesusahan, tipuan dan halangan serta bala akibat kepercayaan mistik Syiah ini, yang amat hebat mempropagandakan Imam Mahdi mereka.
Seorang ulama terkenal Syiah di Iran, Lutfullah as-Safi Golpaygani, telah mengumpulkan semua hadis yang menceritakan mengenai Imam Mahdi di dalam kitabnya yang bersifat ensiklopedia, Muntakhabul Asar Fil Imamus Sani ‘Asyar, yang menurutnya, beliau telah menggabungkan sumber Ahlus Sunnah dan Syiah. Di dalam kitab besarnya itu, beliau menyalin sebanyak 60 buah hadis daripada Ahlus Sunnah wal Jamaah berserta sanad-sanadnya sekali dan 90 buah hadis daripada mazhab Syiah berserta sanad-sanadnya, yang tujuannya untuk menunjukkan bahawa perkhabaran mengenai Imam Mahdi bukanlah direka-reka atau tidak mempunyai asas. Berikut adalah senarai penuh yang beliau berjaya kumpulkan:
  1. 91 buah hadis mengenai: “Imam-imam berjumlah dua belas orang, yang pertama adalah Ali bin Abi Talib dan yang terakhir adalah al-Mahdi.”
  2. 94 buah hadis mengenai: “Imam-imam adalah dua belas orang dan yang terakhir adalah al-Mahdi.”
  3. 107 buah hadis mengenai: “Imam-imam adalah dua belas orang, sembilan darinya adalah keturunan Husain, dan yang kesembilan adalah al-Qaim.”
  4. 389 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku.”
  5. 214 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Ali.”
  6. 192 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Fatimah.”
  7. 185 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Husain.”
  8. 148 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah keturunan kesembilan dari Husain.”
  9. 185 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Ali bin al-Husain.”
  10. 103 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Imam Muhammad al-Baqir.”
  11. 103 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Imam Jaafar Sadiq.”
  12. 99 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah keturunan keenam dari Imam Jaafar Sadiq.”
  13. 101 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Imam Musa al-Kazim.”
  14. 98 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah keturunan kelima dari Imam Musa al-Kazim.”
  15. 95 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah keturunan keempat dari Imam Ali Ridha.”
  16. 90 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi keturunan ketiga dari Imam Muhammad Taqi.”
  17. 90 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah dari keturunan Imam Ali al-Hadi.”
  18. 145 buah hadis mengenai: “Al-Mahdi adalah putera Imam al-Hasan al-Askari.”
  19. 148 buah hadis mengenai: “Nama bapa Al-Mahdi adalah al-Hasan.”
  20. 47 buah hadis mengenai: “Nama dan nama bapa Al-Mahdi adalah seperti nama dan nama bapa Nabi SAW.”
Bagi kita kalangan Ahlus Sunnah, sebahagian besar hadis Syiah yang dikemukakannya itu tidak dapat diterima, kerana tidak menepati kehendak ilmu hadis dalam ajaran kita, tetapi satu perkara adalah pasti iaitu kedua-duanya sama-sama meyakini dan mempercayai kehadiran Imam Mahdi ke dunia ini sebelum dunia ini kiamat.
Menurut ajaran tauhid Syiah, kepercayaan kepada Imam, terutamanya Imam Mahdi, adalah salah satu rukun iman mereka. Malangnya, menurut pandangan dan kajian para sarjana hari ini, kepercayaan mereka ini dikatakan datang daripada sumber Majusi (Zoroaster) dan Yunani, serta sebahagian daripada sisa-sisa kepercayaan masyarakat zaman jahiliyah. Benar atau tidak dakwaan tersebut, tidaklah dapat dipastikan dan tidak pula menjadi masalah bagi kita yang Ahlus Sunnah ini.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahawa Imam Mahdi itu adalah orang biasa, dilahirkan oleh seorang wanita biasa, dibesarkan sebagai orang biasa dan menjalani kehidupan sebagai mana orang biasa pada zamannya. Beliau tidak dikandung, dilahir dan besarkan secara rahsia, oleh seorang perempuan yang rahsia, dan tinggal di tempat yang rahsia, serta kehilangannya juga rahsia, seperti yang diyakini dan dipercayai oleh puak Syiah itu.
Maka, pada hari ini, rata-rata puak Syiah mempercayai bahawa Imam Mahdi al-Muntazar itu sebenarnya telahpun lahir, tetapi telah ghaib pula, masih belum mati, kini sedang berada di dalam alam ghaibnya sendiri di atas muka bumi ini dan akan muncul kembali pada akhir zaman kelak, iaitu apabila masanya telah sampai. Yang berbeza pada pandangan mereka, yakni antara firkah dalam mazhab Syiah itu sendiri adalah, siapakah dia individu Imam Mahdi yang bakal muncul itu sebenarnya.
Selain itu, adalah diperingatkan agar berhati-hati dengan kitab-kitab yang menceritakan mengenai Imam Mahdi ini kerana sebahagian kitab yang berada di pasaran adalah kitab-kitab panduan dan rujukan bagi orang-orang Syiah, bukan untuk kita, golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Bilangan kitab-kitab mereka mengenai Imam Mahdi jauh lebih banyak berbanding kitab-kitab terkenal ulama kita mengenainya. Eloklah berhati-hati sebelum membaca apa-apa kitab mengenai Imam Mahdi ini.
Bagi orang ramai yang ingin mengkaji lebih lanjut tentang Imam Mahdi orang-orang Syiah, bolehlah meneliti kitab-kitab masyhur mereka tentangnya seperti yang disenaraikan ini, yang kebanyakannya berbahasa Arab atau Parsi.
  1. Muhammad bin Yaakub Al-Kulaini, Usulul Kafi, Jilid 1.
  2. Muhammad Baqir Al-Majlisi, Biharul Anwar, Jilid 46, Jilid 51 dan Jilid 52.
  3. Muhammad Baqir Al-Majlisi, Hayatul Qulub.
  4. Isbatul Hudat, Jilid 2, Jilid 6 dan Jilid 7.
  5. Saad Muhammad Hasan, Al-Mahdiyah Fil Islam.
  6. Imamul Faqih Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Al-Bahili Doonavari, Al-Imamah was Siyasah, Jilid 2.
  7. Syeikh Sulaiman Balkhi, Yanabi’ul Mawaddah, Jilid 1 dan Jilid 2.
  8. Naubakhti, Firaqusy Syiah
  9. Muhammad Karim Khurasani, Tanbihatul Jaliyyah Fi Kasyful Asrar al-Batiniyah.
  10. Mir Khwand, Tarikh-I Raudhatus Shafa, Jilid 4.
  11. Zaka’irul ‘Uqbah.
  12. Lutfullah as-Safi al-Golpaygani, Muntakhabul Asar Fil Imamus Sani ‘Asyar.
  13. Taha Husain, Ali wa Farzandanasy.
  14. Subhi Saleh, Nahjul Balaghah.
  15. Muhammad Karim Khan, Irsyadul Ulum, Jilid 3.
  16. Ibnu Babuyah, Kitab Kamaluddin wan Nikmah, Jilid 2.
  17. Sheikh at-Tusi, Kitabul Ghaibah.
  18. Sheikh At-Tusi, Al-Istibsar Fiddin.
  19. Sheikh At-Tusi, Tahzibul Ahkam.
  20. Muhammad bin Saad Katib, At-Tabaqat, Jilid 2.
  21. Jami’ Ahadis as-Syiah, Jilid 1 (Pengenalan).
  22. Isbatul Wasiyah.
  23. Sayid Hashim Bahrani, Tabsiratul Wali Fi Ma Ra’al Qaimul Mahdi.
  24. Matolibus Su’al.
  25. Kifayatut Tolib.
  26. Al-Yawaqit Wal Jawahir, Jilid 2.
  27. Sadaratuz Zahab (edisi Beirut), Jilid 2.
  28. Al-‘Ibar Fi Khabar Min Ghabar (edisi Kuwait), Jilid 2.
  29. Husain bin Muhammad Taqi Nuri, Kasyful Asrar.
  30. At-Tabarsi, Kifayatul Muwahhidin, Jilid 2.
  31. At-Tabarsi, Al-Ihtijaj.
  32. Ibnu Syahr Asub, Manaqib, Jilid 4.
  33. Ilzamun Nasab.
  34. I’lamul Wara’ (edisi Tehran).
  35. Rijal Najasyi, Jilid 2.
  36. Fihris Tusi, Al-Istibsar.
  37. Al-Jazairi, Anwarun Nukmaniyah (edisi Tibriz), Jilid 2.
  38. Rijal Bu Ali.
  39. Rijal Mamqani, Jilid 1, Jilid 2 dan Jilid 3.
  40. Ayatullah Sadr, Kitabul Mahdiy.
  41. Tehrani, Ad-Dhari’ah Ila Tasanifus Syiah, Jilid 5.
  42. Al-Hurrul ‘Amili, Wasailus Syiah, Jilid 11.
  43. Al-Hurrul ‘Amili, Fusulul Muhimmah.
  44. Mustadrak al-Wasa’il, Jilid 2.
  45. Al-Arbili, Kasyful Ghummah, Jilid 3.
  46. Al-Mufid, Al-Irsyad.
  47. Nabil Zarandi, Talkhisi Tarikh.
  48. Ali Muttaqi, Kanzul Ummal.
  49. Ayatollah Ruhollah Khomeini Mosavi, Al-Hukumatul Islamiyah.
  50. Ibnu Abil Hadid Al-Muktazili, Syarah Nahjul Balaghah.
  51. Husain Tabatabai, As-Syiah.
  52. Ali bin Husain Al-Masudi, Murujuz Zahab.
Selain senarai kitab yang diberikan di atas, masih ada banyak lagi buku tentang Imam Mahdi yang telah ditulis oleh ulama-ulama Syiah, terutama di Iran, sejak dari dahulu lagi hinggalah ke hari ini. Oleh itu, sekiranya didapati ada tajuk-tajuk buku, sama ada yang berbahasa Arab, Inggeris atau Melayu mengenai Imam Mahdi, pastikan terlebih dahulu bahawa buku itu bukan buku puak Syiah, dan bukan pula buku-buku karangan pendokong mazhab Wahabi atau Ibnu Khaldun.
Namun, untuk dijadikan sebagai bahan penambah ilmu dan renungan semata-mata, penulis sertakan juga dalam buku ini beberapa perkara yang ada berkenaan Imam Mahdi puak Syiah seperti yang terdapat dalam kitab-kitab dan buku-buku karangan para ulama dan sarjana mereka sendiri.
Perhatikan baik-baik berapa besarnya perbezaan antara Imam Mahdi Ahlus Sunnah dengan Imam Mahdi Syiah ini. Selepas itu, nilailah sendiri sejauh mana kebenarannya berbanding dengan Imam Mahdi kita yang Ahlus Sunnah ini.
  • Jawatan:Imam Maksum yang Ke-12 dan terakhir.
  • Nama:Imam Muhammad bin Imam Al-Hasan Al-Askari.
  • Bonda:Narjis Khatun, bekas abdi berbangsa Rom.
  • Tarikh lahir:Jumaat, 15 Syaaban 255 Hijrah (kata satu riwayat).
  • Tahun 256 Hijrah (kata riwayat lain).
  • Tempat lahir:Kota Samarra, di utara Iraq (hari ini).
  • Gelaran:1)  Al-Mahdi,2)  Sahibul Zaman,3)  Al-Hujjah, 4)  Al-Muntazar,5)  Al-Imamul ‘Asr,6)  Al-Qaim, 7)  Sohibul Amar,8)  Baqiyatullah.9)  Imamul Khafi 10) Imamul Ghaib
  • Kuniyat:Abu Kasim.
  • Salasilahnya:Muhammad Al-Mahdi bin Al-Hasan Al-Askari bin Ali Al-Hadi bin Muhammad Taqi bin Ali Ar-Ridha bin Musa al-Kazim bin Jaafar As-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Sayidina Al-Husain bin Sayidina Ali bin Abi Talib.
  • Tarikh ghaib:Sekitar tahun 260 Hijrah. 264 Hijrah (menurut riwayat lain).
  • Sebab ghaib:
    • 1. Dibunuh menggunakan penyodok yang dihayun pada dahinya oleh seorang wanita tua Yahudi.
    • 2. Ghaib selepas diisytiharkan sebagai Imam Kedua Belas.
    • 3. Ghaib sejurus sebelum diisytiharkan sebagai Imam Kedua Belas dan terakhir.
  • Makamnya:Akan dimakamkan di Karbala, Iraq (Karbala adalah tanah suci ketiga bagi puak Syiah, selain dari Makkah dan Madinah).
Menurut Syiah lagi, Imam Mahdi itu kini sedang ghaib. Ghaibnya itu menurut mereka bukanlah bererti dia berada di dalam gua di Samarra, tetapi berada di alam ghaib di atas muka bumi ini juga. Imam Syiah ini dikatakan bebas berada di mana-mana jua. Yang berada di gua itu hanyalah ‘makamnya’ sahaja. Ada dua jenis ghaib yang dimaksudkan untuk Imam Mahdi mereka ini iaitu:
  1. Ghaib as-Sughra (Ghaib Kecil), yang bermula pada tahun 260 Hijrah (872M) dan berakhir pada tahun 329 Hijrah (939M), berlangsung selama kira-kira tujuh puluh tahun.
  2. Ghaib al-Kubra (Ghaib Agung), yang bermula dari tahun 329 Hijrah (939M) dan akan berlanjutan sehingga ke suatu masa yang dikehendaki oleh Allah untuknya menzahirkan diri.
Sepanjang tempoh Ghaib as-Sughra itu, Imam Mahdi telah melantik para wasitah untuknya berhubung dengan dunia luar, yang lazim disebut sebagai Bab atau Naib. Melalui mereka inilah Imam Ghaib akan menjawab semua persoalan dan memenuhi keperluan para pengikut Syiah kepadanya. Imam Ghaib ini hanya datang melalui para Naib atau Bab, atas sebab-sebab yang benar-benar mustahak sahaja.
Sepanjang sejarah puak Syiah, terdapat beberapa orang yang dikatakan telah dilantik sendiri oleh Imam Mahdi itu sebagai Naib atau Bab, iaitu sepanjang berlangsungnya proses Ghaibat as-Sughra (Ghaib Kecil) ini. Terdapat perbezaan jumlah dan nama Bab atau Naib mereka itu. Namun yang paling terkenal di antara mereka dan paling dipersetujui adalah empat orang sahaja. Mereka berempat yang dimaksudkan itu ialah:
  1. Osman bin Said al-Umri, iaitu salah seorang sahabat bapa dan datuk Imam Mahdi yang sangat dipercayai. Beliau adalah Bab atau Naib yang pertama bagi Imam Mahdi.
  2. Muhammad bin Osman bin Said al-Umri, iaitu anak kepada Osman bin Said, yang dilantik sebagai Bab kedua, menggantikan bapanya.
  3. Abul Qasim Husain bin Roh Nawbakhti, menjadi Bab ketiga dan paling istimewa di antara empat Bab yang ada.
  4. Ali bin Muhammad Simmarri, dilantik menjadi Bab keempat dan terakhir, menggantikan Bab ketiga. Selepas kematiannya, tidak ada Bab yang dilantik lagi hingga ke hari ini.
Selepas kematian Bab keempat dan terakhir itu, tiadalah lagi Naib Imam, pelantikan Naib Imam pun berakhir dan yang terpenting sekali, tahap kedua yang disebut Ghaibat al-Kubra pun bermula, dan akan berterusan hingga ke hari ini dan seterusnya ke hari kiamat, kerana yang sebenarnya, Imam Ghaib mereka ini memang tidak ada, tidak wujud dan tidak akan bangun-bangun ke dunia ini. Peribadinya tidak dapat dibuktikan telah benar-benar wujud. Hanya kata-kata dari Imam Kesebelas mereka sahaja yang dipegang cakapnya, dijadikan sandaran. Tapi tidak boleh benar-benar dapat dijadikan hujah sungguhpun beliau itu adalah ayah kepada Imam Kedua Belas mereka. Selain cakap Imam al-Hasan al-Askari sendiri, sumber lain adalah daripada mak cik kepada Muhammad bin Hasan sendiri (adik kepada ibu Muhammad bin Hasan), yang dikatakan paling banyak menceritakan mengenai anak saudaranya itu.
Kita pun yakin dan tahu bahawa Bab atau Naib itu sendiri sebenarnya adalah jawatan auta sahaja, bukan benar-benar dilantik oleh Imam Mahdi mereka. Dalam Islam, tidak ada suatu jawatan yang dinamakan Bab atau Naib seperti yang difahami dan diamalkan oleh puak Syiah itu. Kita yakin bahawa merekalah yang sebenarnya melantik diri mereka sendiri sebagai Naib atau Bab, dan cakap Imam Mahdi yang dikatakan itu sebenarnya adalah cakap mereka sendiri, cuma disandarkan kepada Imam Mahdi, supaya orang ramai dengar dan taat. Sebabnya Imam Mahdi mereka itu sudah benar-benar mati, tidak lagi berada di alam ghaib, sudah benar-benar di alam barzakh, dan sepastinyalah tidak akan kembali ke dunia ini menjadi Imam Mahdi lagi. Mana mungkin orang yang berada di alam barzakh boleh mengutus surat kepada yang masih hidup, siap dengan cap-capnya sekali.
Imam Syiah yang kedua belas ini kononnya hanya ditonjolkan kepada pengikut Syiah oleh ayahnya semasa umurnya lima tahun, enam tahun, tujuh tahun atau sembilan tahun, iaitu pada tahun dia dighaibkan. Riwayat-riwayat yang banyak bertentangan ini menyebabkan kita lebih keliru. Yang ditonjolkan itu sepatutnya bukanlah budak yang berbadan kecil yang berumur enam tahun, tetapi seseorang yang sudah pun besar panjang. Menurut beberapa buah riwayat yang mutawatir dalam mazhab Syiah, yang pernah dilihat oleh mereka itu adalah seorang budak yang comel. Ini menimbulkan pertentangan yang amat nyata antara dua cerita atau dua riwayat.
Ini berdasarkan riwayat kekeramatan Imam Syiah itu yang antara lain disebutkan, boleh bercakap kepada orang ketika masih di dalam rahim ibunya, membesar dengan pantas, sehingga ketika umurnya baru enam tahun sudah pun macam orang dewasa, dibesarkan oleh burung-burung, boleh memahami bahasa sekalian binatang, boleh mendengar doa orang yang jauh daripadanya, boleh muncul dan hilang pada bila-bila masa dan sebagainya. Sayang, semua cerita ini tidak dapat dipertahankan kebenarannya kerana tiada saksi yang benar-benar diyakini, melainkan cerita daripada pihak kedua atau ketiga ataupun keempat sahaja, bukan sumber aslinya. Demikianlah cerita puak Syiah dengan Imam Mahdi yang mereka percayai dan yakini itu.
Berdasarkan riwayat-riwayat yang amat jauh bertentangan itulah dibuat andaian bahawa, sama ada salah satunya betul atau kedua-duanya tidak betul. Adalah mustahil sama sekali dapat dikatakan bahawa kedua-dua cerita itu betul. Dan pada pendapat kita yang Ahlus Sunnah ini, kedua-dua riwayat itu adalah tidak betul atau diada-adakan. Kedua-duanya tidak dapat dipercayai dan dipegangi sebagai hujah yang kukuh. Kedua-dua cerita mereka tadi hanyalah cerita berdasarkan penglihatan kali pertama, bukan orang yang mereka betul-betul kenali batang tubuhnya. Periwayat-periwayatnya sendiri mengaku bahawa mereka tidak pernah melihat budak kecil itu sebelum ini dan tidak pula pernah melihatnya lagi selepas itu.
Pada hari ini, di pinggir kota Samarra itu, para pengikut Syiah Imamiah setiap hari memanggil-manggil Imam Mahdi mereka supaya segera bangun. Setiap hari, selepas sembahyang maghrib, mereka akan duduk di pintu gua berkenaan beramai-ramai lalu memanggil-manggil nama Imam Mahdi mereka itu supaya lekas bangun. Ini dilakukan berterusan sehinggalah ke pagi hari. Selepas itu mereka akan pulang semula ke rumah masing-masing. Maghrib besoknya, mereka datang lagi dan memanggil-manggil nama Imam mereka itu. Begitulah setiap hari mereka lakukan, dan begitulah dari semasa ke semasa amalan yang mereka lakukan. Sudah beratus-ratus tahun mereka amalkan perbuatan ini, turun-temurun dari satu generasi ke generasi seterusnya
0128 Percaya Kepada Raj'ah
Raj’ah adalah kepercayaan paling mengarut dalam ajaran Syiah. Nampaknya puak Syiah pada hari ini cuba menutup soal ini serapat-rapatnya, sehingga ramai orang bukan Syiah pada hari ini sudah tidak berapa perasan lagi mengenainya. Di dalam buku-buku baru yang dikarang oleh ulama Syiah moden, masalah ini nampaknya tidak disentuh lagi, atau cuba ditutup. Mungkin kerana mahu meraih simpati dan sokongan daripada pengikut Ahlus Sunnah kepada mereka. Para simpati Syiah hari ini yang semakin ramai di Malaysia juga tidak berapa perasan akan hal ini, atau sengaja buat-buat tidak perasan.

Seorang ulama Syiah yang terkenal, Al-Mufid, telah menulis di dalam kitabnya, Al-Irsyad, yang katanya, berikut ini adalah merupakan sebuah hadis atau ucapan Imam mereka, yang terjemahannya kira-kira begini:

Apabila bangkit Al-Qaim, akan dibangkitkan sama pembunuh Sayidina Al-Husain. Mereka akan dihidupkan semula lalu dibunuh dengan dihukum pancung di khalayak ramai, malah bapa-bapa pembunuh itu pun akan turut dibangkitkan dan dihukum.

Berdasarkan riwayat itu, kita mengetahui bahawa mempercayai Raj’ah adalah cabang besar daripada kepercayaan terhadap Imam Mahdi mereka. Maknanya, Imam Mahdi mampu menghidupkan semula (atau Allah berikan kepadanya keistimewaan untuk menghidupkan) orang yang telah mati untuk diberi pembalasan di atas dunia ini, lalu dimatikan lagi untuk menerima pembalasan di akhirat kelak. Hanya di hadapan penyokong Ahlus Sunnah perkara ini seakan-akan cuba ditenggelamkan atau dikecilkan. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mendapatkan sokongan dan simpati daripada mereka. Selanjutnya, menurut al-Irsyad lagi, Imam Jaafar Al-Baqir pernah berkata mengenai hal raj’ah ini, yang dalam bahasa Melayunya kira-kira begini:
“Apabila bangun Al-Qaim yang dari ahli keluarga Nabi Muhammad SAW, maka akan dibangkitkan semula 500 orang (pemimpin) dari kaum Quraisy lalu dipancung leher mereka. Kemudian dihidupkan semula 500 orang (pemimpin) lagi lalu dipancung leher mereka, kemudian 500 lagi hinggalah dibuat seperti itu sebanyak enam kali.” (Al-Mufid, al-Irsyad, hal. 364)
Kita yang Ahlus Sunnah yakin bahawa Imam Jaafar al-Baqir tidak pernah berkata demikian, kerana beliau bukanlah seorang yang pendendam seperti yang diceritakan oleh penganut Syiah yang amat fanatik ini. Para Imam Syiah itu juga tidaklah pernah membuat apa-apa kenyataan yang bersifat balas dendam seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang sangat mulia pada pandangan seluruh umat Islam, amat bertakwa kepada Allah SWT dalam segala perbuatan mereka, akhlak mereka amat terpuji dan tinggi, iman mereka amat tebal dan mereka amat terpilih di antara sekalian umat ini. Keturunan mereka juga amatlah mulia di kalangan sekalian manusia ini.

Mustahillah orang-orang yang seperti itu sifat dan keadaannya, masih lagi mempunyai sifat pendendam yang amat tebal terhadap umat Islam yang lain, terutama yang Ahlus Sunnah. Juga mereka tidak mendendami keturunan Sayidina Muawiyah atas segala kelakuan mereka itu kepada para Ahlulbait. Dan kita juga yakin, Imam mereka itu sebenarnya adalah para pengikut Ahlus Sunnah yang sangat taat dan amat saleh, bukannya berfaham Syiah. Taraf mereka adalah para wali yang istimewa, bukannya orang biasa seperti kita ini, atau seperti pengikut Syiah sendiri.

Lebih mengarut lagi ialah para Imam mereka yang sebelas orang itu akan turut dibangkitkan untuk diberi kesempatan memerintah pada akhir zaman, bergilir-gilir seorang lepas seorang mengikut urutan sehingga sampai kepada Imam Mahdi mereka. Ini berlaku kerana kononnya semasa hayat mereka dahulu, mereka tidak diberikan kesempatan untuk memerintah dunia ini dalam erti kata yang sebenarnya. Begitu jauh mengarutnya kepercayaan Syiah terhadap raj’ahnya para Imam mereka
0129 Imam-imam Syiah Ditunjuk Secara Batang tubuh
Sebuah kitab hadis yang paling sahih bagi orang-orang Syiah, yang setaraf dengan Kitab Sahih Al-Bukhari bagi Ahlus Sunnah, yang namanya Yanabi’ul Mawaddah, susunan Syeikh Sulaiman al-Balkhi, ada meriwayatkan sebuah hadis sahih mengenai Imam Maksum mereka yang dua belas orang itu, yang kononnya nama kesemuanya telah ditunjukkan secara batang tubuh oleh Rasulullah SAW. Hadis itu yang diterjemahkan berbunyi kira-kira begini:
Abu Sulaiman yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW dan Ahlulbaitnya berkata, “Pada malam aku Mikraj, Allah berfirman kepadaku: “Lihatlah di sebelah kanan Arasy.” Lalu aku berpaling ke arahnya, maka aku dapati Ali, Fatimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Jaafar bin Muhammad, Musa bin Jaafar, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan, seperti cakerawala yang berpusing-pusing di kalangan mereka. Dan Dia berfirman: “Wahai Muhammad, mereka itulah hujah-hujah-Ku ke atas hamba-hamba-Ku, merekalah Wasi-wasi-Ku.” (Yanabi’ul Mawaddah, hal. 487)
Hadis seperti ini tidak pernah ditemui di dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah, walaupun hadis yang tarafnya amat dhaif sekalipun. Hadis ini sebenarnya bernafaskan ayat al-Quran dan hadis-hadis mengenai peristiwa Mikraj Rasulullah SAW ke langit. Ketika sampai ke sebelah kanan Arasy, Rasulullah SAW telah diperintahkan oleh Allah untuk melihat ke sebelahnya, iaitu kepada malaikat Jibril AS. Pada masa inilah Rasulullah SAW melihat rupa bentuk sebenar malaikat Jibril, dengan rupanya yang asal dan saiz yang asal juga, maka mereka semakin rapat dan rapat hingga jarak antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu hanyalah lebih kurang sedepa sahaja, atau di dalam hadisnya disebutkan sejauh busur panah sahaja.

Itu riwayat di dalam hadis yang terdapat di kalangan Ahlus Sunnah. Tetapi orang-orang Syiah telah menukar makna ayat al-Quran dan matan hadis tersebut dengan lafaz yang amat jauh daripada Ahlus Sunnah. Hasilnya lahirlah beberapa buah hadis yang mengambil sempena daripada peristiwa Mikraj Rasulullah SAW itu. Antara hadis itu adalah seperti yang diberikan di atas. Di dalam hadis di atas, tempat malaikat Jibril AS telah ditukar kepada Imam-imam mereka, kerana mereka berkeyakinan bahawa Imam-imam mereka adalah lebih sempurna dan afdhal daripada malaikat Jibril. Kerana itu, tidaklah mengapa jika tempat malaikat Jibril digantikan dengan para Imam mereka yang maksum itu.
0130 Imam Mahdi Syiah Adalah Imam Ghaib
Kitab Yanabi’ul Mawaddah juga mengakui bahawa Imam Mahdi mereka adalah imam yang ghaib kerana terdapat sebuah hadis yang menyebutkan demikian. Hadis tersebut terjemahannya berbunyi kira-kira begini:
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah Al-Qaim dari anak cucumu akan ghaib?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya.”  Lalu baginda SAW bersabda, “Wahai Jabir, ini adalah salah satu urusan dari urusan Allah, dan salah satu rahsia dari rahsia-rahsia Allah. Engkau jauhilah daripada syak kerana syak pada urusan Allah adalah kufur.” (Yanabi’ul Mawaddah, hal. 489)
Ahlus Sunnah juga mempercayai bahawa Imam Mahdi adalah iman yang ghaib, tetapi tidak semua yang mempercayainya. Konsep imam yang ghaib ini hanya dipercayai oleh kalangan ahli tasawuf dan para pengikut mereka sahaja, tidak dibawa kepada orang awam. Ahli-ahli tasawuf ini mendasarkan kepercayaan mereka itu kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal RH. Hadisnya itu ada penulis sertakan pada bahagian berikut nanti, dan sesiapa yang mahu membandingkan hadis Imam Ahmad bin Hanbal itu dengan hadis puak Syiah di atas, bolehlah dilihat ke bahagian berkenaan.

 Konsep imam ghaib Ahlus Sunnah ini nyata jauh berbeza daripada konsep imam ghaib bagi puak Syiah, yang secara jelas menyatakan bahawa sesiapa yang tidak mempercayai keghaiban imam mereka, dihukumkan kufur. Ini jelas diambil dari maksud zahir hadis yang diriwayatkan oleh mereka. Maknanya, mempercayai Imam Mahdi sebagai ghaib adalah merupakan salah satu cabang rukun iman yang wajib diketahui, diyakini dan disampaikan bagi sekalian pengikut mazhab Syiah.

Dan berdasarkan pengamatan penulis sendiri, setelah melihat kepada susur sanad dan rawi hadis yang dibawa oleh Imam Ahmad bin Hanbal RH itu, kemudian membandingkannya dengan susur sanad dan rawi hadis Syiah itu dengan teliti, tidaklah salah rasanya jika dikatakan bahawa puak Syiahlah yang sebenarnya meniru konsep imam ghaib daripada Ahlus Sunnah. Ini berdasarkan senarai rawi puak Syiah yang lebih panjang dan bercelaru, selain langsung tidak dikenali oleh kita sedangkan rawi dalam hadis Imam Ahmad itu adalah jauh lebih mantap dan lebih berwibawa dengan jarah wat takdil yang terang jelas.

Kesimpulannya, Syiah meletakkan Imam Mahdi mereka sebagai seorang yang sangat istimewa, lebih istimewa daripada Rasulullah SAW sendiri. Imam Mahdi mereka adalah imam yang maksum, setaraf dengan rasul-rasul kerana menurut Ahlus Sunnah, hanya rasul-rasul sahaja yang maksum. Bagi yang selain rasul dan nabi, atau golongan wali-wali disebut mahfuz. Imam Mahdi mereka akan menyempurnakan syariat Islam yang dibawa oleh baginda SAW, kerana syariat Islam masih belum sempurna dibawa oleh baginda SAW. Penyempurnanya adalah Imam Mahdi.

 Imam Mahdi Syiah setaraf dengan Tuhan kerana mengetahui setiap sesuatu. Sifatnya yang sempurna dalam pemerintahan menjadikannya setaraf dengan Tuhan kerana setiap sesuatu tunduk dan patuh kepada Imam Mahdi termasuk setiap atom/zarah dan alam malakut. Imam Mahdi juga mampu membangkitkan orang yang telah mati, sebelum lagi dibangkitkan manusia di Padang Mahsyar. Imam Mahdi Syiah juga tidak akan mati melainkan dengan izinnya sendiri. Imam Mahdi juga mempunyai sifat tidak pernah lupa. Dan banyak lagi perkara yang menakjubkan mengenai diri Imam Mahdi dan Imam-imam mereka. Kebanyakannya melebihkan Imam-imam itu daripada rasul-rasul sendiri dan setara dengan sifat Allah. Lihatlah kitab-kitab Syiah sendiri jika mahukan lebih maklumat mengenainya.
0131 Ringkasan Perbedaan Imam Mahdi Sunni - Syiah
Berdasarkan sumber-sumber sahih daripada kedua-dua belah pihak, Sunnah dan Syiah, memang diakui terlalu besar perbedaan antara Syiah dengan Ahlus Sunnah. Berikut adalah antara perbedaan yang amat ketara itu. Syiah yang dijadikan perbandingan ini adalah firkah Syiah Imamiah Isna Asyariyah.


Syiah Imamiah
Ahlus Sunnah wal Jamaah
Jawatan
Imam Kedua Belas & terakhir bagi Syiah Imamiah.
Wali Qutub & tidak ditentukan sebagai yang kedua belas.
Nama
Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari.
Muhammad bin Abdullah.
Keturunan
Ahlulbait, generasi kedua belas.
Ahlulbait, generasi ke-33.
Nama Bapa
Al-Hasan Al-Askari bin Ali Al-Hadi.
Abdullah bin (tidak ditetapkan).
Nama Ibu
Narjis Khatun.
Aminah binti (tidak ditetapkan).
Keturunan Ibu
Rom / Eropah.
Ajam.
Tempat Lahir
Kota Samarra, Iraq.
Wilayah Ajam / Timur.
Kuniyat
Abu Qasim.
Abu Abdillah.
Bangsa
Arab Quraisy, Alawiyin.
Arab Quraisy + Ajam.
Makam
Kota Karbala, Iraq.
Baitulmaqdis, Palestin.
Perkahwinan
Belum berkahwin.
Sudah berkahwin.
Pemerintahan
Kira-kira seribu tahun.
Kira-kira empat puluh tahun.
Pembantu
4 orang Naib / Bab.
Ikhwan / Abdal / Nujabak / Asoib.
Ghaib
Ghaib as-Sughra (ghaib kecil) & Ghaib al-Kubra (ghaib besar).
Masuk ke alam wali & kini adalah Ketua Rijalul Ghaib.
Umur
6 atau 9 tahun.
40 tahun +
Taraf
Maksum, Imam Suci.
Wali Qutub / Sayidul Mujaddidin
Pelantikan
Ditunjuk secara khusus.
Ditunjuk secara umum.
Aurad / Tarekat
Tiada.
Ada / Wirid Tarekat.
Konsep
Ada Raj’ah.
Tiada Raj’ah.
Kepercayaan
Rukun iman.
Furuk-furuk kepada rukun iman.
Bilangan hadis
Lebih kurang seribu buah.
Tidak sampai seratus.

0132 Mazhab Syiah Ada Beberapa Orang Imam Mahdi
Sudah terkenal pula di kalangan Syiah, selain Imamul Ghaib Muhammad bin al-Hasan al-Askari yang disebut sebagai Imam Mahdi, ada beberapa orang lagi yang diyakini oleh pengikut Syiah daripada firkah lain sebagai bakal Imam Mahdi dan akan muncul semula ke dunia ini. Persamaan kepercayaan di antara pelbagai firkah ini ialah bahawa semua Imam Mahdi mereka itu adalah Imam yang ghaib. Perbezaannya pula adalah dari segi nama wataknya, cara mereka ghaib dan tempat mereka ghaib.
Dalam huraian di sini, penulis ingin menyentuh mengenai keyakinan puak Kaisaniah, iaitu salah satu puak Syiah yang paling awal munculnya di dalam dunia Islam. Pengasas firkah ini adalah Kaisan, iaitu seorang khadam kepada Muhammad bin Ali bin Abi Talib. Muhammad bin Ali adalah salah seorang anak Sayidina Ali KMW dengan isterinya yang bernama Haulah dari Bani Hanifah, yang dikahwininya setelah Sayidatina Fatimah az-Zahra meninggal dunia. Kerana itu beliau dipanggil Muhammad bin Ali al-Hanafiah, mengambil sempena nama kabilah ibunya itu.
Kaisan itu asalnya khadam kepada Sayidina Ali KMW. Setelah Sayidina Ali KMW meninggal dunia, beliau menjadi khadam pula kepada anak Sayidina Ali KMW, Muhammad bin Ali, yang lebih dikenali dengan gelaran Muhammad al-Hanafiah. Beliau seorang yang taat setia kepada Sayidina al-Husain dan al-Hasan RA. Apabila kedua-duanya meninggal dunia, Kaisan dan pengikut-pengikut setianya memperjuangkan pula hak keturunan Sayidina Ali KMW sebagai khalifah umat Islam. Dan orang yang diperjuangkan haknya ketika itu adalah Muhammad bin Ali.
Pada mulanya, mereka hanya menuntut hak terhadap jawatan khalifah itu sahaja. Namun, oleh pertambahan pengikut, yang kebanyakannya tidak begitu arif perjuangan sebenar telah beransur-ansur menukar corak. Jika mulanya hanyalah menuntut jawatan khalifah itu sahaja, akhirnya merebak lalu bertukar corak menjadi sebahagian daripada kepercayaan asas dalam mazhab mereka. Seterusnya dikembangkan lagi menjadi kepercayaan bahawa beliaulah yang bakal menjadi Imam Mahdi yang disebut-sebut itu.
Muhammad bin Ali sendiri menyedari akan hal ini, tetapi sudah agak terlambat untuk berbuat apa-apa kerana jumlah para pengikut yang ada sudah cukup ramai dan kesukaran untuk bertemu secara terbuka dengan mereka. Pergerakan beliau juga amatlah terhad akibat kekangan daripada pemerintah pada masa itu. Memang pemerintah ketika itu amat khuatirkan pengaruh keturunan Sayidina Ali KMW di kalangan rakyat. Maka mereka berusaha sedaya mungkin menutup pengaruh tersebut daripada tersebar di kalangan rakyat.
Apabila pengaruh tersebut gagal ditutup dan dikawal, mereka cuba menangkap dan membunuhnya pula. Maka ada andaian daripada banyak pihak bahawa Muhammad bin Ali ini melarikan diri daripada diburu oleh pihak pemerintah. Beliau dikatakan bersembunyi di daerah Radhwa, di kawasan pergunungannya, tidak jauh dari kota Madinah, di Jazirah Arab. Semasa di sana, beliau gagal dikesan lagi oleh pihak pemerintah. Di sanalah beliau dikatakan bersembunyi. Segolongan daripada pengikut Kaisan percaya bahawa Muhammad bin Ali ini tidak mati lagi, masih hidup dan akan keluar sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. Tetapi segolongan yang lain daripada mereka percaya bahawa Muhammad bin Ali sudah mati, cuma makamnya sahaja yang gagal dikesan.
Bagi yang percaya kemunculannya nanti, mereka mendakwa bahawa Muhammad bin Ali Hanafiah itu masih hidup lagi, tetapi telah ghaib, kini tinggal di pergunungan Radhwa itu, sambil diapit oleh dua ekor singa yang besar. Apabila tiba masanya kelak, beliau akan muncul sebagai Imam Mahdi lalu memulihkan keadilan di dunia dan mengembalikan kekuasaan ke tangan keluarga Rasulullah SAW.
Begitu terkenal sekali peribadi yang bernama Muhammad Ali Hanafiah ini di seluruh dunia Islam sehingga kesan daripada itu, lahirlah sebuah epik yang bernama Hikayat Muhammad Ali Hanafiah, yang menceritakan kisah hidup beliau dari mula hingga akhir. Buku cerita itu terdapat dalam versi Arab dan versi Parsi. Setelah itu diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa utama dunia. Sayangnya, banyak cerita di dalamnya adalah tambahan-tambahan yang tidak dapat dipastikan kesahihannya kerana tidak disandarkan kepada bukti-bukti sejarah. Penceritaan yang keterlaluan menyebabkan kita sangsi akan kebenarannya.
Kisah ini juga amat terkenal di kalangan orang-orang Melayu, melalui kisah epik tadi. Begitu terkenalnya beliau sehingga ramailah orang Melayu yang menamakan anak mereka dengan nama Muhammad Hanafiah atau Ali Hanafiah atau Muhammad Ali Hanafiah, sebagai mengambil berkat. Sehingga hari ini pun masih ramai orang Melayu yang menamakan anaknya dengan nama itu. Dan yang pasti, tidak ada unsur-unsur Syiah semasa menamakan anak mereka itu, hanya semata-mata mahu mengambil berkat. Tidak lebih daripada itu.
Begitu terkenalnya juga kisah beliau, termasuk di kalangan bangsa Melayu ini, sehingga sewaktu menentang tentera Feringgi dahulu, tentera-tentera Kesultanan Melayu Melaka menjadikan pembacaan Hikayat Muhammad Ali Hanafiah sebagai cara menaikkan semangat juang. Namun, walaupun telah membaca kisah kepahlawanan Muhammad Ali Hanafiah pada malam harinya, dan semangat juangnya telah begitu tinggi, tentera Kesultanan Melayu Melaka itu tetap kalah juga apabila berhadapan dengan peralatan perang Feringgi yang jauh lebih moden dan lengkap.
Keris, lembing dan tombak tetap tidak mampu melawan kekuatan senapang dan meriam kepunyaan Feringgi itu, sekalipun semangat melawan mereka cukup tinggi. Bilangan askar Melaka yang jauh lebih ramai juga tidak dapat membantu mereka mengalahkan Feringgi yang kecil sahaja bilangannya kerana mereka sedang berpecah belah. Kekalahan tentera Melaka itu sebenarnya adalah kerana mereka tiada kekuatan rohani yang membolehkan bantuan daripada Allah didatangkan terus kepada mereka, dan ketiadaan Orang Allah di dalam negeri dan angkatan itu. Faktor terpenting inilah yang terselindung dan tidak tercium oleh sejarawan Malaysia hingga kini. Namun, satu perkara yang pasti ialah kisah kepahlawanan Muhammad Ali Hanafiah dan buku hikayatnya yang tebal itu tetap hidup dan terkenal hingga ke hari ini, menjadi satu-satunya yang masih tidak terkalahkan oleh mana-mana penjajah pun
0133 Kesimpulan oleh Penulis
Setelah meneliti dan mengkaji dengan mendalam persoalan Imam Mahdi bagi puak Syiah ini, sama ada Syiah Imamiah, Syiah Ismailiah, Syiah Zaidiyah dan sebagainya itu, dan setelah mengkaji dan meneliti sekian banyak hadis yang mereka kemukakan (berjumlah kira-kira seribu buah), maka penulis ingin mengemukakan pendapat sendiri tentang persoalan ini, untuk renungan bersama. Jika dirasakan benar, terimalah dan jika tersalah, terpulanglah.

Berdasarkan apa yang tersurat dan tersirat daripada periwayatan mengenai Imam Mahdi bagi puak Syiah itu, beberapa perkara dapat dikesan, yang antaranya adalah seperti berikut.
1.Imam Mahdi Syiah itu sebenarnya tidak ada, dan ekoran itu tidak akan muncul pada bila-bila masa pun. Ini dapat dikesan melalui dua buah cerita yang diketahui yang memungkinkan bahawa Imam Mahdi mereka itu sebenarnya memang tiada.
a.Imam mereka itu sudah mati dan kini sedang berada di alam barzakh. Imam mereka itu dikatakan hilang semasa berusia enam, tujuh, lapan atau sembilan tahun. Yang sebenarnya Imam Mahdi mereka itu sudah pun mati, iaitu mati dalam erti kata yang sebenar-benarnya, kembali ke alam barzakh, tempat sementara untuk menuju ke alam mahsyar. Untuk menutup rasa kekecewaan mereka yang amat sangat itu, dikatakan bahawa Imam mereka itu hanya bersembunyi di dalam gua, tidak akan muncul melainkan pada hari dia dimunculkan kelak. Yang sebenarnya Imam mereka itu telah benar-benar mati dan ditanamkan di dalam gua itu. Ada pendapat yang mengatakan bahawa Imam mereka itu mendapat sakit dan mati kerana sakitnya itu. Ada pula yang mengatakan bahawa Imam mereka itu dibunuh oleh seorang wanita Yahudi dengan menggunakan penyodok tanah yang dihayunkan ke kepalanya. Dan beberapa riwayat lain lagi yang berbeza-beza.
b.Imam mereka itu sebenarnya hanyalah sebuah legenda, wataknya diadakan sementara dan ditiadakan semula untuk kepentingan mereka sendiri. Ini dikeranakan lingkungan yang mengetahui keperibadian Imam mereka itu amatlah terbatas, dan disampaikan secara yang amat rahsia pula. Dalam hal ini, dirasakan bahawa Imam mereka itu hanyalah watak rekaan adalah lebih hampir kepada kebenaran. Kelahirannya amatlah rahsia, sehinggakan adik-beradik dan kaum keluarga Imam Hasan al-Askari sendiri pun tidak menyedarinya. Mereka tidak tahu bilakah ibunya mengandungkannya, tidak tahu juga bagaimana dia dibesar dan dipelihara. Tahu-tahu sudah ada seorang anak lelaki yang sudah pun besar panjang. Anak siapa yang diperalatkannya itu? Selepas itu, budak lelaki itu tidak pernah ditemui lagi oleh sesiapa pun dari kalangan mereka, termasuk kaum kerabatnya sendiri.

Rumusannya, puak Syiah sebenarnya menanti kemunculan Imam Mahdi yang sudahpun benar-benar mati. Mereka juga menanti Imam Mahdi yang tidak akan muncul sampai bila-bila pun, walaupun mereka setia menantinya sehingga ke saat angin sangkakala pertama ditiupkan oleh malaikat Israfil AS.

2.Imam Mahdi Syiah itu sebenarnya lebih dari seorang dan tidak diketahui siapa sebenarnya yang akan keluar pada akhir zaman nanti. Masing-masing pihak mendakwa Imam Mahdi merekalah yang akan muncul kelak, dan setiap dakwaan itu disertakan pula oleh beberapa buah hadis Nabi SAW dan ucapan daripada Sayidina Ali KMW dan Imam-imam yang lain. Apabila ini berlaku, terjadilah pertindihan maklumat dan tidak lagi kita ketahui yang mana satu Imam Mahdi yang akan muncul kelak. Jika ini berlaku juga (katakanlah begitu), maka pastilah pendapat salah seorang Imam mereka itu akan menjadi batil dan batal, sedangkan Imam-imam mereka itu didakwa sebagai orang-orang yang maksum. Menurut pandangan kita, maka semuanya itu tidak akan terjadi, insya-Allah kerana semua dakwaan itu tidak sesuai dengan kehendak dan syarat-syarat yang digunakan oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.

3.Imam Mahdi Syiah itu memiliki sifat-sifat yang tidak mampu dimiliki oleh mana-mana manusia pun, kerana sifat-sifat tersebut hanya boleh dan patut dimiliki oleh Allah semata-mata. Misalnya Imam Mahdi itu ditaati dan ditunduki oleh setiap zarah yang ada di alam ini, dia mengetahui setiap perkara dan nama, dia tidak akan lupa pada sesuatu, tidak akan tersilap dan banyak lagi. Lihatlah kitab-kitab muktabar dalam mazhab Syiah untuk mengetahui dengan lebih lanjut lagi akan hal ini. Sifat ini sebenarnya tiada pada sesiapa pun
0134 Ibnu Khaldun dan Persoalan Imam Mahdi
Untuk lebih jauh lagi mengenai topik kesahihan hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi, marilah kita lihat pula pendapat Ibnu Khaldun, seorang cendekiawan Islam yang namanya lebih terkenal di dunia Barat sana, di dalam kitab terkenalnya, bernama Al-Muqaddimah (edisi Kaherah), yang juga lebih terkenal di dunia Barat, mulai daripada muka surat 311, yang secara penuhnya (terjemahan bebas) berbunyi begini:
Adalah sudah termasyhur (dan diterima ramai) oleh kebanyakan umat Islam sepanjang zaman, bahawa pada akhir zaman kelak, seorang lelaki dari kalangan Ahlulbait (Nabi Muhammad SAW) bakal menzahirkan dirinya, memperteguhkan semula Islam dan menegakkan keadilan. Dan bahawa setiap umat Islam akan mengikutinya, dan dia akan memperkukuhkan penguasaan Islam ke atas wilayah-wilayah Islam, dialah yang digelar sebagai al-Mahdi. Munculnya Dajjal dan keluarnya alamat-alamat hari kiamat seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis sahih terjadi selepasnya. Isa akan turun setelah dia keluar lalu membunuh Dajjal, atau turun bersama-sama dengannya dan membantunya membunuh (Dajjal) itu. Apabila mendirikan sembahyang, Isa akan menjadi makmum (manakala) al-Mahdi sebagai imam. Untuk memperkukuhkan kepercayaan ini, diriwayatkan beberapa buah hadis yang oleh sebilangan ahli hadis diterima pakai dan menurut sebahagian yang lain dipersoalkan, dan selalu pula berlawanan dengan keterangan lain. Ahli-ahli sufi yang mutakhir telah menggunakan satu jalan dan kaedah untuk membuktikan darihal keturunan Fatimah ini dan mencari kekuatan akan hal ini melalui suatu proses kebatinan yang disebut kasyaf, yang menjadi dasar kepada kaedah mereka. Kebanyakan hadis yang ditemui yang menyatakan mengenai pemimpin agama itu memang sudah tersebar luas. Mereka telah membincangkannya secara terperinci sekali, (cuma disayangkan mereka) mengambilnya melalui rawi-rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan ditolak periwayatannya dalam kebanyakan hadis.
Begitulah sebahagian pendapat yang dikemukakan yang menjadi pegangan teguh Ibnu Khaldun. Beliau kemudian menyebutkan bahawa para rawi hadis ini adalah lemah dan mengkritik sifat siqah dan dhabit mereka itu, seperti yang dipegang oleh para ulama dan ahli hadis, berdasarkan penerimaan kajian kaedah sains sosial (yang beliau asaskan dan berpegang teguh pada ilmunya itu). Beliau turut memasukkan hadis-hadis yang dikajinya dan dikatakan sebagai dhaif atau maudhuk itu. Disertakannya sekali nama rawi-rawi hadis berkenaan dan mengkritik mereka sebagai rawi-rawi yang lemah belaka.

Kenapa Ibnu Khaldun? Sebab beliau adalah orang yang paling terkenal di kalangan orang yang tidak mempercayai kemunculan Imam Mahdi dan dianggap orang yang mula-mula mengemukakan teori dan alasan bahawa para rawi yang meriwayatkan hadis berkenaan al-Mahdi tidak siqah, kurang dhabit dan sebagainya. Beliaulah orang pertama yang secara terang-terangan menentang kemunculan Imam Mahdi dan sekali gus menentang hadis-hadis mengenai Imam Mahdi. Juga disebabkan, orang-orang selepasnya apabila menolak hadis-hadis mengenai Imam Mahdi, akan memberikan alasan yang sama seperti yang telah dibentangkan oleh Ibnu Khaldun. Sebahagian mereka tahu bahawa alasan yang mereka gunakan datang daripada Ibnu Khaldun, tetapi sebahagian besarnya tidak sedar bahawa mereka telah termenggunakan alasan yang diberi oleh Ibnu Khaldun itu. Sebab utamanya adalah kerana mereka mengambil pendapat itu daripada sumber ketiga, atau keempat, bukan sumber aslinya.

Di dalam kitab terkenalnya Al-Muqaddimah itu, Ibnu Khaldun telah menggariskan enam faktor besar mengapa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi patut ditolak oleh seluruh umat Islam di dunia ini. Beliau telah menghuraikannya dengan panjang lebar pendapatnya itu. Seperti dimaklumi, ramai sarjana Islam yang terpengaruh dengan hujah-hujah yang dikemukakannya itu dan mereka menerimanya dengan baik. Marilah kita menilai semula dengan teliti semua enam faktor yang dirasakan kurang tepat yang telah dikemukakan oleh Ibnu Khaldun itu:
0135 Alasan 1 - Periwayatan (tawatur) Hadis-hadis yang Kurang Diyakini
Sebilangan besar ulama Ahlus Sunnah meyakini dan mempercayai hadis-hadis berkenaan Imam Mahdi tidaklah salah terima. Mereka sebenarnya memindahkannya tanpa membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan tanpa sebarang bantahan. Antara ulamanya ialah Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya as-Sawaiqul Muharriqah; Shablanji dalam Nurul Absar;  Ibnu Sabbagh dalam al-Fusulul Muhimmah; Muhammad as-Saban dalam As’afur Raghibin; Kanji as-Syafie dalam al-Bayan; dan seterusnya. Kebanyakan kesilapan semasa meriwayatkan hadis-hadis ini berpunca daripada kelemahan yang ditemui dalam sanad. Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, sesebuah hadis yang diriwayatkan oleh setiap generasi tidak semestinya membawa kepada memperkukuhkan kesahihan sesebuah hadis, dan ini sebenarnya tidak sepatutnya dijadikan punca perselisihan.
Pendapat yang sama turut dipegang teguh oleh Sayyid Ahmad, Syeikhul Islam dan Mufti Syafie, yang menulis bahawa hadis-hadis mengenai Mahdi adalah sangat banyak dan mutawatir. Banyak daripadanya adalah sahih, yang lain dinilai sebagai hasan, dan sebahagian lagi adalah hadis-hadis dhaif. Namun, menurutnya lagi, walaupun kebanyakan hadisnya adalah lemah (dhaif), tetapi oleh kerana perawinya sangat ramai, sebahagian besar hadis itu dapat kuat-menguatkan yang lain, dan ini menjadikan penerimaannya dianggap sebagai sah dan menjadi mutawatir. Kerana itu beliau menyatakan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi yang terdiri daripada berbagai-bagai tingkatan itu adalah sudah mencapai taraf mutawatir.
Antara yang meriwayatkan hadis mengenai Imam Mahdi adalah sekumpulan sahabat utama Nabi SAW. Ini termasuklah: Abdul Rahman bin Auf, Abu Said al-Khudri, Qais bin Jabir, Ibnu Abbas, Jabir, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Talib, Abu Hurairah, Sauban, Salman al-Farisi, Huzaifah, Anas bin Malik, Ummu Salamah, dan lain-lain. Antara ulama hadis termasyhur yang meriwayatkan tentang Imam Mahdi dalam kitab-kitab hadis mereka ialah: Imam Abu Daud, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam at-Tirmizi, Imam Ibnu Majah, Imam an-Nasa’i, Imam at-Tabrani, Imam Daruqutni, Abu Nuaim al-Isfahani dan sebilangan pengumpul hadis yang ternama. Senarai lengkap nama perawi hadis dan kitab-kitab karangan mereka sudah pun disebutkan dalam bab yang terdahulu
0136 Alasan 2 - Kelemahan Sanad yang Nyata
Adalah mustahak dinyatakan bahawa kebanyakan ulama yang dikatakan sebagai lemah dalam sanadnya seperti yang didakwanya itu adalah orang yang dianggap berwibawa oleh ulama lain. Tambahan pula, kelemahan dalam periwayatan sesebuah hadis tidaklah boleh menjadi sebab mutlak untuk kita menolak keseluruhan hadis berkenaan kerana mereka masih tetap dipercayai. Ini kerana ciri-ciri istimewa sebegitu adalah suatu hal yang umum.

Tidak dinafikan sanad amat penting dalam meneliti hadis-hadis yang disampaikan kepada kita, sehinggakan Abdullah bin Al-Mubarak menyebutkan dalam kitabnya, Sahih Muslim Bisyarhin Nawawi, Jilid 1, muka surat 75 bahawa:
“Sanad itu adalah sebahagian daripada agama. Kalaulah tiada kerana sanad, sesiapa pun boleh bercakap apa sahaja yang dia mahu.”
Kerana itulah, merujuk kepada kitab Aj-Jarhu wat Takdil amatlah perlu untuk mengenali latar belakang perawi yang membawa sesebuah hadis. Namun begitu, peraturan yang sedemikian ketat hanya patut dilakukan terhadap masalah yang menyangkut pokok akidah, bukan furuk akidah seperti masalah Imam Mahdi ini, atau masalah yang benar-benar menyangkut soal halal haram, atau berkaitan maslahat umum yang mendesak. Dalam masalah Imam Mahdi ini, patut ada kelonggaran sedikit, mengenangkan masalah ini adalah masalah furuk sahaja, bukan perkara pokok dalam akidah.

Apabila sesuatu ciri rawi hadis itu didapati lemah oleh sebahagian ahli hadis, yang lain mendapati sebaliknya pula. Jadinya, pendapat awal yang menyatakannya lemah hanyalah boleh diterima jika alasan melemahkan riwayatnya dapat diperjelaskan dengan bukti yang benar-benar kukuh. Tambahan pula, masalah Imam Mahdi ini adalah masalah khilafiah sahaja, bukan masalah akidah. Maka soal rawi yang lemah, tidak perlulah begitu diambil serius.

Di dalam kitabnya Lisanul Mizan, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan:
‘Lemahnya hadis-hadis mengenai Imam Mahdi itu, walaupun diandaikan melebihi daripada penerimaan umum, bolehlah dilakukan jika alasan untuk berbuat demikian dilakukan dengan penuh tegas. Sebaliknya, percubaan orang-orang berkenaan yang cuba (mencari jalan untuk) menjadikan hadis-hadis itu lemah, akhirnya tidak berbaloi.’
Imam Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Baghdadi menulis:
Mestilah ditunjukkan kesalahannya bahawa hadis-hadis itu diterima dan digunakan sebagai bukti oleh Imam al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud, walaupun sebahagian periwayat hadis mengkritik dan mengisytiharkannya dhaif, alasan kritikan dan kedhaifan mereka itu tidak dapat dijelaskan dengan baik dan tidak dapat juga dibuktikan dengan tepat.
Kalaulah semua alasan lemah itu benar-benar dilaksana dan dikuatkuasakan, hanya sebilangan kecil hadis sahaja yang akan benar-benar terselamat daripada apa-apa kritikan. Kerana itulah, adalah amat penting dalam kes-kes sebegini, hendaklah benar-benar diteliti hadis-hadisnya  dan nilai keabsahannya digali untuk mendapatkan kebenaran.
0137 Alasan 3 - Rawi Tidak Dipercayai Kerana Dikatakan Syiah
Kerap pula berlaku sesebuah hadis itu diisytiharkan dhaif atau mauduk kerana perawinya adalah seorang Syiah. Contohnya, Ibnu Khaldun, menolak Qutn bin Khalifah, salah seorang rawi hadis-hadis mengenai Imam Mahdi disebabkan beliau adalah seorang Syiah. Dalam hubungan ini, beliau dilihat agak tergesa-gesa menuduh rawi secara borong sahaja, contohnya beliau menyatakan bahawa ‘Ijli menyebut bahawa Qutn adalah seorang yang baik dalam hadis, tetapi dituduh berfahaman Syiah. Selain itu, menurut Ahmad bin Abdullah bin Yunus dan Abu Bakar bin Ayyash, Qutn adalah tidak dipercayai dan hadis-hadisnya ditolak kerana kesesatan akidahnya itu. Kesilapan beliau adalah kerana di pihak lain, terdapat sebilangan ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal, an-Nasa’i dan lain-lain, yang mempercayainya dan menerima hadis-hadis yang diriwayatkannya.

Rawi lain yang bernama Harun telah dicap sebagai dhaif, kerana menurut Ibnu Khaldun lagi, dia dan anaknya adalah penganut Syiah. Sebahagian ulama hadis seperti Yazid bin Abu Ziyad dikatakan seorang rawi yang lemah kerana ‘dia adalah salah seorang pemimpin Syiah’ dan salah seorang ulama Syiah di Kufah. Menurut ulasan Ammar az-Zahabi, Ibnu Khaldun tidak menyebutkan bahawa ahli-ahli hadis terkemuka seperti Imam Ahmad bin Hanbal, an-Nasa’i dan lain-lain menganggapnya siqah. Juga Abdul Razak bin Humam yang hadis-hadisnya dikatakan lemah oleh Ibnu Khaldun kerana dia dikatakan lebih berminat membawa hadis-hadis yang memuji Keluarga Nabi SAW dan terkenal kerana fahaman Syiahnya.

Memang benar dalam hal ini, sebahagian hadis yang diriwayatkan, ada yang dibawa oleh rawi yang bermazhab Syiah atau pro-Syiah. Hadis-hadis begini memang patut kita ragui kesahihannya, jika tidak terdapat sanad lain yang sampai kepada kita. Namun, satu perkara yang kita lupa atau seolah-olah kita lupa iaitu terdapat lebih banyak hadis mengenai Imam Mahdi yang benar-benar maudhuk dibawa oleh orang-orang yang tidak bermazhab Syiah. Oleh itu, kedua-dua pihak ini sepatutnya kita awasi benar-benar, bukan hanya dari pihak Syiah sahaja, seperti yang selalu diheboh-hebohkan oleh Ibnu Khaldun itu.
0138 Alasan 4 - Perbezaan Kepercayaan
Alasan lain yang digunakan untuk menafikan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sebahagian solihin dan ahli agama adalah perbezaan mazhab. Contohnya, salah satu isu sensitif yang banyak diperdebatkan dan memerlukan kajian mendalam pada masa dahulu ialah sama ada Al-Quran itu makhluk atau qadim. Terdapat sekumpulan umat Islam yang meyakini bahawa al-Quran bukan makhluk, dan adalah qadim. Sepihak lagi, iaitu puak Muktazilah mendakwa bahawa al-Quran itu adalah makhluk. Perselisihan pendapat mengenai hal ini tidak semata-mata hangat di meja perdebatan, malah turut mengakibatkan pertumpahan darah sesama Islam. Ramai ulama muttaqin yang menjadi mangsa pihak pemerintah akibat ketidakselarasan fahaman itu.

Dalam hal ini, jika ada mana-mana orang yang meriwayatkan hadis yang memuji Keluarga Nabi SAW dan keturunan Sayidina Ali bin Abi Talib KMW atau hadis-hadis yang berbau Syiah, kebanyakan ulama Ahlus Sunnah mengesyaki hadis yang mereka riwayatkan haruslah ditolak atau diumumkan sesat. Hadis-hadis mereka mestilah ditolak sama sekali. Namun begitu, terdapat juga sebilangan ulama ahli hadis yang masih tetap meriwayatkan hadis-hadis berkenaan setelah berasa puas hati dengan sanad dan rawi yang meriwayatkan hadis-hadis berkenaan. Lazimnya mereka meletakkan hadis-hadis ini sebagai hadis dhaif, dan dibincangkan dalam bab-bab khusus mengenai fadhailul amal (kelebihan-kelebihan amalan sunat).

Kita patut membaca Tarikh at-Tabari yang menyatakan sikap kita dalam hal ini kerana kebanyakan rawi (dan umum penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah) mempercayainya sebagai pegangan kita. Imam Muslim, pengumpul Sahih Muslim, menurut at-Tabari, pernah berkata:
“Saya berjumpa dengan Jabir Jukfi. Tetapi saya tidak meriwayatkan sebarang hadis daripadanya kerana dia mempercayai raj’ah (hidup semula pada zaman Imam Mahdi memerintah).”
Kerana itu, semua hadis yang diterima oleh Imam Muslim daripada Jabir Jukfi langsung ditolak dan tidak dimasukkan ke dalam kitab sahihnya itu.

Dalam hal ini, pendapat Ibnu Khaldun dapatlah diterima dan selari dengan fahaman ulama Ahlus Sunnah yang lain. Hanya dalam soal ini sahaja pendapat Ibnu Khaldun itu dapat kita terima dan selaras dengan fahaman kita, sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh para ulama terdahulu
0139 Alasan 5 - Banyak Prasangka Terhadap Rawi
Beliau banyak prasangka terhadap rawi dan hadis-hadis itu sendiri. Atas prasangkanya itu jugalah beliau menolak terus hadis-hadis mengenai Imam Mahdi. Seseorang yang membuat kajian mendalam mengenai hal ini dan berusaha mencari kebenaran mestilah mengetepikan sebarang prasangkanya sehingga habis kajiannya itu. Dan jika semasa kajiannya, satu bukti ditemui dalam sebuah hadis, dia hendaklah meneliti pula rawinya untuk membuktikan kesiqahannya pula. Kalau siqahnya dapat disahkan, maka hadis-hadisnya haruslah diterima juga. Adalah tidak adil menurut kaedah pengkajian, bahawa sesebuah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercayai, ditolak dengan begitu mudah semata-mata kerana dia ditolak oleh seorang rawi yang lain.

Sikap sebegini bukanlah sikap yang sepatutnya ditunjukkan oleh seorang yang berfikiran ilmiah dan sarjana terkenal. Beliau sepatutnya mengkaji lebih mendalam lagi dengan meneliti pendapat ulama-ulama lain mengenai hal yang sama, supaya sikapnya menjadi lebih adil dan pendapatnya tidak dapat disangkal lagi. Orang yang hanya mengemukakan pendapat sebelah pihak sahaja, bukanlah sarjana namanya. Itu fotokopi pendapat namanya. Sarjana hari ini ramai yang bersikap fotokopi pendapat sahaja, sedangkan mereka sepatutnya mengkaji lebih banyak pendapat lain mengenai satu-satu hal.

Keadaan ini menjadikan mereka kelihatan kurang profesional dari segi ilmiahnya sedangkan mereka selalu mendakwa bahawa merekalah golongan profesional. Lihatlah bagaimana ulama-ulama ilmu hadis membuat kajian yang amat mendalam, sangat teliti dan begitu terperinci sebelum mereka menetapkan sesebuah hadis itu sahih, hasan atau dhaif. Itulah sikap dan cara yang sepatutnya mereka tunjukkan, dan itulah sikap yang sepatutnya diamalkan. Itulah profesional namanya, sama ada dari segi ilmiah, sikap, pandangan dan tindak-tanduknya.

Sehubungan itu, Muhammad bin Ahmad bin Osman Zahabi, yang menilai kehidupan Aban bin Taghlib, menulis:
Kalau seseorang membangkang mengapa kami mengisytiharkannya siqah, kerana dengki kepada kenyataan bahawa Aban adalah antara pencipta bidaah, saya menyatakan bahawa: Penciptaan (bidaah) itu ada dua jenis. Yang pertama adalah bidaah saghir seperti pelampau dalam Syiah, atau Syiah yang tidak melampau dan penyelewengan yang tidak berdosa besar. Penciptaan bidaah jenis ini biasa sahaja berlaku pada generasi kedua dan ketiga (zaman tabiin dan tabiit tabiin) daripada Sahabat Rasulullah …
Kalau ini dijadikan ukuran, maka hadis yang diriwayatkan oleh sebahagian rawi akan secara muktamad tertolak, sebilangan besar hadis-hadis Nabi SAW sepatutnya ditolak sama. Kesalahan pendapat ini sebenarnya adalah pendapat individu sahaja. Jenis bidaah yang satu lagi ialah bidaah akbar, seperti menolak sepenuhnya kekhalifahan dan mencerca Sayidina Abu Bakar dan Umar. Dalam hal ini, hadis-hadis yang dibawa oleh orang seperti ini tidak bernilai apa-apa dan sepatutnya ditolak sahaja (tanpa memerlukan alasan lagi).
an pada pandangan penulis sendiri, sikap yang ditunjukkan oleh Ibnu Khaldun itu telah menjerat dirinya sendiri, dan akibatnya lebih banyak merugikan diri. Pertama, beliau dilihat tidak bersikap tasamuh terhadap pendapat yang tidak sealiran dengannya. Kedua, sikap sebegini sebenarnya menjatuhkan imejnya sendiri sebagai seorang cendekiawan Islam yang disegani. Ketiga, beliau sendiri yang mengesahkan pendapat ulama lain bahawa beliau bukanlah seorang ulama ilmu hadis, yang layak membuat penilaian terhadap sesebuah hadis
0140 Alasan 6 - Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, dan kaitannya dengan hadis-hadis tentang Imam Mahdi
Alasan inilah yang dianggapnya paling kukuh kerana memang di dalam kedua-dua buah kitab hadis sahih itu, tiada sebuah pun hadis yang diriwayatkan yang menyebutkan nama Imam Mahdi. Secara mudah pula beliau menyatakan bahawa tiada sebuah pun hadis mengenai Imam Mahdi yang mencapai taraf sahih.

Adalah mustahak diketahui bahawa hadis-hadis yang menyebut nama Imam Mahdi tidak ada diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ini tidaklah bermakna bahawa para rawi itu lemah hafazannya. Perlu diakui, kedua-dua mereka tidak meriwayatkan semua hadis yang meliputi seluruh tingkatan hadis. Jika kita benar-benar mendalami hadis-hadis mereka, kita akan dapati bahawa mereka sebenarnya ada meriwayatkan hadis mengenai Imam Mahdi, cuma tidak disebutkan nama al-Mahdi di dalamnya. Itu sahaja.

Menurut Imam al-Baihaqi, Imam al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan seluruh hadis. Contohnya, sebahagian hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari tidak terdapat di dalam Sahih Muslim dan begitu juga dengan Imam Muslim. Dalam masa yang sama, terdapat hadis-hadis di dalam Sahih Muslim yang ditolak oleh Imam al-Bukhari sendiri. Ini tidaklah menghairankan kerana Imam al-Bukhari itu jauh lebih kanan daripada Imam Muslim, sekaligus menjadi guru kepada Imam Muslim walaupun sebenarnya Imam al-Bukhari menganggap beliau hanyalah kawan karib sahaja.

Imam al-Bukhari menyatakan bahawa beliau hanya memasukkan hadis yang sahih sahaja ke dalam kitab hadisnya. Begitu juga seperti yang Imam Muslim lakukan iaitu meriwayatkan hanya hadis-hadis sahih di dalam kitabnya. Imam Abu Daud juga berbuat demikian. Fakta ini telah diteliti oleh Abu Bakar bin Dasa, yang mendengar Imam  Abu Daud berkata:
“Aku telah mencatatkan 4,800 buah hadis ke dalam kitabku yang semuanya sama ada sahih atau hasan sahih.”
Perkataan yang sama turut diriwayatkan oleh Abus Sabbagh, dengan kata-kata yang hampir sama dan menambah bahawa hadis-hadis dhaif telah dijelaskan di bawahnya oleh Imam Abu Daud.
0141 Pendapat Lain Bagi Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun akhirnya merumuskan berkenaan hadis-hadis yang menceritakan mengenai Imam Mahdi sebagai berikut:
Kebenaran yang mesti diketahui oleh seseorang ialah tiada tokoh agama atau kuasa politik yang boleh benar-benar berjaya, melainkan tokoh atau kumpulan itu merasakan wujudnya sokongan kepada cita-cita agama dan politik, dan mempertahankannya daripada orang-orang yang menolaknya. Juga sehingga Tuhan akan menguruskan hal mereka itu. Kami telah menyebutkannya sebelum ini, dengan bukti-bukti yang tepat, yang kami bentangkan kepada pembaca. Kumpulan yang merasakan sedemikian adalah dari kalangan anak-anak Fatimah dan Bani Abu Talib, iaitu dari kalangan kaum Quraisy, yang sudah tiada lagi di mana-mana pun. Pengecualian hanya diberi kepada sisa-sisa keturunan Abu Talib - Hasani, Husaini, dan Jaafariah -- di Hijaz, di Makkah, al-Yanbu’, dan Madinah. Mereka telah berpecah ke serata kawasan dan cuba menguasainya. Mereka kini menjadi golongan Badwi. Mereka mendiami dan memerintah di tempat-tempat terpencil dan mengeluarkan fatwa-fatwa yang jauh menyeleweng. Bilangan mereka mencecah beberapa ribu orang sahaja. Jika benarlah bahawa Mahdi itu akan zahir, inilah satu-satunya cara propaganda untuk membuatkannya benar-benar zahir. Dia mestilah salah seorang dari mereka, dan Allah mestilah menyatukan mereka untuk menjadi pengikutnya, sehingga dia mempunyai cukup kekuatan dan kumpulan pengikut untuk menambahkan kejayaannya, sekali gus menggerakkan rakyat menyokongnya. Satu cara lain - seperti yang dilakukan oleh Bani Fatimiah yang menyebarkan fahaman (tentang al-Mahdi) kepada seluruh rakyat di mana-mana jua, tanpa sokongan daripada pengikut dan juga kekuasaan, yang amat bergantung hubungannya dengan Keluarga Nabi Muhammad SAW - tidak akan diterima atau berjaya, untuk menyatakan sebab-sebab yang kami sebutkannya terdahulu.
Sebagai tindak balas terhadap penilaian Ibnu Khaldun ini, kita mestilah menyisihkan fakta bahawa tidak ada keraguan, seseorang yang mahu menapak dan membesarkan kuasanya untuk mendirikan sebuah kerajaan mestilah mendapatkan sokongan yang tidak berbelah bagi daripada para pengikutnya untuk mencapai matlamatnya itu. Syarat yang sama juga mesti dipenuhi semasa menunggu zahirnya Imam Mahdi dan pembaharuan sejagatnya itu.

Tetapi itu adalah dalam kes orang biasa yang ingin menjadi pemerintah, bukannya Imam Mahdi. Imam Mahdi tidak memerlukan itu semua kerana segala-galanya telah diatur sebegitu rupa oleh Allah SWT sehingga apabila Imam Mahdi zahir nanti, beliau hanya perlu duduk di atas singgahsananya sahaja, tanpa perlu bersusah payah menumpahkan darah. Kerajaannya sudah dijanjikan, kemunculannya sudah ditetapkan. Mana satu kuasa makhluk yang mampu menahan Kehendak Allah yang Maha Berkuasa lagi Maha Berkehendak?

Penilaian yang dibuat oleh Ibnu Khaldun itu adalah berasaskan ilmu sains kemasyarakatan yang disusun olehnya sendiri. Kenalah berpegang kepada ilmu yang sendiri susun. Kalau kita sendiri tidak berpegang kepada ilmu sendiri, siapa lagi yang akan berpegang kepada ilmu kita. Maka kenalah pertahankan bermati-matian. Ilmu beliau itu adalah ilmu yang bersandarkan kepada zahir sesuatu dan logik semata-mata, tidak ada unsur-unsur lain yang perlu diambil kira atau dipentingkan sangat. Maka beginilah jadinya pendapat beliau itu - menentang arus secara membabi buta.

Beliau sepatutnya menilai Imam Mahdi secara luar dari kaedah sains sosialnya itu. Ini dikeranakan Imam Mahdi itu adalah orang Allah yang amat istimewa, yang jauh berbeza daripada orang kebanyakan atau pemimpin-pemimpin lain yang ada. Pendokong-pendokongnya disediakan oleh Allah, bukan oleh beliau sendiri, kerajaannya disediakan oleh Allah, bukan beliau yang membina dari mula hingga besar dan kuat seperti lazimnya. Pusat pemerintahannya ditentukan oleh Allah, bukan oleh beliau atau pengikutnya. Masa keluarnya dan tempat keluarnya juga sudah ditetapkan, bukan ikut pandai-pandai sendiri.

Pemerintahannya dapat menyatukan hati seluruh manusia, bukan sekadar penyatuan zahir seperti yang dilakukan oleh pemimpin besar dunia yang lain, keberkatannya melimpah ruah, tiada terbayangkan, malah melebihi keberkatan yang pernah diterima oleh kaum Sabak pada zaman dahulu dan pemerintahannya amat meliputi seperti yang pernah dinikmati oleh Nabi Sulaiman AS. Inilah perkara-perkara yang tidak terfikirkan, tidak terjangkau dan tidak dapat dilogikkan oleh Ibnu Khaldun dan para pengikutnya sejak dahulu hingga kini
0142 Imam Mahdi Al-Arqam
Di negara kita Malaysia, terdapat beberapa kes Imam Mahdi palsu. Kebanyakan pendakwa sebagai Imam Mahdi itu gagal menunjukkan bukti yang sahih, sama ada berdasarkan dalil aqli ataupun naqli. Pendakwa Imam Mahdi itu juga dengan mudah dapat dikenal pasti dan dikuburkan oleh pihak berkuasa, tanpa perlu bersusah payah dan tanpa membuang banyak tenaga dan masa. Memang diakui dari semasa ke semasa sentiasa ada sahaja peribadi yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi di negara ini, termasuk juga beberapa orang wanita.

Pusat Islam Malaysia, selaku badan yang dipertanggungjawabkan oleh kerajaan untuk menguruskan hal ehwal agama di Malaysia, mempunyai senarai lengkap nama-nama orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi, pertubuhan dan jemaah yang dibawanya dan bentuk tindakan yang diambil terhadap mereka dan pengikut mereka. Ini dikeranakan sememangnya mereka itu sesat lagi menyesatkan, jahil dan mempunyai kepentingan tertentu. Orang yang sememangnya sesat memang mudah dikalahkan dan dibasmi. Tidak perlu susah-susah atau habiskan banyak masa, tenaga, wang ringgit dan fikiran, sekali pukul sahaja semuanya terus rebah.

Dan semua rakyat Malaysia, yang Islam mahupun yang bukan Islam, telah diberitahu secara sensasi dengan cerita bahawa Jemaah Al-Arqam mempunyai Imam Mahdinya sendiri. Laporan mengenai Imam Mahdi Al-Arqam itu diperbesar-besarkan oleh pihak media arus perdana, seperti akhbar, majalah, buletin, risalah dan media elektronik selama kira-kira setahun atau lebih. Akibatnya seluruh rakyat Malaysia kini sudah mengetahui siapa peribadi Imam Mahdi yang didakwa oleh Al-Arqam itu sebenarnya. Kisah itu dikatakan berpunca daripada kepercayaan para pengikut Al-Arqam terhadap seorang tuan guru yang meninggal dunia di Kelang hampir seratus tahun dahulu yang didakwa masih hidup dan bakal muncul semula sebagai Imam Mahdi.

Dan seperti yang biasa yang dilakukannya, Pusat Islam atau Jakim (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) atau Baheis (Bahagian Hal Ehwal Islam), Jabatan Perdana Menteri Malaysia telah berusaha bersungguh-sungguh memerangi ajaran sesat Al-Arqam yang mencanangkan tok gurunya itu sebagai Imam Mahdi. Dalam hal ini, Pusat Islam tidak dianggap pelopor, sebaliknya bersifat mengekor dan dilihat banyak bermain politik dalam tindakannya.

1.Yang mula-mula menyatakan Al-Arqam sesat bukanlah Pusat Islam, tetapi kumpulan akhbar Utusan Melayu Malaysia Berhad, melalui semua penerbitan mereka. Mereka mula-mula menyatakan bahawa sebuah kumpulan sesat telah muncul di Sungai Penchala sekitar tahun 1971 lagi. Ketika itu Pusat Islam tidak ambil pusing pun, malah bukak sebelah mata pun tidak terhadap isu yang ditimbulkan oleh Utusan Melayu ini. Walhal pada lazimnya, jika sesuatu kumpulan itu dikatakan sesat, lekas sahaja Pusat Islam turun padang dan terus mengambil tindakan. Sejak itu, dari semasa ke semasa Kumpulan Utusan terus-menerus menyiarkan berita mengenai keburukan Al-Arqam, sedangkan Pusat Islam masih terus lena dalam urusannya sendiri.

2.Yang mula-mula memanggil pemimpin Al-Arqam untuk menemuinya pada tahun 1979 bukanlah Pengarah Pusat Islam atau para pegawai atasannya, tetapi adalah Timbalan Perdana Menteri ketika itu, Dato’ Seri Dr Mahathir Mohamad, merangkap Menteri Dalam Negeri. Orang-orang di Pusat Islam tidak pernah pun mempelawa mana-mana wakil dari Al-Arqam untuk bertemu muka bermuzakarah tentang perkara-perkara yang diperselisihkan. Tahu-tahu, Al-Arqam sudah dijatuhkan hukuman sesat dan mesti diharamkan segala-galanya, termasuk perkara yang tidak sepatutnya diharamkan. Patutnya Pusat Islamlah yang pertama dan mula-mula ditemui oleh Ustaz Haji Ashaari memandangkan soal akidah dan Imam Mahdi adalah di dalam bidang kuasa yang ada pada mereka, bukannya pada Timbalan Perdana Menteri. Pengharaman itu juga tidak dibuat secara serentak dan dengan sebab-sebab yang berbagai-bagai pula. Tidak ada keselarasan dalam keputusan dan tindakan. Masing-masing negeri dan kementerian mengharamkan Al-Arqam dengan alasan masing-masing dan pada masa yang berlain-lain pula.

3.Tuduhan-tuduhan yang dibuat oleh Pusat Islam terhadap Al-Arqam tidak pernah yang konsisten. Sekejap kata sesat, sekejap kata membahayakan keselamatan, sekejap kata boleh merosakkan akidah, sekejap kata ingin ambil alih pemerintahan negara, sekejap kata militan, sekejap kata bertukar corak, dan seterusnya dan seterusnya. Sikap yang tidak konsisten ini menyebabkan semakin ramai orang yang keliru. Yang bercakap itu pula hanyalah orang yang itu itu juga. Tiada orang lain yang boleh bercakap mengenainya. Peluang tidak pernah diberi kepada pihak Al-Arqam untuk membela diri atau menjawab segala pertuduhan yang dibuat. Maknanya, tuduhan-tuduhan sesat itu sendiri dijadikan sebagai salah satu alasan untuk mengharamkan Al-Arqam. Jelasnya, tuduhan sesat itu hanyalah plaster terbesar daripada sekian banyak plaster yang lain yang harus digunakan untuk mengharamkan Al-Arqam ini.

4.Orang-orang politik campur tangan dalam hal Al-Arqam. Apabila orang-orang politik turut campur untuk mengharamkan Al-Arqam, orang akan berkata, ini adalah isu politik sahaja dan bukannya soal akidah. Apa perlunya ahli-ahli politik masuk campur dalam soal agama, terutamanya dalam soal akidah seperti ini? Apakah mereka sudah mempunyai ilmu agama yang mencukupi untuk memperkatakan soal ini? Akhirnya, orang ramai pula yang bertambah yakin bahawa isu Al-Arqam ini mempunyai motif politik yang kuat. Apabila ulama tertinggi Pas turut mengakui bahawa Al-Arqam sesat, maka bertambah yakin lagilah orang ramai bahawa isu ini sebenarnya adalah isu politik sahaja, bukannya isu akidah. Pihak ulama Pas hanya menyatakan bahawa Al-Arqam sesat tetapi tidak menunjukkan apa dan di mana sesatnya itu. Anehnya, Dewan Ulama Pas tidak pernah bermesyuarat pun untuk mengharamkan Al-Arqam. Tuduhan sesat itu sebenarnya hanyalah kambing hitam Pusat Islam yang turut ditumpang sekaki disembelih oleh pihak Pas.

Imam Mahdi yang dimaksudkan oleh Al-Arqam adalah Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi yang lahir di Tanah Jawa, dikatakan meninggal dunia di Kelang dan makamnya masih terdapat di sana, dijaga dengan rapi hingga ke hari ini. Kisah dan riwayat hidup beliau telah penulis berikan pada bahagian sebelum ini. Silalah semak ke bahagian berkenaan, di bawah tajuk Ada Dua Orang Imam Mahdi? Penulis tidak berhajat memanjangkan lagi kisah tersebut pada bahagian ini.

Mula munculnya kisah Imam Mahdi bagi orang-orang Al-Arqam itu tersebar dikeranakan Ustaz Mokhtar Yaakub, orang kanan nombor satu Al-Arqam keluar daripada jemaah berkenaan bersama-sama beberapa orang lain. Keluarnya beliau itu berjaya dieksploitasi oleh pihak Kumpulan Utusan Melayu menyebabkan perkara itu menjadi heboh dan besar, melebihi daripada sepatutnya. Beberapa tuduhan yang bersifat khilafiah dan fitnah telah dilemparkan terhadap Al-Arqam dan pemimpinnya, Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad. Lebih memburukkan keadaan, tuduhan itu dibuat melalui akhbar harian dan majalah keluaran Kumpulan Utusan Melayu. Maka hebohlah satu negara dengan isu Imam Mahdi Al-Arqam, dan sejak itu tahu benarlah orang ramai bahawa yang dikatakan sebagai Imam Mahdi itu adalah Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi, orang Kelang yang berketurunan Arab dari Keluarga Nabi SAW, menuntut di Tanah Arab beberapa lama, pernah tinggal di Singapura dan berasal dari Tanah Jawa.

Al-Arqam tidak menjawab tuduhan-tuduhan itu melalui akhbar harian dan majalah keluaran Kumpulan Utusan atau akhbar-akhbar lain, tetapi menjawabnya melalui buku yang ditulis sendiri oleh Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad. Tajuknya ialah Aurad Muhammadiah Pegangan Darul Arqam, Sekali gus Menjawab Tuduhan. Buku yang mula dijual sekitar bulan Oktober 1986 itu mendapat sambutan yang baik daripada orang ramai, terutama yang inginkan jawapan tepat dan sebenar daripada pihak Al-Arqam sendiri. Mereka ingin tahu apakah ada hujah dan nas agama dalam persoalan yang ditimbulkan oleh askar-askar upahan Pusat Islam dan dibantusebarkan oleh media-media arus perdana di negara ini.

Dan seperti yang dimaklumi, Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad menyatakan secara terus terang bahawa beliau mempercayai dan berkeyakinan bahawa pengasas Aurad Muhammadiah, Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu masih belum mati dan bakal muncul sebagai Imam Mahdi yang selalu disebut-sebut itu. Pusat Islam menekankan bahawa pendapat beliau ini jauh bercanggah daripada pengakuan pertamanya yang dibuat sebelum ini (tahun 1979) di hadapan Dr Mahathir. Namun keyakinannya ini hanyalah setakat zanni sahaja, bukan qat’ie.

Menurut Mustaffa Suhaimi, sekurang-kurangnya ada enam faktor besar yang menyebabkan konsep Imam Mahdi di dalam buku berkenaan dianggap terpesong, berserta jawapan dan alasan daripada pihak Al-Arqam sendiri:

1.Andaian pertama ialah bahawa Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi iaitu pengasas Aurad Muhammadiah adalah bakal Imam Mahdi yang akan muncul kelak. Andaian ini dianggap salah kerana tidak ada keterangannya di dalam al-Quran atau hadis Rasulullah SAW. Sudah ramai yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi dan ternyata bahawa mereka itu pendusta. Pengakuan seperti ini adalah ramalan kosong. Selain boleh menjejaskan iman, orang yang mendakwa mempunyai hubungan rapat dengan Imam Mahdi yang masih ghaib, boleh memperalatkannya untuk kepentingan peribadi atau pertubuhan tertentu.
Pihak Al-Arqam pula menjelaskan bahawa menurut kaedah syarak, menentukan seseorang sebagai Imam Mahdi tidak menjejaskan iman dan tidak ada salahnya. Sebabnya konsep Imam Mahdi itu sendiri dipertikaikan oleh para ulama, di samping ada beberapa ulama (terutamanya ulama sufi) dan golongan (antaranya Syiah) yang telah menentukan siapa dia Imam Mahdi itu sendiri. Ramalan seperti ini bukanlah ramalan kosong tetapi merupakan suatu ijtihad, dan jika tersalah dalam ijtihadnya itu, tidaklah sampai berdosa. Ramai ulama yang mengakui bahawa masalah Imam Mahdi adalah soal khilafiah, soal furuk dan hanya Pusat Islam sahaja yang diketahui (menurut sepanjang sejarah Ahlus Sunnah ini) yang menyatakan bahawa soal Imam Mahdi adalah soal akidah. Maka menurut ulama, sebarang pendapat yang berlawanan dalam soal ini tidak boleh dihukumkan sesat, bidaah atau kufur. Selagi ijtihad mereka tidak menyalahi syarak, maka hal itu dibenarkan sahaja oleh Islam. Sungguhpun ramai yang mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi dan akhirnya didapati berdusta, ini tidaklah dapat dijadikan sebab untuk kita menafikan terus hadis mutawatir maknawi yang banyak itu. Apabila Imam Mahdi yang sebenar muncul, semua Mahdi palsu itu akan sirna juga. Imam Mahdi yang sebenar semasa muncul kelak hanya ada satu, tidak ada dua atau tiganya. Mengenai perbuatan memperalatkan nama Imam Mahdi untuk kepentingan peribadi, itu adalah hal ghaib yang hanya Allah sahaja yang mengetahuinya. Mana kita tahu apa yang dikatakan oleh hati seseorang? Layakkah kita menghukumnya hanya berdasarkan syak wasangka kita sahaja? Pusat Islam sendiri memperalatkan banyak pihak untuk tujuan peribadi dan golongan tertentu, tidakkah itu juga suatu perbuatan yang salah? Kita tidak boleh menghukum seseorang berdasarkan apa yang dia fikirkan tetapi tidak/belum dilakukannya lagi. Perkara-perkara begitu hanya Allah sahaja yang tahu dan Dia sahaja yang layak menghukumnya.

2.Konsep Imam Mahdi itu sendiri diragui oleh sesetengah ulama berasaskan rumusan bahawa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah lemah. Sebahagian ulama seperti Ibnu Khaldun, Al-Maududi dan Rasyid Ridha menolak terus konsep Imam Mahdi. Ibnu Khaldun menganggap hadis-hadis mengenai Imam Mahdi adalah hadis-hadis dhaif, maka harus ditolak terus konsep Imam Mahdi itu. Al-Maududi pula menyatakan kuasa ajaib yang ada pada Imam Mahdi adalah cerita dongeng yang didatangkan dari pengaruh bukan Islam.
Bagi Al-Arqam pula, memang konsep Imam Mahdi ditolak oleh sebahagian kecil ulama, tetapi diterima oleh sebahagian besar ulama. Sebahagian lagi bersikap pertengahan iaitu tidak menolak dan tidak pula menerima sepenuhnya. Pusat Islam hanya mengemukakan pandangan sebelah pihak sahaja, tanpa mengemukakan pandangan pihak yang satu lagi. Ibnu Khaldun silap dalam rumusannya kerana jumlah tiga puluh buah hadis yang dikajinya itu sebenarnya sudah mencapai taraf mutawatir maknawi, kerana menceritakan tentang tajuk yang sama, walaupun isinya berbeza-beza. Kerana itulah pandangan Ibnu Khaldun itu ditolak kerana beliau tidak mendalam ilmu dan kefahamannya terhadap selok-belok ilmu mustalah hadis. Al-Maududi pula dianggap silap dalam pandangannya kerana beliau tidak mendalami maksud tersirat daripada hadis-hadis berkenaan. Beliau membuat rumusan berdasarkan isi lahir daripada hadis-hadis itu, lalu membuat andaian bahawa cerita itu adalah dongeng, sedangkan yang dikatakannya dongeng itu sebenarnya adalah hadis-hadis Nabi SAW! Bagaimana orang yang fikirannya setinggi itu boleh melakukan kesilapan yang sebesar ini? Lagi pun beliau tidak mempunyai pendirian yang konsisten dalam hal ini, kerana pada satu ketika beliau menerima dan pada ketika yang lain beliau menolaknya pula tanpa menyatakan sebab-sebab perubahan pendiriannya itu.

3.Pengasas Aurad Muhammadiah, Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi, dikatakan tidak mati pada hal jasadnya diakui telah dikebumikan di Simpang Lima, Kelang. Pusara yang dijaga dengan baik itu juga diakui sebagai pusara beliau. Kenyataan ini dianggap berlawanan dengan hakikat kejadian setiap makhluk yang pasti akan mati apabila sampai masanya. Orang yang sudah mati juga tidak akan bangun kembali menjadi Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu itu.
Al-Arqam mengakui mereka meyakini Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu masih hidup dan bakal menjadi Imam Mahdi. Pusat Islam seperti tidak faham, atau buat-buat tidak faham, atau memang tidak faham-faham, atau tidak mahu faham dengan penggunaan ayat masih hidup atau belum mati, kerana Pusat Islam sentiasa sahaja menggunakan ayat tidak mati dalam setiap tuduhannya. Lalu daripada situ mereka berkata Al-Arqam berakidah salah kerana menganggap seseorang itu tidak mati, seperti tidak matinya Tuhan. Al-Arqam juga mengakui bahawa seseorang yang sudah mati tidak akan dapat bangun lagi, lalu menjadi Imam Mahdi kerana yang telah mati tetaplah mati, memang tidak akan bangun lagi melainkan pada hari kiamat kelak. Bagaimana kesilapan pemahaman sebesar ini boleh berlaku sedangkan matinya makhluk ini adalah soal akidah yang terpokok? Lagipun diakui bahawa Imam Mahdi itu bertaraf wali, maka mungkin sahaja umurnya Allah panjangkan lebih daripada manusia biasa, dighaibkan sementara dan kemudian nanti akan dimunculkan semula sebagai Imam Mahdi. Hal ini bagi para wali disebut sebagai karamah dan bagi para rasul disebut sebagai mukjizat. Kedua-duanya adalah perkara yang menyalahi adat kebiasaan, tetapi benar-benar berlaku. Orang-orang Al-Arqam tidak pernah menganggap bahawa Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu tidak akan mati, hanya dikatakan belum mati dan masih hidup. Itu sahaja. Apabila sampai umurnya kelak, Imam Mahdi itu tetap akan mati juga, sama seperti matinya orang lain.

4.Lafaz syahadah di dalam Aurad Muhammadiah dikatakan telah diubah dengan ditambah nama-nama khalifah yang berempat dan juga Muhammad al-Mahdi. Syahadah tidak boleh ditambah, dikurangi atau diubah. Perbuatan demikian dihukumkan bidaah dan sesat, boleh mengelirukan orang ramai. Perbuatan menganggap ada lagi khalifah Rasulullah selain daripada khalifah yang berempat adalah menyalahi syarak dan bertentangan dengan hadis. Jika ada pun khalifah yang boleh dimasukkan sebagai Khalifah Rasulullah, hanyalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz sahaja.
Menurut Al-Arqam, kalimah syahadat itu tidak ditambah atau dikurang atau diubah. Kalimah syahadat itu tetap seperti asalnya. Ayat-ayat berikutnya bukan lagi merupakan syahadah kerana tidak ada perkataan Asyhadu lagi di hadapannya. Bacaan ini pun sebenarnya bukanlah syahadah, tetapi hanyalah salah satu wirid di dalam Aurad Muhammadiah. Namanya sahaja pun sudah Aurad, bukannya Syahadah. Pusat Islam silap besar dalam pemahamannya kerana mengatakan bacaan ini sebagai syahadah. Ekoran itu timbullah tuduhan dan implikasi yang sengaja direka-reka untuk mengelirukan lagi orang ramai. Bacaan-bacaan Aurad ini tidak sepatutnya mengelirukan orang ramai kerana Aurad ini bukannya boleh disebarkan sesuka hati kepada orang ramai. Hanya orang-orang yang telah mendapat ijazah khusus dari khalifah Aurad ini sahaja yang boleh mengamalkannya. Selepas syahadah itu, ayat berikutnya hanyalah memuji para khalifah Rasulullah SAW yang berempat. Tuduhan ini menampakkan betapa dangkalnya ilmu dan kurangnya kefahaman Pusat Islam (atau sengaja buat-buat tidak faham) terhadap masalah yang dihadapinya. Lafaz syahadah juga sebenarnya boleh ditambah dan dikurang menurut keperluan masa dan tempat. Hal ini biasa dilakukan di mana-mana pun sejak dahulu lagi, terutama dalam khutbah Jumaat dan doa selepas berwuduk.
Dan Imam Mahdi yang dikatakan sebagai khalifah Rasulullah SAW itu bukanlah dakwaan kosong, tetapi telah disebutkan sendiri oleh baginda SAW dalam beberapa buah hadis. Lihatlah hadis-hadisnya pada bahagian-bahagian berikut di dalam buku ini. Kalau Pusat Islam benar-benar mahu memarahi Al-Arqam kerana mengakui Imam Mahdi sebagai khalifah Rasulullah SAW, maka marahlah Rasulullah SAW kerana baginda sendiri yang menyebutkan demikian. Janganlah marahkan Al-Arqam kerana mereka hanya mengikut apa yang Rasulullah SAW sabdakan, bukannya pandai-pandai mereka sendiri. Rasulullah SAW pun tidak pernah menyatakan secara muktamad bahawa khalifah baginda hanya ada empat orang, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Jika ada hadis yang demikian, maka salahlah orang-orang Al-Arqam dan betullah Pusat Islam. Lagi pun alasan mereka yang menyatakan bahawa kalau ada orang lain yang boleh dimasukkan sebagai khalifah Rasulullah SAW, orang itu adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak orang lain. Alasan Pusat Islam ini sebenarnya memakan diri sendiri, kerana alasan mereka itu adalah alasan yang diberikan oleh para ulama sahaja, sedangkan penunjukan Imam Mahdi sebagai khalifah Rasulullah SAW dibuat oleh baginda SAW sendiri. Mana satu pendapat yang patut kita dahulukan, pendapat ulama atau sabda Nabi kita? Fikirlah sendiri akan jawapannya. Lagi pun, selain Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ramai ulama yang memasukkan pemerintahan Sayidina al-Hasan bin Ali RA yang enam bulan itu sebagai sebahagian daripada Khulafa ur-Rasyidin. Tapi Pusat Islam tidak pernah komen pun? Takkan tak pernah jumpa, kot?

5.Amalan Aurad Muhammadiah telah diajar oleh Rasulullah SAW kepada pengasas Aurad itu di dalam Kaabah, ketika beliau dalam keadaan jaga dan sedar. Kenyataan ini dianggap salah kerana kesannya ialah bahawa Nabi Muhammad SAW itu masih hidup.
Al-Arqam tidak pernah mengatakan bahawa Rasulullah SAW itu masih hidup. Rasulullah SAW tetaplah sudah wafat sejak lebih seribu empat ratus tahun dahulu. Semua orang bersepakat mengenai kewafatannya. Yang ditemui oleh Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu adalah roh Rasulullah SAW. Roh Rasulullah tetap boleh ditemui oleh orang-orang tertentu sama ada melalui mimpi atau secara jaga, dari semasa ke semasa, lazimnya orang-orang yang bertaraf ulama sejati atau wali-wali, sama ada sekali atau berkali-kali. Dalam peristiwa Israk, Rasulullah SAW bersembahyang mengimamkan nabi-nabi dan rasul-rasul, yang semuanya telah wafat di Masjidil Aqsa di Baitulmaqdis. Dan yang Rasulullah SAW temui dalam peristiwa itu adalah roh mereka, kerana mereka itu kita ketahui telah sedia wafat sejak ratusan malah ribuan tahun yang lalu.
Dalam peristiwa Mikraj pula, Rasulullah SAW menemui lagi mereka ini pada setiap lapisan langit, baginda SAW memberi salam dan mereka menjawab salam itu. Sempat pula bertanya khabar, malah Nabi Musa AS yang telah lama arwah itu sempat menangis di hadapan baginda SAW. Nabi Ibrahim AS duduk bersandar di atas kerusi kemegahannya, sedangkan beliau telah lama mati. Sempat pula diajarnya baginda SAW zikir untuk diamalkan oleh umat Islam seluruhnya. Malah sembahyang yang lima waktu ini, sebenarnya berjumlah lima puluh kali. Atas nasihat Nabi Musa AS yang telah lama arwah itu, baginda SAW memohon agar dikurangkan jumlahnya sehingga akhirnya menjadi lima waktu sahaja seperti yang ada pada hari ini. Apakah dengan cerita Israk dan Mikraj ini, Pusat Islam menganggap Rasulullah SAW bersalah besar kerana kesannya ialah bahawa rasul-rasul itu semuanya masih hidup?

6.Kenyataan bahawa Aurad Muhammadiah itu diajar oleh Nabi SAW kepada Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi setelah Rasulullah SAW wafat, membawa pengertian bahawa masih ada syariat Nabi SAW yang boleh disampaikan sesudah Rasulullah SAW wafat. Kepercayaan seperti ini amat mengelirukan kerana kesannya ialah wahyu dan hadis masih boleh disampaikan oleh Nabi SAW sedangkan baginda telah lama wafat. Sesudah baginda SAW wafat, tidak ada lagi nabi atau rasul baru, tidak ada wahyu atau hadis lain, atau syariat lain.
Keterangan Pusat Islam ini menampakkan kejahilan dalaman mereka sendiri. Kalau Rasulullah SAW boleh menerima ijazah wirid daripada Nabi Ibrahim AS dalam peristiwa Mikraj, apakah Rasulullah SAW yang lebih tinggi kedudukannya daripada Nabi Ibrahim AS tidak boleh memberikan ijazah wirid kepada umatnya sendiri? Lagipun, Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu dipercayai dan diyakini bertaraf wali besar, maka layaklah beliau mendapat kelebihan bertemu dengan baginda SAW secara jaga dan menerima wirid khas untuk diamalkan olehnya dan oleh pengikut-pengikutnya. Jika Wali Songo boleh bertemu secara jaga dengan baginda SAW di Kaabah, menerima wirid dan mendapat sebuah geriba sebagai buah tangan tidak pun dikatakan bersalah, apakah Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi yang hanya menerima ijazah wirid itu dapat pula dikatakan bersalah? Lagipun mana ada syariat baru yang dibawa oleh Syeikh as-Suhaimi. Apakah yang semata-mata wirid itu pun mahu dianggap sebagai syariat juga?
Dato Mufti Brunei menjelaskan dengan tegas bahawa ‘Adapun syariat mengenai hukum halal dan haram telah tertutup dengan terhentinya wahyu dan sesudah wafatnya Rasulullah SAW.’ Dato Mufti Brunei itu adalah salah seorang anak murid beliau juga, tidak pernah beliau mendapati gurunya itu bersalah. Lagipun, Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi itu adalah jelas datang dari anak cucu keturunan baginda SAW sendiri, apalah salahnya seorang datuk menziarahi cucu-cicitnya yang masih hidup, sekalipun dia sendiri sudah lama meninggal dunia.

Berdasarkan alasan-alasan syar’ie yang diberikan oleh Pusat Islam di dalam buku terbitannya, khusus mengenai kesesatan akidah Al-Arqam, nyatalah alasan-alasan tersebut adalah hujah-hujah lama yang pernah diberikan oleh Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab dan Ibnu Khaldun. Tidak alasan dan hujah baru yang mereka buat. Pendek kata, hujah yang diberi adalah hujah orang yang menentang konsep tasawuf dan keramat wali-wali, termasuk Imam Mahdi. Hujah dan alasan Pusat Islam itu jika diteliti benar-benar, amatlah lemahnya dan langsung tidak dapat digunakan apatah lagi dalam soal-soal penting begini, yang melibatkan akidah (kata Pusat Islam sendiri). Al-Arqam pula membawakan hujah yang diberi oleh para ulama terkemuka sepanjang zaman, yang semuanya mengamalkan tasawuf dan bertaraf wali serta mempercayai kemunculan Imam Mahdi. Boleh dicari dengan mudah di dalam kitab-kitab besar.

Pertembungan pendapat seperti ini sebenarnya tidak menguntungkan mana-mana pihak pun, kerana itu hanyalah memanjangkan sengketa yang telah sedia wujud sejak dahulu mengenai Imam Mahdi. Masalah perselisihan umat Islam mengenai konsep Imam Mahdi tetap tidak selesai juga. Pusat Islam juga dilihat tidak berminat menyatukan pandangan seluruh umat dalam masalah ini. Mereka dilihat lebih berselera menyerang dan menghentam Al-Arqam sahaja. Dan dari satu segi, sengketa ini menampakkan kekurangan-kekurangan yang nyata pada pihak Pusat Islam, baik dari segi keprihatinannya terhadap permasalahan umat Islam, keupayaannya menghapuskan kegiatan ajaran sesat, ketegasannya menghadapi sesuatu situasi, dan paling penting telah menghapuskan wibawanya sendiri pada mata umum. Mereka dilihat kalah besar dalam menang yang kecil. Menang tetapi kalah. Berjaya tetapi tidak diraikan kejayaannya. Menang tanpa berlawan, atau menang setelah lawannya diikat kaki tangan dan ditutup matanya, kemudian dihentam habis-habisan. Hanya pengadil kayu sahaja yang akan mengisytiharkan Pusat Islam sebagai pemenang.

Apa pun, Al-Arqam berjaya juga dikuburkan, pergerakan itu dibubarkan, pemimpin-pemimpin kanannya satu demi satu ditahan di bawah ISA dan perkampungan Islam mereka keseluruhannya disita, semuanya pada sekitar akhir tahun 1994 dan diikuti oleh gerakan kali kedua pada 1996. Namun satu perkara yang seolah-olah dilupakan orang ialah pertubuhan Al-Arqam tidak dibubarkan oleh Pusat Islam, atau Kementerian Dalam Negeri, atau Pendaftar Pertubuhan, atau oleh Perdana Menteri, atau oleh Majlis Fatwa Kebangsaan, atau sesiapa sahaja. Al-Arqam sebenarnya dibubarkan oleh pemimpin tertingginya sendiri iaitu Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad, yang sekitar awal tahun-tahun 1990-an mula menggunakan panggilan lengkapnya Abuya Syeikh Imam Ashaari bin Muhammad At-Tamimi. Jelaslah, bahawa Al-Arqam dihapuskan akibat dosa-dosa ahlinya yang banyak dan kelemahan yang nyata, bukan kerana gagahnya Pusat Islam dan pasukan upahannya. Pergerakan yang hakiki sekali-kali tidak akan dapat dikalahkan oleh musuh zahir mereka. Itu adalah janji Allah dan rasul-Nya. Ingat, Dia adalah Maha Teguh pada janji-janji-Nya.

Inilah persoalan sebenar yang tidak dinampak oleh kebanyakan orang termasuk kalangan pejuang-pejuang Al-Arqam sendiri. Pejuang Islam tulen tidak boleh punya banyak dosa, nescaya mereka akan tertinggal di belakang, malah akan lebih teruk lagi perangainya daripada orang-orang awam biasa, selepas itu. Pejuang Islam tulen adalah orang-orang yang suci zahir dan batinnya. Akibatnya, mana-mana yang tidak berapa faham akan perjuangan sebenar mereka, mahu tidak mahu pasti terkeluar daripada saf perjuangan sebenar, sama ada sebelum pembubaran Al-Arqam, atau pada peringkat awal pembubaran Al-Arqam itu, mahupun setelah beberapa lama masa berlalu.

Peristiwa pengharaman Al-Arqam dengan isu Imam Mahdinya yang berbangsa Jawa-Arab itu sebenarnya membuka mata ramai bahawa Imam Mahdi itu kelak adalah orang Melayu juga, dan bangsa inilah yang akan menguasai seluruh dunia dengan kekuatan Islam yang mereka punyai. Kekuatan Islam itu kini sebenarnya sudah berada dalam jiwa sanubari umat Melayu. Hanya kerana tiada lagi pemimpin Islam sejati yang dapat menonjolkannya, maka kekuatan dalaman itu masih tetap terpendam di dalam jiwa umat Melayu. Dan masa untuk kekuatan  dalaman itu meletus sudah amat hampirnya kini. Dalam peristiwa pengharaman Al-Arqam ini, yang paling beruntung adalah bakal Imam Mahdi itu sendiri, kerana mendapat publisiti percuma dan cukup meluas daripada pihak akhbar dan pihak berkuasa Malaysia. Ustaz Haji Ashaari sendiri turut mendapat publisiti yang meluas dan lama, walaupun terpaksa menderita sebentar di dalam tahanan ISA, yang sisa-sisa kesakitannya masih lagi terasa hingga kini.

Peristiwa pahit dan paling hitam dalam sejarah umat Islam di Malaysia yang berkaitan dengan Imam Mahdi ini patut menjadi iktibar paling berguna kepada kita semua. Jangan menggunakan isu agama untuk membunuh agama. Sungguhpun Al-Arqam berjaya dihapuskan di Malaysia, yang sebenarnya mereka hapuskan itu hanyalah jemaah zahirnya sahaja. Al-Arqam adalah jemaah zahir, sedangkan jemaah hakikinya ialah Jemaah Aurad Muhammadiah. Jemaah hakiki ini tetap tidak berjaya dihapuskan atau diharamkan. Tidak ada alasan yang kukuh yang berjaya dibawa untuk mengharamkan Aurad berkenaan. Maka hingga ke hari ini, Aurad Muhammadiah ini telah berkembang dan semakin berkembang, sesuai menurut keadaan semasa, kerana ini adalah zaman untuk Aurad itu berkuasa.

Yang paling malang bagi Pusat Islam ialah mereka hanya mampu berkokok di dalam rebannya sendiri. Benar, mereka hanya berjaya menghapuskan Al-Arqam di Malaysia sahaja, sedangkan Al-Arqam di luar negara telah begitu kukuh, hingga tidak terjejas walau sedikit pun. Di luar negara, logo Al-Arqam masih digunakan hingga ke hari ini, Aurad Muhammadiah tetap mereka amalkan secara bebas di kalangan mereka, mereka teruskan aktiviti-aktiviti perekonomian dan kemasyarakatan secara terbuka seperti dahulu juga, memakai pakaian yang sama seperti dahulu juga dan segala-galanya seperti biasa, malah kini semakin diperkemaskan lagi. Pusat Islam gagal mengharamkan Al-Arqam di luar negara. Tidak payah jauh-jauh, di Singapura sahaja logo Al-Arqam masih bebas terpampang di sana-sini. Di Indonesia, Jemaah Al-Arqam cukup berpengaruh di kalangan rakyat, perekonomiannya cukup meluas, program kemasyarakatannya meliputi, malah mereka bebas keluar masuk ke Istana Presiden. Begitu juga di Thailand, China dan kawasan-kawasan di sekitar Khurasan. Al-Arqam juga sudah bertapak lama di Tanah Arab. Semuanya ini tidak terharamkan oleh Pusat Islam yang hanya mampu melihat dari jauh sahaja, kerana di luar bidang kuasanya.

Yang lebih malang lagi, Pusat Islam sendiri dilihat tidak mempunyai satu bentuk pendirian yang muktamad terhadap isu Imam Mahdi ini, ketika badan itu sibuk memerangi Imam Mahdi Al-Arqam. Berdasarkan laporan-laporan akhbar dan media elektronik, nyata Pusat Islam sendiri bercelaru pendiriannya terhadap Imam Mahdi. Ada kalangan ahli panelnya menolak terus konsep Imam Mahdi dan menolak terus hadis-hadis mengenainya. Ada pula yang menerima konsep Imam Mahdi tetapi menolak pendapat bahawa Imam Mahdi itu berbangsa Melayu, walaupun campuran Arab-Melayu. Ada yang menerima konsep Imam Mahdi tetapi menolak terus konsep Pemuda Bani Tamim. Ada pula yang menerima konsep Pemuda Bani Tamim tetapi menolak pendapat bahawa Pemuda Bani Tamim itu dari Malaysia, yakni menolak pendapat bahawa Pemuda Bani Tamim itu adalah Ustaz Haji Ashaari Muhammad. Pusat Islam sendiri terpaksa berhempas pulas menentang Al-Arqam yang keseorangan itu, walaupun setelah mendapat bantuan penuh pelbagai pihak yang memberikannya bantuan. Dan, Pusat Islam sehingga ke hari ini masih lagi gagal menjelaskan pendirian muktamadnya terhadap konsep Imam Mahdi itu sendiri.

Namun, oleh kerana penolakan Pusat Islam itu sendiri tidak didasarkan kepada dalil dan hujah yang qat’ie, maka sesiapa pun tidak boleh dipaksa menerima atau menolak pendapat mereka itu. Pendapat mereka itu kekal sebagai suatu pendapat sahaja, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada walau sebuah hadis pun yang dapat dikemukakan untuk menolak pendapat dan ijtihad yang telah dikeluarkan oleh Al-Arqam itu. Mana dia hadis yang dapat digunakan untuk menolak segala perkara yang telah ditimbulkan oleh Al-Arqam itu? Mana dalil yang dapat digunakan oleh mereka untuk mengharamkan segala pendapat Al-Arqam? Pendapat lawan pendapat, bolehkah diharamkan salah satunya? Hukum dan kaedah mana yang diguna pakai oleh Pusat Islam? Jika dinilai baik-baik dan teliti antara kedua-dua pendapat itu, pendapat siapakah yang lebih berwibawa dan konsisten untuk dianggap sebagai lebih benar? Walau apa pun, kita sebagai orang awam patut mengikut sahaja apa yang telah diputus dan ditetapkan oleh Majlis Fatwa Kebangsaan yang telah menetapkan bahawa Al-Arqam patut diharamkan.

Kita tidak bermaksud untuk mengungkit kembali apa yang telah berlaku dan telah diputuskan hukumnya oleh Majlis Fatwa Kebangsaan itu. Dan kita juga tidak bermaksud untuk membuka kelemahan dan kesilapan yang telah dilakukan oleh Pusat Islam itu. Tidak juga bermaksud mahu mencabar keputusan muktamad yang telah dibuat oleh Pusat Islam itu. Pengharaman Al-Arqam sebenarnya membawa rahmat dan kebaikan yang sangat banyak, yang tidak ternilai harganya kepada seluruh anggota perjuangan Islam. Sungguh, pengharaman Al-Arqam membawa lebih banyak rahmat dan kebaikan daripada kerugiannya, terutama kepada ahli-ahli perjuangan yang komited. Hal ini amatlah diakui sendiri oleh bekas-bekas ahli Al-Arqam. Hanya jauhari yang kenal manikam. Kalaulah Al-Arqam tidak diharamkan pada suatu ketika dahulu, sudah tentu mereka tidak akan menjadi seperti apa yang berlaku pada hari ini.

Pertubuhan Al-Arqam sangat patut diharamkan dan seterusnya dihapuskan terus dari atas bumi Malaysia ini. Ini dikeranakan tugas dan peranannya sudah selesai. Tidak ada gunanya menyimpan sesuatu yang tidak sesuai digunakan lagi. Ibarat orang yang membuka tanah baru, peringkat awal membongkar tanah dan menerangnya dari hutan rimba sudah selesai. Maka alat yang digunakan untuk menerang hutan itu tadi sudah tidak sesuai lagi jika digunakan untuk tujuan menggembur tanah, menanam benih dan membuat parit. Mustahil kapak penebang dan gergaji mesin boleh digunakan lagi untuk tujuan membuat parit dan menggembur tanah.

 Pastilah alat lain yang lebih sesuai pula digunakan. Kapak dan gergaji perlu disimpan sahaja di dalam rumah. Begitulah juga dengan Al-Arqam yang digunakan untuk menebang dan menerang perdu-perdu jahiliyah sehingga tanah yang hendak digunakan sudah terang dan rata. Apabila peringkat kedua iaitu menggembur tanah, menanam benih dan membuat parit, maka Al-Arqam tidak diperlukan lagi. Simpan sahaja. Buang terus pun tidak mengapa.

Perbuatan beberapa orang bekas ahli Al-Arqam yang cuba menghidupkan semula Al-Arqam memang patut ditentang oleh setiap orang, terutamanya Pusat Islam, kerana perbuatan sedemikian adalah perbuatan orang yang buta perjuangan. Mustahillah dalam era begini, Al-Arqam masih boleh digunakan lagi. Al-Arqam adalah benda lama yang sudah tidak relevan lagi jika cuba dihidupkan oleh sesiapa pun. Jika dihidupkan juga, maka mereka yang menghidupkannya adalah orang-orang yang asas perjuangannya sudah begitu ketinggalan jauh ke belakang, sedangkan orang lain sudah amat jauh terkehadapan.

 Jika dihidupkan sekali pun, jemaah itu tidak akan mampu membawa apa-apa yang bererti kepada masyarakat Islam, malah akan lebih merosakkan lagi nama jemaah Al-Arqam itu sendiri kerana ketidaksesuaiannya dengan peredaran zaman. Pejuang sejati adalah orang yang sangat peka terhadap setiap perubahan yang berlaku pada zamannya dan dia akan terlebih dahulu berubah sebelum zaman itu menerima sebarang perubahan. Barulah pejuang kebenaran itu dikatakan sebagai mendahului zamannya, bukannya sekadar mengekor zaman. Yang suka mengekor tidak boleh menjadi pemimpin umat ini dalam erti kata yang sebenarnya. Atau lebih ringkas disebut sebagai pemimpin sejati.

Hal ini perlu difahami betul-betul kerana pada peringkat kedua dan ketiga kebangkitan semula Islam, para pendukung perjuangannya tidak boleh lagi duduk di kampung-kampung, beruzlah daripada pandangan masyarakat umum. Mereka kini harus berada di bandar-bandar dan kota, mampu mendirikan bandar-bandar Islam dan bukannya lagi mendirikan perkampungan-perkampungan Islam seperti dahulu. Al-Arqam tidak lagi relevan dengan era 2000 Masihi ini kerana Al-Arqam lebih bersifat kekampungan, bukannya berimejkan kota Islam. Insya-Allah tidak lama lagi kita akan sibuk pula mendirikan negara Islam, seterusnya sibuk pula mendirikan rantau Islam dan seterusnya dunia Islam atau jagat raya Islam. Semua ini bukannya impian kosong,  sebab sudah disebutkan oleh hadis-hadis yang mulia.

Berbalik kepada soal asal. Dari mana Ustaz Haji Ashaari Muhammad mendapat maklumat mengenai syeikh tarekatnya itu bakal muncul sebagai Imam Mahdi? Salah satu sumber zahirnya adalah bersandarkan kepada kenyataan yang dibuat oleh Al-Fadhil Ustaz Muhammad Taha Suhaimi, cucu kepada Sayidi Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi, seperti yang tersiar dalam akhbar Sunday Times, Singapura, pada 13 Julai 1986. Ketika itu, tidak timbul langsung apa-apa dakwaan daripada Pusat Islam bahawa Ustaz Muhammad Taha Suhaimi telah sesat dan bidaah kerana mengaku datuknya bakal Imam Mahdi. Tetapi apabila perkara yang sama disebut oleh Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad, iaitu mengulang sahaja pendapat Ustaz Muhammad Taha Suhaimi, Pusat Islam mengambil tindakan yang sangat agresif, seolah-olah singa kelaparan yang baru dikejutkan dari tidurnya oleh seekor mangsa.

Menurut Mustaffa Suhaimi, terdapat enam alasan utama mengapa cucu pengasas Aurad Muhammadiah itu iaitu Ustaz Taha Suhaimi membuat dakwaan demikian terhadap datuknya itu yang antaranya adalah;

1.Pengakuan itu sebenarnya adalah lanjutan daripada pendedahan-pendedahan lain yang telah dibuat di dalam buku Manaqib Syeikh Muhammad as-Suhaimi. Buku manaqib ini, yang ditulis dalam bahasa Jawa, seperti juga buku-buku manaqib syeikh tarekat yang lain, tidak dimaksudkan untuk sebaran umum. Sebarannya memang dihadkan kepada para pengikut dan pengamal Aurad Muhammadiah sahaja. Orang luar memang tidak perlu tahu dan tidak perlu ambil tahu akan isi kandungannya, apa lagi mempertikaikannya.
Maknanya pendedahan ini adalah sambungan daripada pendedahan yang pernah dibuat oleh bapanya sendiri. Pendedahan di dalam manaqib itu dibuat oleh anak pengasas Aurad, Ustaz Muhammad Fadhlullah Suhaimi dengan tujuan khusus untuk memperkuatkan bukti bahawa Aurad Muhammadiah itu adalah tarekat yang sah dan berasal daripada Rasulullah SAW sendiri. Tujuannya yang lain adalah untuk memberitahu para pengikut bahawa syeikh tarekat mereka telah diberi nikmat karamah yang besar oleh Allah. Dengan ini, mereka akan bertambah giat lagi beramal dengan wirid-wirid tarekat mereka itu. Hal seperti ini sudah biasa dilakukan oleh mana-mana tarekat pun, sejak dulu-dulu lagi.

2.Pendedahan itu asalnya bertujuan khusus untuk para pengikut dan pengamal Aurad sahaja, dengan tujuan meyakinkan lagi mereka bahawa Aurad yang mereka amalkan itu adalah Aurad tarekat yang benar. Tidak timbul soal orang luar ambil peduli atau tidak, percaya atau tidak, tahu atau tidak. Memang setiap pendedahan mengenai syeikh tarekat adalah khusus untuk kegunaan dalaman sahaja, tidak untuk tatapan umum, apatah lagi untuk tujuan disensasikan dalam mana-mana penerbitan. Lagi pun, pengikut dan pengamal Aurad itu semakin bertambah dan meliputi kawasan yang jauh-jauh. Pengamal Aurad ini semakin banyak terdapat di Singapura, Johor, Tanah Jawa dan Sumatera. Pendedahan terhadap datuknya ini dirasakan perlu dan dibolehkan dalam keadaan yang kukuh seperti ini.

3.Menentukan siapa dia Imam Mahdi itu secara khusus sebelum munculnya, hukumnya adalah harus dan tidak merosakkan akidah. Ini memandangkan bahawa soal ini adalah soal yang khilafiah sahaja. Atas dasar itu, beliau mengumumkan kepada para pengamal khususnya dan orang ramai amnya bahawa datuknya itu adalah bakal Imam Mahdi yang akan muncul tidak lama lagi. Ini berdasarkan beberapa isyarat dalaman yang beliau terima dan hanya beliau yang lebih memahaminya, berkat daripada Aurad yang beliau amalkan sejak dahulu lagi. Beliau yakin bahawa ijtihadnya itu adalah benar, dan mendapat pahala kerana beliau yakin beliau sudah mendapat ilmu yang mencukupi dan mencapai tahap mampu mengeluarkan ijtihadnya sendiri, khusus dalam soal Imam Mahdi ini sahaja.

4.Pengakuan itu tidak dibuat oleh pengasas Aurad Muhammadiah itu sendiri, juga tidak timbul dari pengaruh nafsu, tidak juga timbul dari khayalan cucu pengasas Aurad itu, tidak juga dengan tujuan duniawi. Pengakuan itu dibuat berdasarkan fakta dan sumber-sumber yang meyakinkan akan kebenaran pengakuannya itu. Tidak berlaku sebarang kesilapan fahaman antara ucapan beliau dengan apa yang dicatat oleh wartawan yang melaporkan berita itu. Beliau sendiri pun bertanggungjawab penuh terhadap pengakuannya mengenai diri datuknya itu. Sebelum pengakuan ini dibuat, beliau sudah mengkajinya sungguh-sungguh dan mendapatkan segala maklumat yang diperlukan dari orang-orang salih yang masih hidup lagi, kini sudah berumur lanjut yang pernah berjumpa sendiri dengan datuknya itu.

5.Pengakuan ini adalah suatu ijtihad, yang jika betul akan mendapat dua pahala dan jika salah tetap mendapat satu pahala. Oleh kerana konsep Imam Mahdi sendiri adalah ikhtilaf dan furuk dalam Islam, maka tidaklah salah jika beliau berijtihad mengenainya. Sama ada ijtihadnya itu benar atau salah, tidaklah sampai menjejaskan akidah sebagai seorang Islam sejati. Orang-orang Islam awam pun tidak akan terjejas apa-apa dalam hal ini, sama ada mahu percaya atau tidak, yang terbaca berita itu atau tidak. Beliau pun tidak pernah memaksakan kepercayaannya ini kepada sesiapa pun dari kalangan orang awam.

6.Pengakuan itu dibuat bukan bermotif politik kerana beliau dikenali sebagai seorang yang tidak pernah memasuki mana-mana parti politik di Singapura sehingga ke akhir hayatnya. Beliau lebih dikenali sebagai seorang guru agama yang gigih dalam usaha dakwahnya dan ini meyakinkan lagi kita bahawa beliau tidak mempunyai sebarang kepentingan atas pengakuannya mengenai diri datuknya itu. Beliau menyebutkan hal itu untuk hebahan di kalangan para pengamal Aurad berkenaan di Singapura sendiri khususnya dan di selatan Semenanjung Malaysia amnya.

Dan menurut Ustaz Taha Suhaimi sendiri berdasarkan pandangannya sebagai orang yang berkecuali, asas pengharaman terhadap Al-Arqam itu dikatakan berpunca dari unsur-unsur luar yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Al-Arqam. Jika ada pun, tidaklah begitu kuat untuk sampai membolehkan Al-Arqam diharamkan. Jelasnya, Al-Arqam itu sendiri dijadikan kambing hitam untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Beberapa alasan dan tuduhan sengaja dicari-cari dan digembar-gemburkan kepada umum untuk membolehkan mereka mengharamkan terus Al-Arqam. Betul atau tidak, cerita lain. Antara alasan yang sering digunakan oleh mereka adalah:

1.Persoalan yaqazah. Orang ramai memang tidak faham apa itu yaqazah, boleh atau tidak berlakunya, siapa dan di mana, serta bagaimana bentuk berlakunya. Orang yang telah mati mustahil bangun semula.

2.Bertemu dan bercakap-cakap dengan Rasulullah SAW dan Imam Mahdi. Hal ini menyalahi syariat bagi Pusat Islam kerana Rasulullah SAW sudah lama wafat dan mustahil dapat ditemui, apatah lagi berbual-bual dengannya.

3.Ajaran yang tidak Islamik atau didakwa membawa ajaran baru. Walaupun persoalan ini agak sensitif, tetap juga dikemukakan dengan beberapa pembetulan dari semasa ke semasa.

4.Mahu mengambil alih pentadbiran Pusat Islam. Inilah punca sebenar mengapa Al-Arqam diserang habis-habisan oleh pegawai-pegawai tertinggi Pusat Islam dan kerajaan.

5.Pakaian yang tidak mencerminkan identiti bangsa Melayu kerana mengambil bentuk pakaian dari negara Arab yang sudah pasti iklimnya jauh berbeza daripada iklim kita di Malaysia ini dan tidak sesuai dengan suasana masyarakat Malaysia yang majmuk.

6.Mengeksploitasi wanita untuk tujuan seks. Hujah paling kuat adalah penghambaan seks dan nikah cerai secara sesuka hati sahaja. Orang Al-Arqam dituduh suka kahwin banyak atau beristeri ramai.

7.Melarikan anak orang. Al-Arqam dituduh melarikan beberapa anak orang, kemudian melakukan kaedah torture terhadap mereka yang dilarikan itu supaya mengikut jemaah mereka.

8.Mahu mengambil alih pemerintahan Malaysia daripada Perdana Menteri Malaysia sekarang. Inilah salah satu alasan utama yang mereka buat untuk mengharamkan Al-Arqam.
9.Mengancam keselamatan. Keselamatan siapa? Sehingga ke saat akhir Al-Arqam diharamkan, tidak seorang pun daripada mereka yang mengangkat senjata menyerang polis, menteri atau orang ramai.

10.Menubuhkan Tentera Badar yang kononnya berpusat di Bangkok. Sehingga ke hari ini, Pusat Islam masih gagal menunjukkan sebarang bukti terhadap tuduhan lisan mereka itu, sedangkan mereka sebelum itu katanya ada bukti kukuh terhadap apa yang mereka dakwakan itu.

11.Al-Arqam mengamalkan amalan Silat Sunda yang menyalahi akidah kerana amalan menyeru roh sebelum boleh bersilat. Sebenarnya orang-orang Al-Arqam tidak pernah mengamalkan Silat Sunda.

12.Corak perjuangan yang sudah berubah. Dahulu, katanya Al-Arqam bergerak sebagai badan dakwah dan setelah sekian lama, mereka sibuk menceritakan tentang Imam Mahdi pula.

13.Al-Arqam adalah sebuah pertubuhan yang tidak berdaftar dengan mana-mana pihak pun. Oleh itu, Al-Arqam perlu diharamkan terus atau terpaksa didaftarkan untuk menjadikannya halal.

14.Memperalatkan beberapa orang tokoh koperat dan pemimpin-pemimpin negara yang bergambar dengan mereka untuk menunjukkan bahawa mereka mendapat sokongan daripada golongan berkenaan.

15.Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad dikatakan mendakwa dirinya wali Allah. Ada pula berita yang mengatakan beliau mengaku dirinya sebagai nabi dan sebagainya.

16.Menarik seberapa ramai pelajar universiti yang sedang menuntut, terutama yang perempuan untuk menyertai jemaah Al-Arqam.

 Ada beberapa alasan lagi yang sering digunakan untuk mengharamkan Al-Arqam oleh Pusat Islam. Namun cukuplah dengan beberapa alasan yang diberikan di atas, kerana alasan-alasan yang di atas itulah yang paling sering digunakan untuk tatapan masyarakat umum.

 Dari segi kepentingan ahli-ahli politik Malaysia pula, pada masa itu, ada empat sebab utama dan segera yang menjadikan Ustaz Haji Ashaari Muhammad perlu dikekang pergerakannya, dakwahnya disekat, jemaahnya dihapuskan, imejnya dijatuhkan dan pengaruhnya cuba dimusnahkan.

1.Ditandai dengan ramalan paling kontroversi oleh Syed Hussein Alattas dalam buku politiknya Talqin Untuk Umno (Jun 1988). Ramalan oleh Syed Hussein inilah yang amat menggemparkan seluruh ahli politik Umno terutamanya, Barisan Nasional dan pihak pembangkang amnya. Umno pada ketika itu sedang menghadapi perpecahan yang amat serius dan hampir gagal dibendung oleh Presidennya sendiri. Ramalan oleh Syed Hussein ini bukanlah alang-alang dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Sama ada logik atau tidak, ramalannya tetap perlu diambil kira kerana setakat buku itu ditulis, sudah beberapa banyak ramalannya yang sebelum itu dikira tidak logik, telah benar-benar berlaku. Maka ramalan beliau kali ini, bahawa Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad bakal menjadi Perdana Menteri Malaysia yang kelima menyebabkan beberapa pihak panas punggung dan memikirkan secara serius cara-cara untuk menggagalkan ramalan tersebut. Dan Syed Hussein juga begitu serius dengan ramalannya kerana selepas buku Talqin Untuk Umno ini, beliau masih lagi mempertahankan ramalannya dalam sekurang-kurangnya sebuah buku politik yang ditulis selepas itu iaitu Memo Kepada Perdana Menteri (Februari 1992). Kerana itulah tindakan terhadap pemimpin Al-Arqam itu perlu ditangani secara begitu serius pula.

2.Jemaahnya semakin berkembang. Al-Arqam tidak dilihat sama dengan Pas, Abim, Tabligh atau jemaah-jemaah lain. Pas hanya mengandalkan tokoh-tokoh dan isu yang menjurus ke arah politik semata-mata. Sungguhpun mereka mendakwa memperjuangkan Islam, tidak ada jasa yang dilihat jelas dihasilkan oleh tangan-tangan mereka kepada rakyat yang benar-benar dapat dinikmati oleh rakyat selain mencaci pemimpin kerajaan, mengata orang itu dan ini, sambil mendakwa mereka lebih bijak bercakap dan berhujah daripada pihak lawan. Iman dan ilmu juga ditakuk lama, tiada perubahan kerana menyertai Pas. Abim pula lebih menumpukan perhatian kepada teori, seminar, forum, kertas kerja, universiti dan golongan kolar putih yang profesional. Rakyat biasa atau marhaen agak sukar untuk diterima menjadi ahli aktif atau memegang jawatan yang tinggi di dalamnya. Jika ada pun, boleh dibilang dengan jari. Jemaah Tabligh tidak berminat dengan politik, walaupun cara pendidikannya baik. Semuanya ini tidak merisaukan mana-mana pemimpin kerajaan pun. Al-Arqam jauh berbeza daripada semuanya itu, malah dengan kerajaan pun mereka jauh berbeza dari hampir semua sudut. Apa yang mereka buat, dalam apa bidang pun adalah sepuluh tahun lebih terkehadapan daripada jemaah-jemaah lain dan daripada kerajaan sendiri. Ini yang benar-benar merisaukan para pemimpin kerajaan. Lagipun perkembangan jemaah Al-Arqam yang mampu menjangkau hingga ke Khurasan, China, Timur Tengah, Amerika Syarikat dan Eropah adalah sesuatu yang tidak pernah terfikirkan oleh mana-mana pemimpin pun, malah tokoh koperat terbesar di Malaysia pun tidak mampu melakukan apa yang Al-Arqam telah lakukan.

3.Pengaruhnya semakin menular dan mengukuh di kalangan rakyat Malaysia. Al-Arqam baru berusia dua puluh lima tahun tetapi pengaruhnya sudah cukup besar, bukan sahaja di Malaysia malah menjangkau ke beberapa buah negara luar. Pengaruh mereka bukan sahaja di kalangan marhaen yang tinggal di kampung-kampung, malah pemimpin-pemimpin kanan kerajaan yang bertaraf menteri pun turut menyokong Al-Arqam. Bukan sahaja orang-orang miskin dan tidak berharta yang simpati dengan Al-Arqam, malah tokoh koperat juga amat simpati dengan mereka. Dakwah mereka tidak terhad di kota-kota besar seperti Kuala Lumpur dan Johor Baharu, malah mereka juga sentiasa pergi ke pedalaman Sabah dan Sarawak dengan perbelanjaan sendiri, menanggung segala susah payah. Mereka tidak setakat pergi ke universiti-universiti untuk berdakwah, malah pergi ke perkampungan-perkampungan Orang Asli di serata negeri di Semenanjung, Sabah dan Sarawak. Juga berdakwah kepada golongan-golongan terbiar seperti mak nyah, penagih dadah dan artis-astis yang sudah terlalu jauh hanyut. Mana dia parti politik atau badan dakwah lain yang sanggup berbuat seperti mereka?

4.Tawaran terbukanya untuk mengambil alih menguruskan Pusat Islam selama setahun. Tawaran terbuka oleh Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad ini dibuat melalui akhbar rasminya Al-Arqam dan turut disiarkan oleh Mingguan Islam. Menurut beliau, biarlah Pusat Islam ditabdir secara percuma oleh Al-Arqam selama setahun dan selepas itu, jika mereka gagal, pihak kerajaan bolehlah ambil semula pentadbirannya dan jika Al-Arqam berjaya menguruskannya dengan cemerlang, pihak kerajaan boleh memikirkan sama ada mahu diserahkan lagi pengurusannya kepada Al-Arqam atau mahu diambil semula. Tawaran terbuka ini rupa-rupanya disambut dengan segala macam serangan yang bertubi-tubi oleh Pusat Islam sendiri, sebagai menunjukkan yang mereka masih gagah, masih mampu buat kerja dan tidak sekoman yang didakwa oleh Al-Arqam itu.

Jelaslah, bahawa isu Imam Mahdi Al-Arqam ini adalah kambing hitam yang digunakan oleh Pusat Islam dan kerajaan Malaysia untuk menutup kelemahan mereka, menghapuskan pengaruh Ustaz Haji Ashaari bin Muhammad dan jemaah Al-Arqam yang dipimpin oleh beliau itu. Ada isu lain yang tidak didedahkan kepada umum. Itulah sejarah pelik Al-Arqam, yang kini sudahpun berkubur dan tinggal sebagai suatu bahan sejarah yang mempunyai berbagai-bagai rona. Pejuang-pejuang Islam tidak patut memperjuangkan alat atau wadah, tetapi sepatutnya memperjuangkan Islam itu sendiri atau mendukung kebenaran itu sendiri. Orang yang memperjuangkan alat, atau orang yang memperalatkan Islam dalam perjuangan mereka adalah golongan yang tertipu dan menipu.

Sekarang, isu Al-Arqam tidak patut ditimbulkan lagi dan tidak boleh ditimbulkan semula. Umpama orang yang telah lama mati, tidak akan hidup semula melainkan di akhirat kelak. Begitu jugalah dengan Al-Arqam. Perjuangan hari ini adalah untuk menegakkan Bandar Islam, bukan lagi Darul Arqam (Kampung Islam). Oleh itu, sekali lagi ditegaskan bahawa Al-Arqam sudah tidak sesuai dengan perkembangan Islam pada masa ini. Jemaah Al-Arqam yang berada di luar negara juga sudah mula menukar arah dan teknik perjuangan kepada bentuk baru ini dan meninggalkan imej lama mereka, biar pun mereka yang luar sana tidak diusik oleh pihak pemerintah di negara masing-masing. Perjuangan di bandar lebih membawa kesan kepada sesiapa sahaja kerana lazimnya pemikiran orang bandar lebih terbuka dan lebih mudah menerima perubahan. Orang bandar juga lebih berupaya menjadi peneraju manakala orang kampung pula lebih bersifat mengekor sahaja.

Kalau mendirikan sebuah perkampungan Islam sahaja sudah amat payahnya, inikan pula kalau hendak mendirikan sebuah bandar Islam, maka lebih-lebih lagilah payahnya. Kerana itulah jika ada mana-mana individu yang berupaya mendirikan sebuah bandar Islam tanpa menimbulkan sebarang masalah kepada masyarakat sekitarnya, maka orang itu bukanlah calang-calang pemimpin. Pastilah dia itu seorang yang pemikirannya cukup besar, strateginya cukup tersusun dan kepemimpinannya cukup berwibawa. Jika pada satu-satu masa ada orang yang mampu melakukan hal ini, maka tidak syak lagi orang itulah yang sepatutnya menjadi pemimpin seluruh umat manusia ini. Sebabnya, pada satu-satu masa, hanya seorang sahaja dari kalangan umat Islam ini yang Allah berikan keupayaan begini, tidak kepada mana-mana orang, biar sepandai dan sekaya mana pun orang itu. Pemuda Bani Tamim itu dilahir dan berjuang di Malaysia ini kerana rakyat Malaysia terdiri daripada pelbagai bangsa dan agama. Maka cabaran mendirikan sebuah bandar Islam di sini jauh lebih hebat daripada mendirikan sebuah bandar Islam di kalangan penduduk yang rata-rata beragama Islam.
0143 Sikap Umat Islam yang Sepatutnya
Umat Islam adalah umat yang paling pandai, berilmu tinggi, berfikiran matang, berfikiran jauh, berpandangan luas, berfikiran terbuka, tidak emosional, tidak terburu-buru, mudah dibawa berunding, akhlak yang terpuji, punya pendirian yang tetap, sikapnya lembut tidak mudah ditarik tegap tidak mudah digoyang, keyakinannya cukup tinggi dan ilmunya tidak boleh dijual beli. Mereka mempunyai al-Quran dan hadis untuk dipegang dan diikuti, mereka mempunyai Allah taala untuk ditaati, dicintai dan ditakuti, dan mempunyai Nabi Muhammad SAW untuk dipatuhi dan disayangi. Al-Quran sendiri menyuruh setiap umat Islam agar berlaku adil dalam semua perkara, banyak berfikir dan berakhlak mulia.

Mengenai masalah Imam Mahdi ini, sepatutnya setiap umat Islam, tanpa mengira mazhab dan pegangan, sama-sama mempunyai pendirian yang jelas, jitu dan alasan yang kukuh. Jangan terikut-ikut dengan sesuatu yang dirasakan sesuai dengan citarasa dan selera kita sahaja. Islam adalah agama yang sesuai untuk semua, bukan untuk kita seorang atau berdua sahaja. Setiap pendirian kita dalam sesuatu masalah sepatutnya berlandaskan ilmu yang hakiki, sesuai pula dengan suasana zaman yang kita hidup di dalamnya, sesuai pula dengan tahap ilmu dan pemikiran kita sendiri, sesuai dengan budaya masyarakat yang kita amalkan dan sesuai dengan pemimpin sejati pada zaman kita itu.

Sayangnya, umat Islam pada hari ini berpecah-pecah dan berbeza-beza pendapat dalam masalah khilafiah Imam Mahdi ini sejak sekian lama, akibat masing-masing tidak mahu mendengar hujah dan pendapat lawan, tidak mahu tunduk pada kebenaran, tidak mahu memikirkan hujah lawan dan sentiasa merasakan pendapatnyalah yang amat benar lagi betul. Hati umat Islam sudah terlalu jauh daripada Tuhannya, sehingga masing-masing sudah tidak merasakan yang mereka diperhatikan oleh Allah taala. Akibatnya, masalah yang asalnya cuma suku jengkal panjangnya, kini sudah menjadi lebih sedepa panjangnya. Malah akan terus-menerus menjadi beberapa depa lagi pada masa akan datang. Tiada jalan penyelesaian yang dapat dicari. Hanya hidayah Allah SWT sahaja yang dapat menyelamatkan kita dari terus-menerus berada dalam kegelapan perpecahan mengenai masalah ini.
0144 Sikap Para Ulama yang Sepatutnya
Sesiapa yang telah Allah SWT pilih dia menjadi sebagai seorang ulama, patutnya banyak-banyak bersyukur atas nikmat yang cukup besar itu, yang tidak diberikan-Nya kepada orang lain. Pemilihan mereka sebagai ulama itu disertakan sekali dengan satu tanggungjawab yang cukup besar dan berat yang perlu ditunaikan sepenuhnya. Maka kerana itu, mereka mempunyai tanggungjawab yang cukup besar, iaitu untuk menunaikan amanah sebagai ulama itu dengan penuh ikhlas, atau bersedia menerima azab neraka yang paling pedih jika amanah itu disia-siakan. Azab neraka untuk para ulama yang suk adalah jauh lebih dahsyat dan berat daripada azab yang diterima oleh seorang penzina, dan akan dicampakkan ke dalam neraka lima ratus tahun lebih awal daripada seorang penyembah berhala.

Para ulama adalah orang yang paling tahu selok-belok agama Islam di kalangan umat ini. Sikap ulama yang membisu daripada memperkatakan masalah ini secara terus terang dan berani, menyebabkan umat Islam menjadi berpecah belah dan bercanggah pendapat seperti yang dapat kita lihat pada hari ini. Ulama zaman dahulu berani dan tegas pendirian mereka, didasarkan hujah yang kukuh dan sukar dibantah lagi. Mereka amat bersikap terbuka dan sedia mendengar pendapat dari pelbagai pihak, sekali pun dari pihak yang lemah dan kecil, atau dari pihak yang sedia diketahui akan kesesatannya. Setiap pendapat itu mereka timbang dengan berhati-hati dan penuh teliti, sesuai dengan kedudukan mereka sebagai seorang ulama, bukan sekadar seorang sarjana dan cendekiawan semata-mata.

Pendapat mereka itu dibukukan untuk tatapan umat sezaman dan juga untuk panduan generasi kemudian. Mereka menjelaskan perkara yang hak sebagai hak, dan yang batil sebagai batil. Ilmu dan ijtihad mereka sesuai untuk umat Islam pada zaman mereka, walaupun kebanyakannya masih lagi boleh diguna pakai oleh umat zaman ini. Mereka telah mendapat sekurang-kurangnya satu pahala kerana ijtihad mereka itu, yang dibuat berdasarkan segenap ilmu, keupayaan dan kesesuaian yang diperlukan pada zaman itu.

Mereka tidak terikat atau cenderung kepada mana-mana pihak, baik dari pihak pemerintah mahupun pihak lain yang cuba mengambil kesempatan. Mereka mengeluarkan pendapat dan ijtihad dengan penuh rasa tanggungjawab terhadap Allah, agama Islam, umat Islam dan dirinya sendiri. Niat mereka begitu ikhlas dalam ijtihad mereka. Hasilnya, mereka sangat dimuliakan oleh Allah SWT, juga sangat dihormati oleh sekalian umat Islam, amat didengki oleh ulama zahir yang sezaman dan sangat ditakuti oleh para pemerintah pada masa mereka hidup. Nama mereka terus hidup dan segar sepanjang zaman, malah mekar mewangi dalam setiap hati sanubari umat Islam walau di mana sahaja. Hujah dan alasan mereka tetap tidak terpatahkan oleh lawan, walaupun cuba dikumpulkan segenap hujah dari sekian ramai cendekiawan dan sarjana sekalipun. Ini tidak lain tidak bukan adalah kerana keikhlasan mereka dalam berijtihad tadi, yang dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab.

Ulama dahulu mampu membentuk dan mencorak umat Islam keseluruhannya, dijadikan role model oleh setiap umat dalam setiap aspek kehidupan. Pakaian mereka sahaja sudah dapat membezakan mereka daripada orang awam, dan orang awam meniru bentuk pakaian yang dipakai oleh ulama tadi dan menganggapnya sebagai suatu sunnah. Rumah tangganya menjadi uswatun hasanah dan dirujuk oleh orang awam sebagai keluarga contoh. Ibadah mereka diikut oleh para abid dan solihin, malah orang awam pun menjadi banyak ibadah mereka kesan mengikut banyaknya ibadah para ulama yang mereka contohi tadi. Wirid zikir mereka tidak terkirakan lagi banyaknya, tasbih tidak lekang dari tangan mereka. Tawakal mereka setinggi gunung, sehingga mereka tidak lagi risau dengan rezeki mereka dan ini turut diikut oleh orang awam, sehingga yang miskin menjadi redha dengan rezeki mereka yang sedikit.

Dengan berbuat begini, barulah para ulama akan dihormati semula oleh semua pihak. Umat akan merujuk segala permasalahan mereka, dari yang sebesar-besarnya hinggalah kepada yang sekecil-kecilnya kepada institusi ulama yang bebas, berwibawa dan tegas ini. Dengan ini, diharapkan agar institusi ulama akan diangkat semula ke kedudukannya yang asal dan sepatutnya untuk mereka - bebas, berkecuali, berwibawa dan amat dihormati. Namun, adakah mana-mana ulama hari ini yang bersih lidahnya daripada berkata-kata yang tidak perlu? Mana dia ulama yang mempunyai segala ciri-ciri di atas pada zaman ini? Mana dia ulama yang boleh dijadikan role model untuk diikut oleh sekalian umat Islam pada zaman ini? Tunjukkan siapa dia orangnya.

Seterusnya sikap seperti ini mampu membuka minda seluruh umat Islam terhadap kedudukan sebenar soal khilafiah ini, dan ranting-ranting masalah yang berkaitan dengannya. Akhirnya setelah semuanya mendapat kefahaman yang jitu dan pasti, seluruh umat akan bersatu hati, bersatu fikiran dan bersatu tenaga membangunkan Islam ini. Tidakkah itu hasil yang kita idam-idamkan selama ini? Sayang sekali kerana para ulama yang ada tidak bersuara. Atau jika bersuara pun, hanya menyentuh soal-soal yang selamat, yang tidak menyinggung pihak pemerintah terutamanya. Para ulama juga tidak bersatu hati dan bersatu jiwa raga sepenuhnya. Mereka hanya mampu bersatu dari segi zahir iaitu mengikut persatuan-persatuan ulama yang mereka masuki sahaja, tidak dari segi fikrah, kefahaman, penghayatan, pengamalan dan matlamat.

 Oleh itu, sebagai panduan am kepada para ulama khususnya dan bakal ulama amnya, penulis sertakan di sini beberapa panduan paling asas yang patut menjadi renungan kita bersama, kemudian sama-sama diamalkan dengan bersungguh-sungguh iaitu:

1.Jika ulama sendiri hatinya amat jauh daripada Tuhan, maka para pemimpin dan rakyat langsung tidak ada Tuhan di dalam hatinya.
2.Jika ulama sendiri mencari dunia, maka pemimpin dan rakyat akan mengejar dunia sungguh-sungguh.
3.Jika ulama tidak dapat dijadikan model ikutan, pemimpin dan rakyat akan meninggalkan ulama dan mengikut para penyanyi dan pelakon sebagai model ikutan mereka.
4.Jika ulama pintu hatinya tertutup daripada hidayah Allah, pemimpin dan rakyat akan mati hati mereka daripada mendapat hidayah Allah.
5.Jika ulama tidak mendapat hidayah, segala ungkapannya terhadap pemimpin dan rakyat akan menjadi seperti mencurahkan air ke atas kulit telur burung kasawari.
6.Jika ulama malu beramal dengan amalan sebenar Islam, pemimpin dan rakyat akan tidak mahu lagi beramal dengan sunnah.
7.Jika ulama sudah tidak takutkan Allah, pemimpin hilang takut kepada ulama dan rakyat akan hilang segan kepada ulama.

Para ulama sepatutnya melihat keadaan masyarakat yang amat kronik pada hari ini dan berasa amat risau dengan apa yang telah berlaku. Ingatlah, apa yang berlaku pada hari ini adalah akibat daripada sikap para ulamanya yang tidak berjihad pada jalan Allah dengan sungguh-sungguh. Mereka sepatutnya melihat apa yang berlaku di atas dan apa yang terjadi di bawah. Kalau tidak terasa apa-apa pada lubuk hatinya, itu tandanya hati ulama itu telah benar-benar mati daripada mendapat hidayah Allah. Kita pasti akan ditanya apa yang telah kita lakukan untuk memperbaiki kerosakan umat yang berlaku pada hari ini.

Apabila pemimpin yang di atas sudah rosak, itu tandanya bahawa institusi ulama sudah rosak. Hadis Nabi SAW ada menyebutkan bahawa rosaknya pemimpin adalah dikeranakan oleh rosaknya para ulama. Sekiranya institusi ulama tidak rosak, para pemimpinnya juga pasti tidak akan rosak. Jika rosak pun, tidaklah seteruk yang berlaku pada hari ini. Hal ini sudah dijelaskan oleh baginda SAW sejak awal-awal lagi. Jika ulamanya bertakwa, pasti para pemimpinnya akan menjadi pemimpin yang baik kepada rakyat. Kemudian, apabila rakyat biasa sudah rosak, malah amat kronik pula keadaannya, maka ketahuilah bahawa itu dikeranakan oleh rosaknya pemimpin mereka tadi, dan kita telah ketahui bahawa rosaknya pemimpin disebabkan oleh rosaknya para ulama.

 Maka jelaslah di sini, ulamalah yang memikul tugas yang amat berat dan besar, yang diletakkan di atas pundak mereka oleh Allah. Allah tidak berikan mereka kelebihan ilmu-Nya secara percuma atau tanpa tanggungjawab yang menyertainya. Oleh itu, berbahagialah sesiapa yang menerima kelebihan ilmu-Nya dan berbahagialah pula orang yang diberi kemampuan menunaikan amanah-Nya itu. Maka fikirkanlah semua ini wahai orang yang berstatus ulama!

Bagaimanakah caranya untuk mengatasi semua masalah yang amat besar, rumit dan payah ini? Jawapannya ialah dengan kembali semula kepada apa yang diperintahkan oleh baginda SAW di dalam hadisnya iaitu mencari siapa dia pemimpin yang telah Allah tunjukkan untuk zaman ini. Kita masih lagi berada pada awal kurun Hijrah. Oleh itu, marilah kita cungkil semula hadis-hadis yang berkaitan dengan peristiwa akhir zaman. Semoga dengan itu kita akan dapat mencari, mencungkil, membuka dan menjawab persoalan penting; Siapa dia pemimpin yang ditunjuk itu untuk zaman kita ini? Hanya dengan mendapatkan orang yang Allah telah utuskan untuk memimpin umat pada zaman ini sahajalah tanggungjawab yang sedang dipikul (sebenarnya mereka sudahpun tidak terpikul!) oleh para ulama ini dapat dialihkan kepada pemimpin itu. Hanya dia sahaja yang mampu menyelesaikan tugas yang tidak terpikul oleh para ulama itu, biar pun mereka berkongsi beramai-ramai untuk cuba memikulnya.

Setelah itu, tunjukkan dan hebahkan kepada orang ramai bahawa inilah dia pemimpin yang ditunjuk oleh Allah untuk sekalian manusia pada zaman ini, supaya mereka dapat mengenalinya, melihatnya, mentaatinya dan menjadikan dia sebagai pemimpin mereka. Dengan itu, para ulama boleh tidur dengan aman damai dan selesa di dalam rumah masing-masing kerana beban mereka sudah terlepas dan jika mati pun, bolehlah mati dengan senyuman dan wajah yang berseri-seri. Insya-Allah akan selamat pula di dalam kubur dan selamat juga di akhirat sana. Tidakkah semua ini menjadi impian emas (golden dreams) kita sebagai seorang ulama? Jika semua ini tidak ada, apa peranan kita sebenarnya? Oleh itu, carilah jalan dari mana kita hendak bermula. Ingatlah, perjalanan yang jauh bermula daripada langkahan yang pertama. Jika tidak mula melangkah, kita tidak akan sampai ke mana pun
0145 Sikap Para Sarjana dan Cendekiawan Islam yang Sepatutnya
Para sarjana dan cendekiawan Islam adalah orang yang mempunyai ilmu yang mendalam bagi sesuatu matan (cabang) ilmu, mengkaji sesuatu isu secara mendalam dan adil, tanpa menyebelahi mana-mana pihak, tidak mencari sebarang kepentingan, kemudian mengeluarkan teori-teori dan resolusi-resolusi yang dirasakan terbaik, hasil daripada pemikirannya sendiri atau cantuman beberapa pemikiran, berusaha membantu memajukan umat Islam dalam serba-serbi, terutama dari segi zahirnya dengan segenap ilmu yang ada pada mereka. Mereka dianggap sebagai golongan yang profesional dalam bidang dan pengkhususan mereka itu. Demikian secara ringkas maksud sarjana dan cendekiawan Islam menurut pandangan penulis.

Namun, itu hanyalah benar di atas kertas sahaja, tidak selalunya benar di dalam realiti kehidupan. Sebab itu kita dapati banyak sarjana dan cendekiawan yang menyalahi etika kesarjanaannya atau kecendekiawanannya. Mereka tidak mengkaji sesuatu isu dengan teliti, tidak secara mendalam, selalu berat sebelah, mempunyai kepentingan tertentu, penuh syak wasangka terhadap pendapat pihak lain yang tidak bersesuaian dengan pendapatnya, hanya mengemukakan pendapat satu-satu pihak sahaja dan tidak begitu berusaha memajukan seluruh umat Islam. Mereka lebih mementingkan kebajikan golongan-golongan tertentu yang dihadapkan persoalan ini dan lazim pula memandang rendah terhadap umum umat Islam kerana berasakan ilmu orang awam itu tidak setaraf dengan ilmu mereka, atau tidak sematang ilmu mereka. Ilmu mereka jarang yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sebenar bermasyarakat. Ilmu mereka sesuai dibincang dalam forum-forum, seminar-seminar atau bengkel-bengkel kerana bentuk-bentuk demikian lebih sesuai untuk mereka melontarkan teori demi teori, pendapat demi pendapat dan gagasan demi gagasan.

Sikap seperti ini hanya menyebabkan berlaku satu jurang yang amat besar dan dalam antara golongan sarjana ini dengan umat Islam umum. Antara satu golongan terhadap golongan yang lain, saling memandang rendah terhadap golongan yang satu lagi. Masing-masing menaruh syak wasangka dan kata-mengata di belakang. Jika bertemu, sudah tidak terasa kemesraan antara kedua-dua golongan ini, tidak masuk ke hati. Cakap-cakap golongan sarjana dan cendekiawan ini sudah tidak berbisa lagi, tidak tajam dan tidak mampu menusuk ke lubuk hati umat Islam. Mereka dan pendapat mereka tidak dianggap berwibawa dalam soal agama, baik soal agama yang besar-besar, apatah lagilah dalam soal-soal yang lebih kecil. Ilmu mereka besar tetapi cakapnya tidak setajam mata pedang. Taraf mereka tidak lebih daripada seorang biasa sahaja. Pakaian zahir mereka pun sudah cukup untuk membuktikan kebenaran hal ini.

Dalam soal Imam Mahdi ini, para sarjana dan cendekiawan Islam tidak berani lagi memperkatakannya secara terus terang, takut nanti dikata sebagai golongan yang mundur, percaya kepada dongeng dan sebagainya. Sebab itu para sarjana hari ini cuba menafikan kemunculan Imam Mahdi dengan pelbagai alasan. Kesannya, umat Islam dilontarkan dengan pendapat satu-satu golongan sahaja, iaitu golongan yang tidak percaya kepada kemunculan Imam Mahdi. Para sarjana dan cendekiawan kelihatan cukup takut terhadap tekanan dan ancaman dari pihak pemerintah yang memerintah di negara masing-masing. Jika diperkatakan juga, disampaikan dengan penuh lemah lembut dan berlapik tujuh lapis. Tiada yang berani memperkatakannya secara terperinci atau lengkap, takut nanti ada pihak yang akan tersinggung.

Sepatutnya merekalah golongan yang paling berani memperkatakan soal ini, supaya umat Islam tidak terus-terusan berpecah dan bertelagah. Merekalah sepatutnya golongan yang menyatukan seluruh hati umat Islam, fikiran umat Islam dan kefahaman umat Islam mengenai soal Imam Mahdi ini. Hal ini dikeranakan mereka mempunyai cukup segala peralatan dan kemudahan untuk membuat kajian dan penelitian dalam usaha menyatukan umat. Mereka juga mempunyai segala kepakaran untuk memikirkan resolusi terbaik dalam usaha penyatuan pendapat ini. Mereka juga mendapat biaya yang mencukupi untuk menjalankan usaha ini. Mereka juga mempunyai jaringan yang cukup luas dan sokongan dari pelbagai pihak dalam menjalankan kajian mereka.

Sebarang pendapat mereka dapat pula disiarkan secara penuh dan bebas dalam semua jenis dan bentuk media yang terdapat di dalam sesebuah negara itu, malah boleh pula disebarkan ke seluruh dunia Islam dan kepada seluruh umat Islam di mana sahaja mereka berada. Sayangnya, hal ini rupa-rupanya tidak berlaku dan insya-Allah tidak akan berlaku. Rupa-rupanya Allah SWT telah menentukan bahawa agama Islam ini tidak akan dibangunkan oleh golongan ini. Keadaan semasa dan sejarah silam mengajar kita mengenainya melalui bukti-bukti yang nyata. Ilmu yang mereka miliki rupa-rupanya tidak mampu membantu mereka membangunkan umat Islam, ilmu yang banyak itu juga tidak mampu memperkasakan iman mereka dan iman anak-anak didik mereka.

Sekiranya benar pendapat bahawa Islam dimiliki dan ditinggikan oleh golongan sarjana dan cendekiawan Islam ini, mengapa para siswazah yang keluar dari universiti dalam jurusan pengajian Islam, masih tidak kenal Tuhan, tidak cinta kepada Tuhan, tidak sayang kepada Tuhan, tidak beradab dengan Tuhan, masih tidak mampu membangunkan Islam di dalam diri dan jiwa raganya? Mengapa para siswazah ini dilihat dan dianggap sama sahaja tarafnya dengan siswazah dari jurusan ekonomi atau jurusan perakaunan? Di mana silapnya?

Jika benar universiti adalah pusat penyebaran Islam, mengapa pakaian pensyarahnya, baik lelaki mahupun perempuan, tidak lebih hebat dan bertakwa daripada pakaian golongan lain yang bukan dari jurusan Islam? Sepatutnya para pensyarah adalah uswatun hasanah bagi sekalian anak muridnya khususnya dan sekalian umat Islam umumnya. Bukan pula bererti di sini, penulis seorang yang antiuniversiti. Menuntut ilmu adalah wajib, dan belajar di universiti adalah salah satu cara untuk menunaikan kewajipan tersebut. Jika berkemampuan, belajarlah di universiti mana pun dan dalam jurusan apa pun. Cuma dikesalkan ialah sikap mereka yang mengajar agama, tetapi kelihatan seperti mahu meruntuhkan agama sendiri melalui bidang agama. Itu sahaja yang dikesalkan. Pensyarahnya dilihat sebagai bukan seorang yang boleh dijadikan ikutan. Cakapnya tidak bi lisanul hal. Diri, keluarga, akhlak dan keperibadiannya tidak dapat dicontohi oleh anak muridnya sendiri mahupun masyarakat awam sebagai uswatun hasanah.
0146 Sikap Para Pemerintah yang Sepatutnya
Pemerintah adalah orang yang diberi tanggungjawab menguruskan segala hal yang berkaitan dengan umat, dari yang zahir hinggalah yang batinnya, dari hal-hal yang berkaitan dengan dunia mereka hinggalah kepada soal-soal agama rakyatnya. Semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan akan ditanya tentang apa yang diuruskan. Oleh itu, tanggungjawab pemerintah amatlah besar dan berat, tambahan pula pada akhir zaman seperti zaman kita sekarang ini. Dapatlah dirasakan zaman ini adalah zaman yang cukup berat dan besar tanggungjawab mereka. Ini disebabkan rakyatnya semakin bertambah dan kemudahan asas juga semakin bertambah. Cengkaman kuasa kuffar Barat juga kian kuat mencengkam negara mereka.

Mereka bertanggungjawab menguruskan hal-hal kebajikan rakyatnya dari yang zahir hinggalah yang batin, dari yang sekecil-kecil perkara hinggalah kepada yang sebesar-besarnya. Baik dan maju umat Islam seluruhnya adalah kerana baik dan majunya pihak pemerintah, manakala buruk dan rosak umat Islam seluruhnya adalah kerana buruk dan rosaknya pihak pemerintah. Apabila pihak pemerintah sendiri membiarkan rakyatnya tanpa berusaha mencari jalan menyatukan mereka, umat Islam akan terus berpecah belah dan berselisih pendapat dalam hampir semua perkara, tanpa dapat disatukan lagi. Mereka sendiri akan turut disibukkan oleh urusan (yang asalnya) remeh-temeh yang tidak kunjung putus tanpa dapat lagi menyatukan mereka, dalam erti kata yang sebenar-benarnya.

Itulah kegagalan sejati pihak pemerintah dalam hal ini, suatu hal yang dianggap kecil tetapi tetap tidak mampu diselesaikan. Mungkin kerana dilihat sebagai terlalu kecil, maka hal ini terbiar begitu sahaja tanpa sebarang usaha untuk menyelesaikannya. Malah pihak pemerintah sendiri yang dilihat seolah-olah mahu masalah ini terus bermaindi kalangan rakyat, agar mereka lupakan sejenak masalah politik dalam negara yang sedang hebat bergolak itu. Untuk meredakan sekejap kemarahan rakyat terhadap mereka, rakyat dibiarkan terus bermain dengan soal Imam Mahdi ini.

Mereka juga amat sensitif terhadap masalah Imam Mahdi ini kerana apabila Imam Mahdi keluar nanti, habislah kekuasaan mereka dirampas oleh Imam Mahdi tersebut. Segala penat lelah mereka selama ini menjadi sia-sia sahaja, kekayaan yang mereka kumpulkan akan diambil oleh Imam Mahdi tanpa dapat disorok-sorok lagi. Segala rahsia kejahatan mereka akan terbongkar habis hingga ke akar-akar umbinya sekali, dan ini pasti memalukan mereka. Apabila Imam Mahdi keluar nanti, pengaruh mereka terhadap rakyat yang susah payah dibina selama bertahun-tahun ini akan musnah sirna di telapak kaki Imam Mahdi dalam sekelip mata sahaja, hingga akhirnya mereka tidak mempunyai sebarang pengaruh lagi. Itulah bayangan hantu Imam Mahdi bagi mereka yang banyak dosa.

Sepatutnya setiap pemerintah kenalah sedar bahawa ini adalah zaman Imam Mahdi, bukan lagi zaman mereka. Maka Imam Mahdilah yang paling berhak ke atas pemerintahan semua negara Islam di dunia ini. Beliaulah yang paling berhak memerintah ke atas seluruh dunia kerana sudah disebutkan oleh hadis-hadis yang cukup banyak, sehingga sudah melepasi tahap hadis mutawatir. Sepatutnya setiap pemerintah mentaati suruhan Rasulullah SAW itu, kerana isyarat yang diberi sudah cukup jelas dan terang untuk difahami oleh semua orang, terutama pemerintahnya. Berilah laluan kepada Imam Mahdi untuk naik, jika kita benar-benar taatkan Allah SWT dan taatkan setiap suruhan Rasulullah SAW, serta tidak mempunyai kepentingan duniawi.  Barulah kita diiktiraf sebagai seorang umat yang baik dan akan dibalasi dengan yang lebih baik pula. Nilaian dunia ini dengan akhirat nanti, apalah sangat nilainya. Kita tidak rugi sedikit pun. Mungkin kehilangan kuasa dan pengaruh untuk seketika di dunia ini, tetapi tidak di akhirat yang kekal abadi.

Dan bagi orang-orang Islam yang sedang memasang cita-cita untuk menjadi pemerintah di mana-mana negara di dunia pada masa ini, eloklah berfikir sepanjang-panjangnya dahulu. Ingat, ini adalah masa untuk Imam Mahdi muncul dan memerintah, usahlah kita yang menjadi salah seorang penghalangnya, biar pun kita mempunyai niat yang baik, untuk mendaulatkan Islam di negara ini, misalnya. Tugas itu sebenarnya adalah tugas Imam Mahdi dan orang-orangnya yang sangat terpilih, kerana hal ini sudah disebutkan oleh baginda SAW dalam banyak hadis, bukannya tugas kita yang entah siapa-siapa ini. Siapa kita yang mahu menggantikan tugas Imam Mahdi itu? Lebih baiklah kita menjadi pengikut sahaja. Batalkan sahaja niat mahu menjadi pemerintah itu. Kita akan selamat di dunia ini dan insya-Allah akan lebih selamat lagi di akhirat sana.

Ahli-ahli politik dari pelbagai parti, sama ada yang berbentuk sekular sepenuhnya, lebih-lebih lagi yang mendakwa ia mendukung parti Islam, perlu ingat bahawa mereka sebenarnya sudah tidak layak dan tidak mampu untuk memerintah umat Islam pada masa ini. Rasulullah SAW sudah menyatakan bahawa setiap pemerintah yang naik menggantikan pemerintah sebelumnya, akan memerintah dengan lebih zalim daripada pemerintah yang digantikannya, yang katanya dahulu adalah pemerintah yang zalim. Hadis Rasulullah SAW ini perlu direnung kembali dengan sungguh-sungguh dan dinilai dengan keadaan pemerintah semasa. Buka mata dan minda luas-luas. Lihatlah di seluruh dunia, terutama dunia Islam, setiap kali turun seorang pemerintah, pasti pemerintah yang menggantikannya akan berlaku lebih zalim daripada pemerintah yang digantikannya itu. Sehabis-habis baik pun adalah mereka akan berlaku sama zalim dengan pemerintah yang digantikannya tadi. Ini hakikat sejarah zaman ini, tidak perlu lihat jauh-jauh sejarah zaman lampau. Fikirkanlah baik-baik kalau kita benar-benar beriman kepada Allah SWT dan taatkan Rasulullah SAW.

Pihak pemerintah juga sepatutnya berperanan menjelaskan kepada sekalian rakyat akan konsep Imam Mahdi ini kepada sekalian rakyat dengan sejelas-jelasnya. Jika perkara ini dijelaskan dengan panjang lebar dan baik, pastilah sekalian rakyat akan dapat disatukan dan perpecahan dapat dielakkan. Mereka juga akan menjadi umat yang lebih maju dalam segala hal dan lebih soleh daripada sebelumnya. Apabila rakyatnya sudah mencapai taraf soleh, akan berkurang pula masalah-masalah jenayah dan gejala sosial yang lain. Keberkatan dari Tuhan juga turun kepada kita semua. Dan ini sebenarnya amat menguntungkan pihak pemerintah itu sendiri. Sayang, pihak pemerintah lebih suka menggunakan jalan yang amat jauh dan berliku, walaupun jalan pintas yang lurus sudahpun terbentang di depan mata.

Orang-orang yang diberi kuasa memerintah juga hendaklah memberi ruang yang lebih kepada ulama untuk bersuara, menjelaskan perkara sebenarnya kepada seluruh rakyat, siapa dia Imam Mahdi itu, di mana munculnya, bila munculnya, apa tanda-tandanya, apa ciri-ciri pengikutnya dan sebagainya lagi. Apa yang berlaku hari ini ialah, para ulama ditekan-tekan dengan pelbagai cara, dari yang sehalus-halusnya hinggalah kepada yang sekasar-kasarnya. Para ulama dikategorikan oleh pemerintah kepada yang taat, yang berkepentingan, yang suka melawan, yang berkecuali dan yang keras kepala. Ulama kerajaan adalah ulama yang dilihat mempunyai kepentingan peribadi atau poket sendiri. Ulama yang lain dikategorikan sebagai ulama yang suka melawan.

Maka tindakan yang diambil terhadap mereka adalah berdasarkan kategori-kategori yang telah ditetapkan tadi. Di Malaysia, golongan ulama yang menentang kerajaan akan digam mulutnya, atau diikat kaki tangannya sehingga mereka tidak bebas bergerak dan bersuara. Jika di negara-negara lain, ulama yang berani bercakap menyatakan salah itu dan ini, ramai yang ditembak mati secara gelap. Hal ini memang sudah lama berlaku, sehingga akhirnya para ulama yang ada tenggelam dan terbiar. Tidak ada orang yang berani menghampiri mereka, kerana takut dikatakan sebagai tali barut ulama berkenaan atau sekurang-kurangnya penyokong ulama itu tadi. Tindakan ini juga adalah usaha untuk menyelamatkan nyawa si ulama berkenaan, agar tidak ditembak mati secara gelap.

Mereka perlu ingat bahawa tugas mereka terhadap rakyat ialah membawa dan memimpin mereka menuju kepada Tuhan. Tugas mereka bukan semata-mata memenuhkan keperluan fizikal rakyatnya. Keperluan fitrah manusia kepada Tuhannya adalah perkara paling perlu dan paling utama. Di situlah terletaknya kunci sebenar perpaduan  seluruh umat Islam, sama ada di dalam negara mereka sendiri ataupun di seluruh dunia Islam. Tugas mengenalkan Tuhan ini tidak terletak pada bahu ulama semata-mata. Sebagai panduan, berikut ini diberikan beberapa perkara dan alasan, jika kita sebagai pemerintah mengabaikan tugas mengenalkan hati manusia kepada Tuhan yang sejati.
  1. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak kenal, dengan pemerintah lagilah mereka akan buat-buat tidak kenal. Kalau kenal pun, hanya kerana ada kepentingan sendiri. Jika tiada kepentingan, tidak ada sesiapa pun yang kenal siapa pemerintahnya.
  2. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak tahu bersyukur, dengan pemerintah lagilah mereka tidak tahu bersyukur dan berterima kasih.
  3. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak beradab, dengan pemerintah lagilah mereka tidak tahu beradab.
  4. Kalau dengan Tuhan pun mereka sanggup melawan (derhaka), dengan pemerintah lagilah mereka berani melawannya.
  5. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak peduli, dengan pemerintah lagilah mereka tidak peduli.
  6. Kalau dengan Tuhan pun mereka boleh lupa, dengan pemerintah lagilah mereka lupa.
  7. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak boleh bersabar, dengan pemerintah lagilah mereka tidak sanggup bersabar.
  8. Kalau dengan Tuhan pun mereka marah-marah, dengan pemerintah lagilah mereka mudah marah.
  9. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak amanah, dengan pemerintah lagilah mereka tidak amanah.
  10. Kalau nasihat Tuhan pun mereka tinggalkan, nasihat pemerintah lagilah mereka tidak ambil langsung.
  11. Kalau dengan Tuhan pun mereka boleh letakkan di belakang, dengan pemerintah lagilah mereka letak di belakang.
  12. Kalau dengan Tuhan pun mereka tidak boleh redha, dengan pemerintah lagilah mereka tidak tahu redha
0147 Sikap Pemimpin Jemaah-jemaah Islam yang Sepatutnya
Jemaah-jemaah Islam pada hari ini memang cukup banyak. Ada yang besar dan ada yang kecil. Ada yang terhad di sesuatu kawasan dan ada yang melangkau ke hampir seluruh dunia. Ada yang telah panjang usia perjuangan mereka dan ada yang baru berusia tidak sampai setahun jagung. Ada yang dibenarkan oleh pihak pemerintah dan banyak pula yang ditentang oleh pihak pemerintahnya sendiri. Ada yang benar-benar mengikut ajaran Ahlus Sunnah dan banyak pula yang tidak senafas dengan Ahlus Sunnah. Ada yang terkenal dan banyak yang tidak diketahui langsung oleh orang ramai.

Jemaah-jemaah Islam yang ada pada hari ini umpama kapal-kapal kecil yang belayar ke satu destinasi yang telah ditetapkan, walaupun masa sampainya tidak ditetapkan. Masing-masing bergerak mengikut arus yang tertentu dengan tujuan yang sama. Setiap jemaah ini cuba mengembalikan penghayatan Islam kepada seberapa ramai umat Islam yang mahu kembali kepada Islam. Dalam melaksanakan cita-cita dan usaha murni ini, sepatutnya tidak timbul rasa iri hati dan marah oleh sebuah jemaah Islam terhadap jemaah Islam yang lain, yang dilihat lebih terkehadapan dan menonjol daripada jemaah mereka sendiri.

Lazimnya apabila umat Islam berkumpul dalam sesebuah jemaah kebenaran, maka terdapatlah di dalamnya orang-orang yang bertaraf wali Allah, atau bertaraf orang saleh, atau bertaraf mukmin sejati, atau sekurang-kurangnya pun bertaraf muslim yang baik. Maka lazim pula jemaah berkenaan mendapat bantuan terus daripada Allah dalam pelbagai bentuk, terutamanya karamah atau sekurang-kurangnya maunah. Maka keberadaan orang-orang begini di dalam jemaah Islam berkenaan amatlah diperlukan, kerana dengan adanya merekalah turun bantuan-bantuan terus daripada Allah kepada jemaah berkenaan khususnya dan kepada seluruh umat Islam amnya. Pemimpin jemaah ini lazim mendapat ilmu-ilmu rahsia daripada Allah. Kerana itu, setiap pemimpin jemaah Islam perlu membantu memperkenalkan siapa dia pemimpin sejati untuk zaman ini kepada seluruh pengikutnya dan seluruh umat Islam amnya, sekalipun pemimpin sejati berkenaan bukan datangnya daripada jemaah pimpinan mereka.

Hal ini perlu diperhatikan kerana secara lazimnya pemimpin-pemimpin jemaah Islam ada diberi rasa hati yang kuat, ilmu yang tidak ada pada orang ramai dan firasat yang hampir tepat dalam menentukan siapa pemimpin sejati untuk zaman masing-masing. Hebahan seperti ini adalah perlu untuk memastikan orang ramai tidak tersilap pilih pemimpin yang akan memimpin mereka. Jangan biarkan orang-orang yang kita pimpin itu tersalah pilih orang yang akan memimpin mereka dengan sebenar-benarnya. Orang ramai tidak dapat disalahkan seratus peratus dalam hal ini kerana mereka tidak mendapat penjelasan yang tepat dan ilmu yang mantap mengenai siapa pemimpin yang perlu mereka pilih pada sesuatu masa. Maka mereka pun akan memilih ahli-ahli politik yang ada pada masa mereka sebagai pemimpin mereka, tanpa mengetahui bahawa pada awal kurun ini, Allah sudah tetapkan pemimpin sejati yang sepatut dan selayaknya menjadi ikutan seluruh umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Peranan pemimpin jemaah Islam amatlah besar dan bererti dalam hal ini, jika dilaksanakan sepenuhnya.

Pemimpin seperti inilah yang sepatutnya ditonjolkan ke hadapan kerana itu adalah isyarat dan perintah daripada Nabi SAW yang sangat kita sanjungi dan kita ikuti segala perintahnya. Jangan biarkan umat Islam terus-menerus tersalah pilih pemimpin, dengan memilih pemimpin yang fasik atau zalim sebagai pemimpin mereka, atau bukan dari kalangan orang yang benar, sedangkan ini adalah awal kurun Hijrah. Sesiapa yang memilih pemimpin selain daripada orang yang Allah telah pilih sebagai pemimpin mereka, maka mereka adalah orang-orang yang sesat dan fasik, serta nyata zalimnya. Dan orang-orang yang membiarkan dirinya dipilih dan dilantik sebagai pemimpin oleh umat Islam sedangkan ini adalah awal kurun Hijrah, maka dia adalah orang yang berbuat tiga kali zalim iaitu zalim terhadap seluruh umat Islam, zalim kepada Allah dan rasul-Nya dan zalim terhadap pemimpin sejati yang ditentukan oleh Allah itu
0148 Sikap Orang Ramai yang Sepatutnya
Orang awam adalah golongan yang teramai. Kebanyakan mereka tidak tahu-menahu langsung mengenai soal Imam Mahdi ini. Mereka juga mudah ditarik ke sana ke mari oleh mana-mana golongan pun. Jika pemerintah kata Imam Mahdi itu tidak ada, mereka pun dengan mudah pula ikut mengatakan bahawa Imam Mahdi itu tidak ada. Jika ada satu golongan lain mengatakan Imam Mahdi itu ada dan benar, mereka pun ikut kata itu adalah benar dan ada. Kemudian jika ada golongan lain mengatakan bahawa Imam Mahdi itu mungkin ada dan mungkin tiada, mereka pun ramai-ramai akan kata bahawa Imam Mahdi itu mungkin ada dan mungkin tiada. Begitulah sikap mereka, sepanjang masa dalam keadaan yang serba mungkin. Ini sudah pun berlaku dalam sejarah umat Islam sejak sekian lama dahulu, sejak ratusan tahun dahulu lagi.

Oleh itu, adalah wajar bagi setiap orang Islam bersikap sederhana, sesuai dengan kedudukan ilmu mereka dalam soal ini. Bersikap sederhana atau wasatiah ini amatlah dituntut oleh Islam, khususnya dalam hal yang melibatkan hubungan baik antara sesama umat Islam itu sendiri. Sikap melampau, emosi dan terburu-buru dalam soal ini adalah satu sikap yang menyalahi kehendak agama Islam. Ingatlah, Allah SWT tidak menyukai golongan yang melampau dalam urusan beragama dan urusan hidup bermasyarakat.

Jangan bersikap terlalu lancang lidah mempertikaikan kebolehan orang itu dan orang ini, dengan hanya melihat dari segi luarannya sahaja. Ingat, pandangan mata selalunya silap dan menipu kita. Kerana itu, ikutlah pandangan dari pihak yang dilihat dan dinilai benar-benar menjalankan kebajikan di tengah-tengah masyarakat. Jangan ikut atau terpengaruh dengan pandangan dari pihak yang terkongkong oleh sesuatu sistem atau terkongkong dalam kelompok tertentu sahaja. Jika tidak pun, sembahyang istikharah dan mintalah petunjuk yang jelas dalam soal ini. Itulah sikap kita yang sebaik-baiknya.

Cara yang terbaik menangani masalah ini ialah dengan mencari ilmu yang bersesuaian dengan perkara yang dibincangkan. Dapatkan pandangan dari pelbagai golongan dan pelbagai tempat, jangan terlalu mudah mengikut satu-satu pandangan yang diberikan. Timbalah ilmu mengenainya sebanyak mungkin dan perincikan pendapat-pendapat dari pelbagai pihak. Kemudian istikharah kepada Tuhan untuk mendapatkan jawapan muktamad. Setelah berasa yakin dengan ilmu yang ada dan berpuas hati dengan jawapan dari pihak-pihak yang ditanya tadi, barulah buat satu keputusan yang tetap dan muktamad. Jangan ikutkan pandangan masyarakat umum secara melulu dan sempit. Sikap emosional dan fanatik melulu hanya membawa kerosakan kepada hidup bermasyarakat dan menjatuhkan imej seseorang itu.

Tidak ada komentar:

 
TARBIYYAH ISLAMIYYAH Copyright © | Template designed by Liza Burhan | SEO by Islamic Blogger Template